ARWAH PENASARAN MBAK ASIH extra partSelesai Ustaz mengajak salat taubatan nasuha warga pun kembali pulang ke rumah masing-masing.Melly dan yang lainnya menginap di rumah Thasya, Ridwan dan Hanif akan tidur bersama dengan kakek Thasya di ruang televisi.Berkali-kali Melly mengembuskan napasnya kasar dan memijit keningnya. Raut wajahnya terlihat cemas memikirkan sesuatu hal."Kenapa, Mel?" tanya Dinda mendekati Melly."Nggak papa," kilah Melly tersenyum simpul.Hanya Melly dan Dinda yang masih terjaga sampai larut malam, yang lainnya sudah tertidur dengan sangat pulas karena kelelahan dengan kejadian yang menggemparkan desa."Tapi mukamu tidak menujukkan kamu sedang baik-baik aja, Mel. Cerita aja sama aku, kali aja bisa sedikit lebih plong hatimu," bujuk Dinda."Huh!" Lagi Melly membuat napasnya."Teror Mbak Asih udah nggak ada, tapi sekarang rasanya ada sosok lain yang dendamnya masih membuat dirinya gentayangan sekarang," keluh Melly."Siapa? Apa si Luna dan Bram itu?" sahut Dinda m
ARWAH PENASARAN MBAK ASIH extra part 2Ridwan langsung membalas WA dari Melly dan mengiyakan untuk mencarikan yang disuruh oleh MellySebelumnya Ridwan terlebih dahulu bertanya pada kakek dan ayah Tasya. Setelah mendapatkan informasi di mana ia bisa mendapatkan barang-barang yang diperlukan Melly, lantas Ridwan dan Hanif pergi untuk mencarinya.Mereka mencari di dekat hutan lokasi tempat kejadian semalam, tak butuh waktu lama Ridwan dan Hanif menemukan yang disuruh oleh Melly.Saat Ridwan dan Hanif ingin pergi tiba-tiba Hanif menunjuk ke arah rumput yang berwarna merah sepertinya itu darah Luna namun ada perasan jeruk nipis di sekitar darah tersebut."Siapa yang ngucurin jeruk nipis ke darah ya?" tanya Hanif pada Ridwan"Ini bekas darahnya si Luna kan sama Bram, bukannya darah kalau dikucurin jeruk nipis arwahnya kesakitan ya?" tanyanya lagi"Udahlah ayo langsung balik aja Melly pasti udah nunggu kita di rumah!" ajak Ridwan.Ridwan tak mau ambil pusing apa yang ditunjukkan oleh Hanif,
JERITAN MALAM PENGANTIN part 1"Aaaahhh ... tolong, Mas, saakiiitt ...!" Terdengar suara teriakan serta rintihan dari rumah pengantin baru, yang baru saja selesai mengadakan resepsi.Aku dan juga Intan saling berpandangan mata, mendengarkan rintihan itu."Waduh, kok seram ya dengarnya. Gue jadi takut kawin. Eh, maksudnya nikah," ungkap Intan sambil bergidik."Gue merinding dengernya, Tan, apa malam pertama sampai sebegitunya ya?" tanyaku sambil terus mempertajam indra pendengaranku.Suara rintihan itu masih terdengar walau samar terbawa angin malam.Keluarga Pak Cipto, baru saja selesai mengadakan resepsi pernikahan anaknya yang bernama Arif. Mendengar cerita dari Nenek, ternyata satu keluarga Pak Cipto terkesan dingin dan misterius. Mereka jarang berbaur dengan para tetangga.Pernah aku mencoba menyapanya saat berpapasan di jalan. Tapi, sapaanku tidak dihiraukannya. Aku Melly dan juga Intan sepupuku sedang liburan di rumah Nenek, yang berada di Jawa Tengah. Karena aku dan Intan bar
JERITAN MALAM PENGANTIN part 2Allahu Akbar ... Allahu Akbar ....Suara azan Subuh menggema di musala desa.Aku dan Intan segera beranjak dari tempat tidur, untuk menunaikan salat subuh."Lu mau mandi dulu, Mel?" tanya Intan yang masih memejamkan matanya, sambil bersandar di pintu dapur."Nggak, nanti aja. Airnya dingin banget, bisa beku gue mandi gini hari,""Ya udah cuci muka sama gosok gigi aja, abis itu ambil wudu. Nenek udah nungguin tuh buat jama'ah."Lalu aku dan Intan pun mencuci muka serta gosok gigi. Kemudian kami bergantian untuk mengambil wudu."Kakek ke mana, Nek?" tanyaku sambil memakai mukena."Jama'ah di musala sama Paklik Mulyono."Kemudian kamipun menunaikan salat Subuh berjama'ah."Assalamu'alaikum Warahmatullah ....""Assalamu'alaikum Warahmatullah ...."Setelah salat subuh, kamipun beralih ke dapur untuk membantu Nenek membuat sarapan.Nenek masih memasak menggunakan tungku kayu, padahal kompor gas ada. Tapi Nenek lebih suka memasak menggunakan kayu. Katanya, kala
JERITAN MALAM PENGANTIN part 3Nenek, Kakek juga Paklik Mulyono sudah bersiap-siap akan pergi menghadiri acara khitanan cucu Bude Tiwi di desa sebelah.Mungkin juga mereka akan menginap di sana sampai acara selesai. Bude Tiwi ini masih saudara jauh Kakek, aku dan Intan memilih untuk di rumah saja. "Jangan lupa pintu dan jendela dikunci ya!" titah Nenek sambil memakai hijab."Iya, Nek. Kalau bisa jangan menginap ya?!" pinta Intan."Nggak enak kalau nggak nginep, pasti di sana bantu-bantu juga. Kamu disuruh ikut malah nggak mau.""Sempit, Nek, di sana. Mau tidur di kebun? Mending aku di rumah," jawab Intan.Aku hanya menatap Nenek saja yang dari tadi sibuk merapihkan hijabnya. Kadang aku lucu melihat tingkah Nenek, sudah benar-benar aku pakaikan hijab dengan rapih. Tetapi Nenek malah merubahnya lagi."Mel, kamu juga nggak mau ikut?" tanya Kakek."Kalau aku ikut si Intan sendirian dong di rumah,""Ya sudah kalian baik-baik di rumah. Jangan keluyuran malam-malam. Kalau tidak, ajak teman-
JERITAN MALAM PENGANTIN part 4Sementara Intan jatuh pingsan, kini aku yang diam mematung di hadapan sosok tanpa kepala tersebut.Kenapa aku tidak ikut pingsan saja seperti Intan? Kenapa malah diam di tempat seperti ini. Badanku sama sekali tidak bisa digerakan, seolah terhipnotis dengan sosok tanpa kepala.Batinku menjerit, berkata ingin pergi. Tapi tubuhku tetap mematung. Keringat sebesar biji jagung telah membanjiri tubuhku. Gelegar petir serta hujan yang masih turun menambah keseraman ini. Aku di hadapkan dengan wujud yang sangat mengerikan. Sementara itu, tepat di samping sosok wujud tanpa kepala itu, ada sosok lain yang menatapku tajam. Badannya berbulu, besar, serta mempunyai mata merah dan taring yang panjang.Allah ... napasku tercekat, seperti dicekik oleh seseorang.Sebisa mungkin aku terus membaca ayat-ayat Al-Qur'an di dalam hati, agar tubuhku tidak terkunci seperti ini.Perlahan, wujud tanpa kepala itu berjalan terseok-seok. Aku baru menyadari, bahwa sepertinya ini tubu
JERITAN MALAM PENGANTIN part 5"Janc*k!" teriak Hanif berlari sambil memegangi handuk yang melingkari pinggangnya."Kalian pada kenapa sih? Kenapa pada lari-larian gitu?" tanya Kak Sarah panik."Demit sial. Tuh, ada di dapur.""Panik sih panik, itu celana dipakai dulu sana," ujar Irma melihat Hanif dengan pandangan aneh."Gue lupa. Ya udah gue pakai di pojokan aja, jangan pada ngintip lu semua!""Rugi gue liatin lu pakai celana, menodai mata gue aja!" ketus Irma sambil menutup wajahnya dengan tangan.Cetlek!Tiba-tiba lampu padam. Di dalam rumah tampak gelap gulita. Ka Sarah langsung mengintip ke jendela, ternyata bukan hanya rumah Nenek yang lampunya mati. Tapi semuanya padam.Teror, lampu mati. Lengkap sudah kini penderitaan kami.Dug ....Dug ....Dug ...."Siapa yang malam-malam dan mati lampu gini main bola sih? Kurang kerjaan banget, udah gitu hujan deras lagi. Gila apa ya, tuh, orang!" maki Hanif."Entah, coba lu tengok, Nif!" ucapku sambil menyinari ruang dengan lampu ponselku
Setelah kurang lebih dua puluh menit perjalanan menuju rumah Kak Sarah. Akhirnya kami sampai juga, kami disambut oleh keluarga Kak Sarah. Keluarga Kak Sarah nampak sangat panik. Terutama ayahnya Kak Sarah."Ayo kalian masuk. Langsung mandi dan ganti baju, setelah selesai mandi kumpul di ruang tamu!" tegas ayahnya Kak Sarah.Kami semua masuk ke dalam rumah Kak Sarah dan bergantian untuk mandi.Kepalaku terasa nyeri akibat benturan tadi, sedangkan Intan terlihat masih syok atas kejadian yang menimpa kita semua.Benar-benar malam yang sangat menyeramkan. Ketika kita panik, otak tak mampu berpikir dengan jernih. Segala sesuatu pasti dilakukan terburu-buru dan gegabah."Gue, mau pulang aja ke Jakarta," ucap Intan tiba-tiba dengan terisak."Sabar, Tan. Kalau kita pulang, terus siapa yang bakal mengungkap misteri ini? Bukankah sebelumnya kita juga pernah seperti ini?" jawabku sambil memegangi kepala yang masih nyeri."Dulu kita pulang ke Jakarta. Terus apa? Arwah itu meneror kita juga kan sa