Beranda / Romansa / JODOH DEPAN RUMAH / Saling Membuka Hati

Share

Saling Membuka Hati

Penulis: Rara Qumaira
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-08 19:50:29

Bab 5

Saling Membuka Hati

Tanpa terasa, pernikahan mereka sudah berjalan 3 bulan. Selama ini, mereka rutin setiap Minggu mengunjungi orang tua mereka. Mereka tidak pernah mengizinkan orang tua mereka mengunjungi apartemen. Takut ketahuan tidur terpisah. He……

Ting... tong….

Bel rumah berbunyi.

Begitu pintu terbuka," Kejutan…."

Naura hanya bisa melongo melihat siapa yang datang.

"Mama? Bunda?"

"Kenapa wajah kamu seperti itu? Sepertinya tidak senang melihat kami datang," tanya bunda Bagas. 

"Bukan begitu, Bun. Naura hanya kaget saja. Ayo masuk, Bun, Ma!" ujar Naura.

"Bagas belum pulang?"

"Belum Bun. Katanya hari ini mau lembur. Tapi dia janji sudah pulang pas makan malam."

"Dia sering lembur gitu?"

"Gak kok, Ma. Hanya sesekali saja."

"Ya udah, ayo, Mama bantu siapkan makan malam. Tadi, kita udah masak banyak. Nanti kita makan sama-sama."

"Iya,ma. Ayo!"

"Ra, Bunda mau ke toilet dulu ya!"

"Iya, Bun. Sudah tahu letaknya kan?"

"Sudah. Tenang saja. Kamu masak sana sama mamamu."

*************

"Lama amat, Jeng, di toiletnya?" tanya Mama ketika melihat melihat bunda datang.

Bunda hanya tersenyum tanpa menjawab. Ada yang aneh dengan ekspresi wajahnya. Duh, kok aku jadi grogi ya. 

"Ada apa, Jeng? Kok kelihatan tegang gitu?" tanya Mama. 

Sepertinya, Mama juga menyadari ada yang tidak beres dengan bunda.

"Naura, Bunda mau bicara."

"Ada apa ini Jeng?" tanya Mama penasaran. Kami duduk bersama di ruang makan. 

"Naura!"

"Iya, Bun! Ada apa ya?" jawab Naura grogi. Dia bingung, apa yang terjadi sebenarnya?

"Kamu jawab pertanyaan Bunda dengan jujur. Apa benar dugaan Bunda kalo selama ini kalian tidur terpisah? Kalian tidak tidur sekamar?"

"Apa? Jeng Salma serius? Naura, apa benar yang dikatakan Jeng Salma? Ayo, jawab!"

Naura menunduk terdiam. Dia bingung harus menjawab apa. 

"Nura! Kenapa diam saja! Ayo, jawab!" ujar Mamanya emosi.

"Sabar, Jeng! jangan dibentak! Naura, jawablah dengn jujur!"

"I … iya, Bun," jawabku sambil menunduk. 

"Kenapa?"

"Sebenarnya….." Belum sempat Naura memberikan alasan, tiba-tiba Bagas datang.

"Assalamualaikum…." Mereka serentak menoleh. 

Alhamdulillah, kak Bagas sudah pulang. Batin Naura. Jadi, dia gak harus menghadapi ini sendiri. 

"Bunda! Mama! Kok main ke sini gak bilang-bilang dulu sih?"

Kak Bagas menatap kami curiga.

"Ada apa ini, Bun?"

"Bagas, duduk!" perintah Bunda.

"Sekarang Bunda mau tanya. Dan jawab pertanyaan Bunda dengan jujur. Apa benar selama ini kalian tidak tidur sekamar?"

Bagas menatap Naura dengan tanda tanya. Yang ditatap hanya bisa menunduk. Tak tahu harus bagaimana.

"Siapa yang bilang seperti itu, Bun?"

"Tidak ada. Tadi Bunda ke toilet dan melihat-lihat apartemen kamu. Ternyata, barang-barang kalian ada di kamar yang terpisah. Dan Naura juga sudah mengakuinya. Kenapa, Bagas? Kalian ini sudah sah menjadi suami istri."

"Maafkan kami, Bun! Pernikahan kami terlalu mendadak. Kami belum siap. Kami juga tidak saling mencintai."

"Itu bukan alasan. Kalian ini sudah menikah. Harusnya kalian belajar saling terbuka. Bukan malah tidur sendiri-sendiri," omel Bunda.

"Bagas, sekarang kamu bantu Naura memindahkan semua barang-barangnya ke kamar kamu. Mulai sekarang kalian harus tidur sekamar. Apa perlu, Bunda tinggal disini untuk mengawasi kalian?"

"Gak usah, Bun. Gak perlu. Kami akan melakukannya. Ayo, Ra! Kita pindahkan barang-barangmu!" jawab Bagas dengan grogi. Dia segera menarik tangan Naura.

"Ayo, Kak!"

Mereka segera menuju ke kamar Naura dan memindahkan semua barang-barang. Mereka bekerja dalam diam. Pikiran mereka berkecamuk. 

"Bagaimana ini, Jeng? Apa sebaiknya mereka kita ajak tinggal di rumah saja agar lebih mudah mengawasi?" tanya mama Naura.

"Saya rasa tidak perlu, Jeng. Kita lihat dulu perkembangannya. Mereka jangan terlalu ditekan. Takutnya malah tidak nyaman. Untuk sementara ini sudah cukup."

"Baiklah, Jeng. Saya ikut kata Jeng Salma saja. Ya udah, ayo, lanjut menyiapkan makan malam. Ini kurang sedikit lagi. Mereka pasti lapar setelah kerja keras."

"Iya, Jeng. Mari saya bantu."

Tepat pukul 19.00 WIB, Naura dan Bagas sudah selesai. Mereka sangat kelelahan dan terduduk lemas di sofa.

"Duh, Ra! Barang lo banyak banget! Gila, gue capek banget!" ujar Bagas.

"Emangnya gue gak capek? Itu aja masih berantakan semua."

"Udah, beresinnya ntar aja sambil jalan. Yang penting, semua sudah dipindahkan ke sini."

"Waduh … capek banget kayaknya! Ayo, makan dulu! Ntar dilanjut lagi beberesnya!"

Mereka makan sambil berbincang ringan. Suasana seperti inilah, yang dirindukan Naura. Setelah selesai makan malam, Mama Naura dan Bunda Bagas pamit. 

"Bagas, Bunda pulang dulu. Kunci kamar satunya Bunda bawa. Awas, kalo sampai ketahuan kalian tidur terpisah lagi, apartemen ini Bunda pasang cctv!"

"Iya, Bun! Kami akan tidur sekamar. Ya kan, Ra?"

"Kok masih Ra panggilnya? Pake panggilan sayang dong!" perintah sang Bunda. 

Bagas hanya bisa menghela nafas menanggapi permintaan sang bunda.

"Iya, Bun! Kami akan tidur sekamar. Ya kan, Sayang?" ucap Bagas akhirnya.

"I … iya, Sayang. Bunda gak usah kuatir," jawab Naura gugup.

"Ya sudah, Bunda pamit dulu. Titip mantu Bunda. Jangan dibikin nangis! Naura sayang, Bunda pulang dulu ya."

"Iya, Bun. Hati-hati di jalan!"

"Naura, Mama pulang dulu. Bagas, Mama pulang ya!"

"Iya, Ma. Hati-hati! Salam buat Papa!"

Setelah melepas kepergian Mama dan Bunda, mereka masuk ke kamar. Bagas langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah itu ganti Naura. Sambil menunggu Naura, Bagas bermain ponsel sambil duduk bersandar di tempat tidur.

"Naura, Kakak mau bicara sebentar! Ayo, duduk sini!" ujar Bagas saat melihat Naura keluar. 

"Iya, Kak. Ada ada?"

"Kamu tahu kan, maksud permintaan Bunda tadi? Bunda bukan hanya minta kita tidur satu kamar, tapi beliau juga ingin kita menjalani pernikahan yang sesungguhnya. Kakak tahu kamu tidak nyaman, begitu juga Kakak. Tapi, seperti yang Bunda bilang tadi. Kita sudah sah menikah."

"Maksud Kakak apa? Apa Kakak mau minta kita melakukan itu?" tanya Naura sambil tergidik ngeri.

Bagas tersenyum simpul.

"Tidak. Kakak tahu kamu belum siap. Kita mulai dari yang sederhana saja. Pertama, hilangkan kata lo gue. Kedua, Kakak minta mulai sekarang kita mulai saling membuka hati. Bagaimana menurutmu?"

Naura mengangguk tanda setuju.

"Iya, Kak, saya setuju. Tapi……"

"Tapi apa, Ra?"

"Tapi ... apa kakak sudah bisa melupakan kak Kirana?" tanya Naura hati-hati.

"Jujur, kakak belum 100% move on. Tapi, dia sudah meninggalkan Kakak. Jadi, dia sudah Kakak anggap sebagai masa lalu. Dan, kamu adalah masa depan Kakak."

Naura yang mendengar perkataan Bagas tersipu malu. 

"Bagaimana kalau suatu saat kak Kirana kembali dan ngajak kakak balikan?" tanya Naura sendu. Sebenarnya, ini yang dia takutkan. Itulah kenapa, selama ini,dia berusaha menjaga hatinya agar tidak jatuh cinta kepada Bagas. 

Kebersamaan merek selama tiga bulan, memberikan warna tersendiri kepada Naura. Dia sudah mulai merasakan kenyamanan saat bersama Bagas.

"Gak usah mikir yang gak-gak. Pikirin aja yang sekarang. Bagaimana hubunganmu dengan Nico?" lanjut Bagas.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • JODOH DEPAN RUMAH   BAB 52 EKSTRA PART

    Bab 51EKSTRA PART"Sayang, besok aku izin keluar ya!" ujar Kirana kepada Ronald."Mau kemana?" tanya Ronald."Ke rumah sakit.""Kamu sakit?" tanya Ronald panik."Gak, Sayang! Jadi, ceritanya itu akhir-akhir ini kan Axel sering sakit, trus beberapa kali mimisan. Akhirnya, aku periksakan ke dokter. Nah, sama dokternya disuruh periksa ke lab. Takutnya, ada yang serius." Kirana memberi penjelasan."Kenapa gak pernah cerita? Itu periksa ke labnya kapan?""Sekitar … dua minggu sebelum pernikahan kita," ujar Kiran sambil mengingat-ingat."Sebelum kamu nemuin Papa dan nglamar aku.""Itu sudah lama sekali, lho!" protes Ronald."Iya sih. Kata petugas labnya, perkiraan dua minggu hasilnya keluar. Tapi kemarin itu ternyata lebih. Baru tiga hari yang lalu dikabari kalau hasilnya sudah keluar.""Trus, kenapa gak langsung diambil?" "Lha kita kan posisinya masih bulan madu. Aku gak mau merusak suasana. Kalau sekarang kan, kita sudah di rumah. Makanya mau tak ambil."Ronald menghela nafas panjang."

  • JODOH DEPAN RUMAH   BAB 50 PERTEMUAN PERTAMA

    Bab 50PERTEMUAN PERTAMA“Oya, siapa nama anak kita?” tanya Ronald.” Axel Dharmendra Wibawa,” sahut Kirana.“Kamu tidak memasukkan namaku?” protes Ronald.“Aku gak yakin kamu mau mengakuinya, jadi aku memasukkan nama Papa.”“Setelah kita menikah, aku akan menggantinya menjadi Axel Dharmendra Baskoro,” ujar Ronald.“Terserah kamu sajalah.”“Oya, dia pulang sekolah jam berapa?” tanyanya.“Jam 14.00 WIB.”“Nanti aku ikut jemput, ya?” tanya Ronald.“Yakin?”“Iya, dong! Aku sudah tidak sabar!” ujar Ronald.“Dia pasti senang,” ujar Kirana.“Apa yang kamu katakan padanya saat dia menanyakan Papanya?” tanya Ronald penasaran.“Aku bilang sama dia kalau Papanya sedang bekerja di tempat yang jauh mencari uang yang banyak buat dia.”“Trus, dia jawab apa?”“Awalnya gak banyak protes, tapi akhir-akhir ini dia selalu bilang kalau dia tidak butuh uang yang banyak. Dia hanya ingin punya Papa seperti teman-temannya,” sahut Kirana. Dia tampak sedih mengingat pembicaraannya dengan Axel kala itu.Ronald

  • JODOH DEPAN RUMAH   PERJUANGAN RONALD

    Bab 49PERJUANGAN RONALD"Aku sudah meletakkan surat pengunduran diriku di meja Pak Ronald.""Kamu yakin? Aku bisa memindahkan kamu ke divisi lain kalau tidak suka disana.""Gak perlu, Pak! Saya ada alasan lain mengapa harus resign.""Baiklah, kalau memang itu keinginanmu. Aku tidak memaksa.""Ya sudah, Pak, saya pamit ya!" Usai Kirana meninggalkan kantor, tak lama kemudian Ronald datang. Dia sangat terkejut mendapati surat pengunduran diri Kirana. Dia lebih terkejut lagi mendapati hasil tes DNA delapan tahun yang lalu."Jadi, anak itu adalah anakku," ujar Ronald lirih. Ronald tampak syok. Bergegas dia melangkah ke ruangan Sakti."Apa Kirana tadi kesini?" tanya Ronald."Iya Pak, hanya mampir sebentar lalu pulang. Ada apa Pak?" tanya Sakti heran."Gak ada. Terimakasih," ujarnya, lalu meninggalkan ruangan Sakti. Sakti memandang kepergian Ronald dengan miris. Dia tahu, ada sesuatu antara Kirana dan Ronald. Sepertinya, dia harus bersiap patah hati. Ronald segera melajukan kendaraanny

  • JODOH DEPAN RUMAH   BAB 48 MENGUNDURKAN DIRI

    BAB 48MENGUNDURKAN DIRI“Saya temannya Mama kamu,” sahut Bagas.“Oya? Wah ... kebetulan sekali! Apa kamu juga teman Papa aku?” tanya Axel polos.Bagas memandang Mama Kirana mencari jawaban.“Axel, ayo temannya diajak masuk!” ujar Mama Kirana.“Gak usah, Tante! Kami langsung pulang saja!” sahut Bagas.“Papa, kami mau kue!” rengek Kayla.“Mau kue yang mana? Sini, Oma ambilkan!”Mama Kirana menggiring Kayla dan Keysha ke bagian etalase kue.Sekarang, tinggal Bagas berdua dengan Axel.“Om, apa Om kenal dengan Papa aku?” tanya Axel lagi."Memangnya Mama kamu bilang apa?" tanya Bagas."Kata Mama, Papa sedang bekerja di tempat yang jauh. Kalau Om ketemu Papaku, tolong katakan padanya, aku gak minta uang yang banyak. Aku juga gak akan minta dibelikan mainan. Aku hanya ingin Papa pulang. Gak papa kita gak punya banyak uang, asalkan bisa selalu bersama," ujar Axel sendu."Bagas terharu mendengar ucapan Axel, lalu menghela napas panjang."Om memang kenal Papa kamu, tapi Om gak tahu dimana dia s

  • JODOH DEPAN RUMAH   BAB 47 QUEEN CAKE 'N BAKERY

    BAB 47QUEEN CAKE ‘N BAKERY"Pa, bagaimana kalau kita antar Axel pulang dulu? Dia belum dijemput!" ujar Kayla kepada Papanya saat dijemput pulang sekolah. Tampak, di taman Axel sedang bermain sendirian ditemani sang wali kelas. "Iya, Pa! Kasihan dia nanti sendirian!" sahut Keysha."Memangnya Axel belum dijemput?" tanya Bagas."Belum!" sahut mereka serempak."Sebentar! Papa tanya wali kelas kalian dulu!"Bagas, Kayla, dan Keysha segera menghampiri wali kelas mereka. "Selamat siang, Bu!” sapa Bagas.“Selamat siang, Pak Bagas! Ada apa, ya?” tanya Bu Dyah, walikelas mereka.“Axel kok belum pulang? Memangnya, dia belum dijemput, Bu?" tanya Bagas."Belum, Pak! Barusan mamanya telfon, katanya jemputnya agak terlambat," sahut sang wali kelas. "Bagaimana kalau dia kami antar saja? Rumahnya mana?" Wali kelas tersebut menyebutkan sebuah alamat."Kami satu arah. Bagaimana, Bu?" "Apa tidak merepotkan, Pak?""Tidak, Bu. Lagipula, sepertinya anak-anak dekat dengan dia. Mereka gak tega meninggal

  • JODOH DEPAN RUMAH   BAB 46 MENJADI SEKRETARIS RONALD

    Bab 46MENJADI SEKRETARIS RONALD"Maaf, Pak! Saya pinjam Ibu Kirana sebentar. Ada keperluan mendesak," ujar Sakti.Ronald memandang Sakti dengan tajam. "Urusan apa? Bukankah ini masih jam kerja? Lagipula, wawancaranya belum selesai," sahut Ronald tak suka."Maaf, Pak! Ini masalah keluarga dan sangat penting. Mohon pengertiannya!" ujar Sakti sopan.Ronald menatap Sakti dan Kirana bergantian. Apa hubungan Sakti dengan Kirana? Batinnya.Kirana pun memandang Sakti dengan tanda tanya."Apa kamu keluarganya?" tanya Ronald lagi.Sakti tersenyum tipis."Bukan, Pak! Hanya saja, baru saja keluarganya menghubungi," sahut Sakti."Ya sudah! Bawa dia pergi!" ujar Ronald pasrah."Terimakasih, Pak! Ayo!" ajak Sakti kepada Kirana. Dengan penuh tanda tanya, Kirana mengikuti langkah Sakti. "Ada apa?" tanya Kirana saat mereka sudah di luar ruangan."Tadi Mama kamu nelfon. Sebenarnya, beliau sudah menghubungi kamu tapi gak bisa, jadi beliau menghubungi nomor kantor," ujar sakti."Ada apa Mama nelpon?"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status