Bab 16Ronald telah Kembali"Ya udah! Sekarang minum obat, ya!"Naura mengulurkan obatnya. Setelah selesai minum obat, Bagas berbaring lagi."Terimakasih, sayang!" ujar Bagas."Sama-sama," jawab Naura sembari tersenyum."Semalam kenapa bisa basah gitu bajunya? Kena flu kan, jadinya?" tanya Naura.Bagas berpikir sejenak. Dia menghela napas."Ceritanya ntar aja, ya. Ini kepalaku pusing banget," ujar Bagas."Ya udah, bobok lagi sana!" jawab Naura, lalu membetulkan letak selimut suaminya. Setelah Bagas merasa nyaman dengan posisinya, Naura segera keluar kamar."Bagaimana kondisi, Bagas?" tanya Bunda Bagas."Bunda! Kapan datang?" tanya Naura, lalu mencium tangan bundanya."Barusan! Ini bunda bawakan sup ayam! Bagas kalau sakit, sukanya makan sup ayam! Bagas sudah makan?" "Sudah, Bun! Tadi Naura buatkan bubur ayam! Ini sup ayam buat nanti siang aja ya, Bun?" "Iya, Sayang! Gak papa. Bagas bagaimana kondisinya?""Masih pusing katanya. Itu tadi habis minum obat, terus tidur.""Bagas itu gak
Bab 17Kecelakaan"Kakak belum makan?" tanya Kirana. Dia segera mengeluarkan kotak bekal yang dibawanya."Kamu juga belum makan?" "Belum, Kak! Tadi itu, rencananya aku akan makan setelah mengantar bekal dan mengembalikan payung kak Bagas. Tapi, dia hari ini tidak masuk kantor.""Kamu bertemu dia?" tanya Ronald penasaran."Iya, kak. Semalam!" Lalu, Kirana menceritakan pertemuannya tadi malam dengan Bagas."Ternyata, dia masih peduli sama kamu, ya?" ujar Ronald."Kak Bagas dari dulu memang baik. Kalaupun tadi malam itu bukan aku, pasti dia juga tetap menolongnya! Udah ah, ayo makan dulu!" ujar Kirana.Mereka makan siang sembari mengobrol ringan. Setelah selesai,mereka bersama-sama mengepak barang-barang milik Kirana."Ini sudah semua?" tanya Ronald."Iya, Kak! Aku gak punya banyak barang!" ujarnya."Ya sudah! Ayo!"Mereka segera meluncur ke apartemen milik Ronald. Apartemen yang menjadi saksi bisu kisah mereka di belakang Bagas, dulu."Kak, apa aku harus tinggal disini? Aku kost aja, y
Bab 18KONDISI NAURA"Halo! Gue Nico!""Ada apa? Mana Naura?" tanya Bagas emosi."Sekarang, kami ada di rumah sakit Cipta Husada. Sebaiknya kamu segera ke sini.""Apa yang terjadi?" tanya Bagas panik."Naura … dia terjatuh dari tangga," ujar Nico."Apa?" Bagas segera mematikan sambungan ponselnya dan berlari menuju tempat parkir. Dia melajukan mobilnya dengan kencang menuju rumah sakit."Semoga kamu dana anak kita baik-baik saja,Sayang!" gumam Bagas. Setelah sampai, Bagas segera menghubungi ponsel Naura."Dimana kalian?" tanya Bagas setelah ponselnya diangkat."Kami masih di UGD," jawab Nico. Bagas segera berlari ke arah UGD. Dari jauh, terlihat Nico dan Prilly. "Bagaimana keadaan Naura?" tanya Bagas."Masih ditangani dokter," jawab Nico."Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana dia bisa jatuh dari tangga?" tanya Bagas. "Tadi, sepulang kuliah, kami berencana hangout bareng. Pas mau keluar kelas,Naura izin ke toilet dulu. Kami disuruh menunggu di mobil. Tak lama setelah kami tiba di
Bab 19Kepulangan Marchel"Sus, sudah semalaman istri saya kok belum sadar?" tanya Bagas."Sabar dulu ya, Pak! Didoakan saja, semoga Ibu cepat sadar. Ini semuanya sudah normal, kok. Kalau begitu, saya permisi, Pak! Selamat pagi!""Selamat pagi!"Bagas kembali duduk di dekat Naura sembari menggenggam tangan istrinya.Tiba-tiba, pintu ruangannya terbuka."Bagas!"Bagas menoleh."Marchel!" Bagas segera bangkit dan memeluk sahabatnya itu."Maaf, aku baru bisa kesini sekarang," tanya Marchel."Iya, Chel, aku ngerti. Kamu mau pulang saja, aku udah seneng banget.""Bagaimana keadaan Naura?" tanya Marchel. Mereka berbincang sembari duduk di sofa yang disediakan."Masih belum sadar.""Aku ikut berduka cita tentang putra kalian. Sudah dimakamkan?" tanya Marchel. "Rencananya pagi ini. Papa sudah menyiapkan semuanya," jawab Bagas sendu.Marchel menepuk pundak sahabatnya."Kamu yang sabar, ya! Kamu harus kuat!" Marchel memeluk sahabatnya. Bagas kembali menitikkan air mata. Kesedihan masih mengg
Bab 20Alvaro Fauzan Ardiansyah"Sudah siap, sayang? Ayo, kita pulang!" Bagas keluar membawa barang-barang mereka. Sementara Naura disampingnya, didorong oleh suster menggunakan kursi roda.Setelah menata semua barang, mereka segera meluncur. Bagas menjalankan mobilnya dengan santai. Tiba-tiba, dia membelokkan mobilnya."Lho, sayang! Ini mau kemana? Aku mau langsung pulang, pengen lihat anak kita!" protes Naura.Bagas hanya menanggapinya dengan senyuman. Dia terus melajukan mobilnya dengan tenang. Naura yang tidak ditanggapi, akhirnya diam dan menurut.Perlahan, mobil Bagas menepi dan berhenti di sebuah pemakaman umum. Naura menjadi semakin bingung. "Sayang, kita ngapain kesini?" tanya Naura bingung.Bagas segera melepas seatbeltnya dan turun dari mobil. Dia mengitari badan mobil, mengambil kursi roda, lalu membukakan pintu untuk Naura.Dengan wajah kebingungan, Naura membiarkan Bagas memindahkannya ke kursi roda dan mendorongnya memasuki area pemakaman. Tak lama kemudian, Bagas men
Bab 21PenyelidikanNaura menikmati setiap sentuhan dari petugas itu. Rasanya, sangat nyaman. Tak terasa, empat jam sudah mereka menjalani perawatan. Saat ini, jam sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB."Nah, kalo gini kan badan jadi seger. Ayo, sekarang kita makan siang di resto sebelah saja! Saya sudah lapar sekali," ajak Mama Naura."Ayo, Jeng!" Mereka bertiga melangkahkan kaki menuju resto tersebut. Saat sedang menunggu makanan datang, tiba-tiba ada yang datang menyapa. "Naura! Kamu Naura, kan?"Naura mengernyitkan dahi. Dia mencoba mengingat-ingat siapa wanita ini."Kamu … Alice, kan?" tanya Naura ragu."Iya, benar! Aku Alice!" ujarny sembari tersenyum."Kamu temannya Naura? Ayo, duduk! Gabung sini!" ujar Bunda Bagas."Terimakasih, Tante!" ujar Alice."Mau pesan apa? Tadi, kami sudah pesan!" ujar Mama Naura."Gak usah, Tante! Saya sudah makan, kok! Ini tadi mau pulang! Kebetulan aja melihat Naura!""Teman kuliah? Kok Tante gak pernah lihat?""Bukan, Tante! Saya adiknya kak Ronald,
BAB 22Kembali Masuk KuliahBagas menghembuskan napas panjang."Sebenarnya, ada yang belum gue ceritakan," ujar Bagas lirih."Mengenai apa?" tanya Marchel penasaran."Operasi Naura."*************************************"Kondisi Ibu Naura kritis. Benturan di perutnya mengakibatkan pendarahan hebat sehingga Ibu Naura kehilangan banyak darah." Dokter tersebut memberi penjelasan."Tolong lakukan yang terbaik untuk istri saya, Dok! Berapapun biayanya!" ujar Bagas."Tentu, Pak! Kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien kami. Hanya saja, ada yang perlu Bapak ketahui.""Apa, Dok! Tolong jelaskan!""Benturan tadi mengakibatkan memar pada bayinya. Ditambah lagi dengan pendarahan hebat yang mengakibatkan Ibu Naura menjadi lemah, janinnya pun ikut melemah. Dan, janinnya tidak bisa diselamatkan.""Maksud Dokter?" tanya Bagas tak paham."Ibu Naura mengalami keguguran. Demi keselamatan Ibu Naura, janinnya harus segera dikeluarkan."Bagas merasa sangat sedih. Buah hati yang mereka tunggu, kini
Bab 23PERMINTAAN ALICE"Naura tuh, bikin gara-gara," adu Prilly."Cie … dia ngadu!" goda Naura,lalu tertawa terbahak."Naura!" teriak Prilly kesal. Nico hanya geleng-geleng kepala melihat dua wanita yang bersahabat itu."Sudah! Pagi-pagi sudah ribut aja! Ayo, masuk! Pak Pramono udah jalan tuh!" ujar Nico sembari menunjuk dosen mereka.Seusai jam kuliah, mereka segera meluncur menuju cafe tujuan mereka. Mereka memilih duduk di rooftop sembari menikmati pemandangan kota."Ra, ini kalung kamu! Maaf, baru bisa ngembaliin sekarang! Itu kemarin putus, jadi aku bawa ke toko perhiasan untuk memperbaikinya," ujar Nico sembari menyerahkan seutas kalung.Naura mengernyit heran. "Ini bukan punyaku!" sahut Naura. Naura memperhatikan kalung tersebut."Masak, sih? Kalung itu ada di genggaman tangan kamu saat kejadian itu," ujar Nico. "Beneran!" sahut Naura."Trus, ini punya siapa dong?" tanya Prilly.Naura mencoba mengingat-ingat kejadian tersebut. Saat itu, dia hendak menuruni tangga. Di saat y