Share

Cemburu

Bab 4

Cemburu

Tiba-tiba, ada yang menyapa Naura. 

"Naura!" 

"Uhuk …." Naura tersedak. Suaranya terdengar familiar.

"Ini, minumlah!" Mereka berdua menyodorkan minuman.

"Terimakasih, Kak!" Naura menerima minuman dari Bagas. 

"Siapa dia?" tanya Bagas menunjuk pria yang ikut duduk di meja mereka.

"Kenalkan, gue Nico. Teman dekat Naura," ujar Nico sambil mengulurkan tangannya. 

"Teman dekat?" tanya Bagas sambil mengernyitkan dahi.

"Bukan, Kak! Itu …."

"Ayo kita pulang!" ujar Bagas sembari menarik tangan Naura.

********

"Maaf, Kak!" ujar Naura saat sudah di mobil.

"Jadi, elo sudah punya pacar?" tanya Bagas.

"Bukan, Kak! Nico itu hanya teman kuliah gue!"

"Sepertinya dia suka sama lo! Ya, kan?"

Naura tak menjawab. 

"Gue gak akan menghalangi lo dekat dengan siapapun, cuma pesan gue, jangan sampai orang tua kita tahu."

Naura menunduk terdiam. 

***********

Satu Minggu telah berlalu.

Hubungan mereka masih seperti sebelumnya.

"Kak, mulai besok, gue bawa mobil sendiri, ya!" ujar Nura saat makan malam.

"Memangnya kenapa? Biasanya, bareng gue!"

"Gue gak mau ngrepotin Kak Bagas terus-terusan!"

"Terserah lo, deh! Yang penting, hati-hati dan jangan keluyuran!"

"Siap, Bos! He …."

"Gue serius. Lo udah jadi tanggung jawab gue. Jadi, kalo ada apa-apa sama lo, pasti gue yang disalahin."

"Iya, iya! Bawel!" jawab  Naura sambil ngedumel.

"Apa kamu bilang?"

"He … gak kok! Ayo, lanjut makannya!"

*********

"Ra, lo bawa mobil, gak?* tanya Prilly.

"Bawa. Kenapa?" tanya Naura.

"Makan di tempat biasa, yuk! Udah lama kita gak hang out bareng!" ujar Prilly.

"Ayo!" Mereka segera berangkat. 

Tiba di lokasi,mereka memilih di pojokan. Lebih privasi. Prilly sibuk memilih menu.

"Mbak, saya pesan chicken steak, jus alpukat, sama spaghetti. Kamu apa, Ra?" tanya Prilly. 

"Samain aja."

"Oke. Masing-masing dua porsi ya,Mbak!"

"Baik,Mbak. Silahkan ditunggu!"

"Ra, gue boleh tanya gak?"

"Tanya apaan? Biasanya lo kalo mau tanya,langsung jeplak saja."

"Sialan lo! Gini! Duh, gimana ya tanyanya!" ujar Prilly sambil garuk-garuk kepala.

"Mau tanya apa, sih? Kok kelihatannya serius banget."

"Gue … mau tanya soal … soal … kak Bagas."

"Ngapain kak Bagas?"

"Belakangan ini kan, lo sering diantar jemput sama kak Bagas. Trus, si Nico cerita, katanya kapan hari pernah ketemu lo jalan sama kak Bagas. Gue mau tanya. Lo ada hubungan apa sama kak Bagas? Secara, biasanya lo itu anti banget sama dia."

Naura terdiam, lalu menunduk. Dia bingung. 

"Kenapa, Ra? Gue salah ngomong, ya?"

Naura mengangkat kepalanya.

"Gak kok. Lo gak salah. Mungkin, memang sudah saatnya lo tahu."

Lalu, Naura menceritakan semuanya. Dari rencana pernikahan Bagas, sang calon mempelai perempuan yang menghilang, hingga dia yang tiba-tiba menjadi pengantin pengganti. 

"Ya Tuhan, Ra! Kenapa gak pernah cerita, sih? Lo anggap gue apa?" ujar Prilly marah. 

"Maaf, Pril! Gue bingung mau mulai dari mana!" jawab Naura sambil menunduk.

"Trus, hubungan lo gimana sama kak Bagas?"

"Gimana apanya? Ya, gak gimana-gimana. Biasa aja."

"Lo udah ngapain aja sama dia? Jangan-jangan, lo sudah …," ujar Prilly menggantung sambil memainkan alisnya.

"Udah apaan? Jangan mikir yang aneh-aneh, deh! Kami gak ngapa-ngapain! Orang tidurnya aja pisah!" jawab Naura sewot.

"Yach … kok pisah! Kan gue kecewa jadinya! Sayang, dong, cowok cakep gitu dianggurin!"

"Sialan lo! Emang lo pikir gue cewek apaan?"

"Ha … ha… ha…." Prilly tertawa terbahak melihat muka temannya yang sudah memerah.

"Seru amat! Lagi cerita apaan, sih! Mau dong, gue diceritain!" ujar Nico yang tiba-tiba nongol.

"Nic, lo disini juga? Sama siapa?" tany Naura gugup.

"Gue tadi tanya Prilly kalian dimana. Katanya disini. Ya udah, gue susulin. Bolehkan, gue gabung makan siang?" 

"Boleh kok. Silahkan!" jawab Naura.

Mereka makan siang sambil berbincang ringan.

"Habis makan siang kalian mau kemana?" tanya Nico.

"Gue mau pulang saja. Kalo Lo, Pril?" tanya Naura kepada Prilly.

"Gue juga pulang aja deh!"

"Yach, kok pulang! Gak pengen jalan dulu kemana gitu? Gue traktir, deh!" tawar Nico.

"Wah, kalo traktiran gue mau banget. Gimana, Ra?" tanya Prilly. 

"Duh, gimana ya…." Naura tampak sedang berpikir.

"Ayolah, Ra! Dah lama kita gak hangout bareng!" rayu Prilly.

Ya udah. Tapi, jangan lama-lama, ya!"

"Sip!"

Mereka bertiga segera kembali ke mobil dan meluncur ke pusat perbelanjaan. Mereka berbelanja sambil bercanda. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dari jauh.

Setelah lelah berkeliling, mereka beristirahat di cafe sambil menikmati minuman segar.

Tanpa sengaja, mata Naura menangkap sosok yang sangat familiar sedang makan dengan seorang wanita. 

Kak Bagas. Naura merasa terbakar. Dia memang belum mencintai Bagas, tapi, melihat pria itu bersama wanita lain, dia juga tak rela. 

"Lo kenapa, Ra?" tegur Nico sambil celingukan mengikuti arah pandang Naura.

"Gue gak papa. Maaf, Nic! Gue pulang sekarang! Ayo, Pril!" ajak Naura sembari menarik tangan Prilly.

"Nic, makasih traktirannya! Kita pulang duluan!" ujar Prilly sambil berteriak. 

Nico hanya melambaikan tangannya. Dia bingung dengan perubahan sikap Naura. 

*********

Sesampainya di rumah, Naura segera membersihkan diri, lalu beristirahat. Hatinya masih sakit mengingat kejadian tadi.

Apa gue udah jatuh cinta sama kak Bagas? Gak itu gak mungkin. Ini pasti hanya perasaan gak nyaman saja. Naura bermonolog dalam hati, hingga akhirnya tertidur karena kelelahan. 

Pukul 17.00 WIB, Naura baru terbangun. Dia segera membersihkan diri, lalu bersiap  masak untuk makan malam. Tak lama kemudian, Bagas telah sampai di rumah. 

"Sepulang kuliah tadi lo kemana?" tanya Bagas.

"Gak kemana-mana," jawab Naura singkat.

"Yakin?" tanya Bagas memastikan.

"Iya. Memangnya gue harus kemana?" tanya Naura balik.

"Gak. Gue ke dalam dulu. Mau mandi." Bagas segera masuk ke kamarnya. Dia terlihat marah. 

Kenapa dia mesti bohong? Kenapa gak jujur aja. Toh, gue udah ngijinin dia dekat dengan Nico. Sial, kenapa hati gue jadi gak tenang? Masak gue bisa jatuh cinta sama dia secepat ini.  Gak mungkin. Ini gak mungkin. Batin Bagas. 

Bagas mengacak rambutnya frustasi. Dia segera mandi, dan kembali ke meja makan. 

"Kakak tadi makan siang dimana?" tanya Naura.

"Di cafe Cantika sama klien. Ada apa?"

"Gak papa."

Bagas terdiam. Melihat raut wajah Naura, dia berpikir, apa mungkin Naura tadi melihatnya?

"Ya udah, Kak. Gue capek. Mau ke dalam dulu." Naura segera masuk ke kamarnya. Hatinya benar-benar sedang kacau. 

Tok … tok … tok ….

"Ra, gue masuk, ya!" ujar Bagas.

Setelah mendapat sahutan dari yang bersangkutan, Bagas segera masuk.

"Lo gak papa? Kelihatanya lemes gitu?" tanya Bagas sembari meraba kening Naura.

"Gue gak papa, Kak. Cuma butuh istirahat saja!" jawab Naura. 

"Ya, sudah. Selamat istirahat. Jangan main ponse terus! Selamat malam!" ujar Bagas sembari membetulkan selimut Naura. Tak lupa, sebelum keluar dari kamar, dia mencium kening istrinya.

Naura yang tak siap,terkesiap kaget. Tubuhnya menegang, hingga Bagas menghilang di balik pintu. 

Naura meraba keningnya. Dia tersenyum manis. Senyum yang teramat manis.

Bab 4

Cemburu

Tiba-tiba, ada yang menyapa Naura. 

"Naura!" 

"Uhuk …." Naura tersedak. Suaranya terdengar familiar.

"Ini, minumlah!" Mereka berdua menyodorkan minuman.

"Terimakasih, Kak!" Naura menerima minuman dari Bagas. 

"Siapa dia?" tanya Bagas menunjuk pria yang ikut duduk di meja mereka.

"Kenalkan, gue Nico. Teman dekat Naura," ujar Nico sambil mengulurkan tangannya. 

"Teman dekat?" tanya Bagas sambil mengernyitkan dahi.

"Bukan, Kak! Itu …."

"Ayo kita pulang!" ujar Bagas sembari menarik tangan Naura.

********

"Maaf, Kak!" ujar Naura saat sudah di mobil.

"Jadi, elo sudah punya pacar?" tanya Bagas.

"Bukan, Kak! Nico itu hanya teman kuliah gue!"

"Sepertinya dia suka sama lo! Ya, kan?"

Naura tak menjawab. 

"Gue gak akan menghalangi lo dekat dengan siapapun, cuma pesan gue, jangan sampai orang tua kita tahu."

Naura menunduk terdiam. 

***********

Satu Minggu telah berlalu.

Hubungan mereka masih seperti sebelumnya.

"Kak, mulai besok, gue bawa mobil sendiri, ya!" ujar Nura saat makan malam.

"Memangnya kenapa? Biasanya, bareng gue!"

"Gue gak mau ngrepotin Kak Bagas terus-terusan!"

"Terserah lo, deh! Yang penting, hati-hati dan jangan keluyuran!"

"Siap, Bos! He …."

"Gue serius. Lo udah jadi tanggung jawab gue. Jadi, kalo ada apa-apa sama lo, pasti gue yang disalahin."

"Iya, iya! Bawel!" jawab  Naura sambil ngedumel.

"Apa kamu bilang?"

"He … gak kok! Ayo, lanjut makannya!"

*********

"Ra, lo bawa mobil, gak?* tanya Prilly.

"Bawa. Kenapa?" tanya Naura.

"Makan di tempat biasa, yuk! Udah lama kita gak hang out bareng!" ujar Prilly.

"Ayo!" Mereka segera berangkat. 

Tiba di lokasi,mereka memilih di pojokan. Lebih privasi. Prilly sibuk memilih menu.

"Mbak, saya pesan chicken steak, jus alpukat, sama spaghetti. Kamu apa, Ra?" tanya Prilly. 

"Samain aja."

"Oke. Masing-masing dua porsi ya,Mbak!"

"Baik,Mbak. Silahkan ditunggu!"

"Ra, gue boleh tanya gak?"

"Tanya apaan? Biasanya lo kalo mau tanya,langsung jeplak saja."

"Sialan lo! Gini! Duh, gimana ya tanyanya!" ujar Prilly sambil garuk-garuk kepala.

"Mau tanya apa, sih? Kok kelihatannya serius banget."

"Gue … mau tanya soal … soal … kak Bagas."

"Ngapain kak Bagas?"

"Belakangan ini kan, lo sering diantar jemput sama kak Bagas. Trus, si Nico cerita, katanya kapan hari pernah ketemu lo jalan sama kak Bagas. Gue mau tanya. Lo ada hubungan apa sama kak Bagas? Secara, biasanya lo itu anti banget sama dia."

Naura terdiam, lalu menunduk. Dia bingung. 

"Kenapa, Ra? Gue salah ngomong, ya?"

Naura mengangkat kepalanya.

"Gak kok. Lo gak salah. Mungkin, memang sudah saatnya lo tahu."

Lalu, Naura menceritakan semuanya. Dari rencana pernikahan Bagas, sang calon mempelai perempuan yang menghilang, hingga dia yang tiba-tiba menjadi pengantin pengganti. 

"Ya Tuhan, Ra! Kenapa gak pernah cerita, sih? Lo anggap gue apa?" ujar Prilly marah. 

"Maaf, Pril! Gue bingung mau mulai dari mana!" jawab Naura sambil menunduk.

"Trus, hubungan lo gimana sama kak Bagas?"

"Gimana apanya? Ya, gak gimana-gimana. Biasa aja."

"Lo udah ngapain aja sama dia? Jangan-jangan, lo sudah …," ujar Prilly menggantung sambil memainkan alisnya.

"Udah apaan? Jangan mikir yang aneh-aneh, deh! Kami gak ngapa-ngapain! Orang tidurnya aja pisah!" jawab Naura sewot.

"Yach … kok pisah! Kan gue kecewa jadinya! Sayang, dong, cowok cakep gitu dianggurin!"

"Sialan lo! Emang lo pikir gue cewek apaan?"

"Ha … ha… ha…." Prilly tertawa terbahak melihat muka temannya yang sudah memerah.

"Seru amat! Lagi cerita apaan, sih! Mau dong, gue diceritain!" ujar Nico yang tiba-tiba nongol.

"Nic, lo disini juga? Sama siapa?" tany Naura gugup.

"Gue tadi tanya Prilly kalian dimana. Katanya disini. Ya udah, gue susulin. Bolehkan, gue gabung makan siang?" 

"Boleh kok. Silahkan!" jawab Naura.

Mereka makan siang sambil berbincang ringan.

"Habis makan siang kalian mau kemana?" tanya Nico.

"Gue mau pulang saja. Kalo Lo, Pril?" tanya Naura kepada Prilly.

"Gue juga pulang aja deh!"

"Yach, kok pulang! Gak pengen jalan dulu kemana gitu? Gue traktir, deh!" tawar Nico.

"Wah, kalo traktiran gue mau banget. Gimana, Ra?" tanya Prilly. 

"Duh, gimana ya…." Naura tampak sedang berpikir.

"Ayolah, Ra! Dah lama kita gak hangout bareng!" rayu Prilly.

Ya udah. Tapi, jangan lama-lama, ya!"

"Sip!"

Mereka bertiga segera kembali ke mobil dan meluncur ke pusat perbelanjaan. Mereka berbelanja sambil bercanda. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dari jauh.

Setelah lelah berkeliling, mereka beristirahat di cafe sambil menikmati minuman segar.

Tanpa sengaja, mata Naura menangkap sosok yang sangat familiar sedang makan dengan seorang wanita. 

Kak Bagas. Naura merasa terbakar. Dia memang belum mencintai Bagas, tapi, melihat pria itu bersama wanita lain, dia juga tak rela. 

"Lo kenapa, Ra?" tegur Nico sambil celingukan mengikuti arah pandang Naura.

"Gue gak papa. Maaf, Nic! Gue pulang sekarang! Ayo, Pril!" ajak Naura sembari menarik tangan Prilly.

"Nic, makasih traktirannya! Kita pulang duluan!" ujar Prilly sambil berteriak. 

Nico hanya melambaikan tangannya. Dia bingung dengan perubahan sikap Naura. 

*********

Sesampainya di rumah, Naura segera membersihkan diri, lalu beristirahat. Hatinya masih sakit mengingat kejadian tadi.

Apa gue udah jatuh cinta sama kak Bagas? Gak itu gak mungkin. Ini pasti hanya perasaan gak nyaman saja. Naura bermonolog dalam hati, hingga akhirnya tertidur karena kelelahan. 

Pukul 17.00 WIB, Naura baru terbangun. Dia segera membersihkan diri, lalu bersiap  masak untuk makan malam. Tak lama kemudian, Bagas telah sampai di rumah. 

"Sepulang kuliah tadi lo kemana?" tanya Bagas.

"Gak kemana-mana," jawab Naura singkat.

"Yakin?" tanya Bagas memastikan.

"Iya. Memangnya gue harus kemana?" tanya Naura balik.

"Gak. Gue ke dalam dulu. Mau mandi." Bagas segera masuk ke kamarnya. Dia terlihat marah. 

Kenapa dia mesti bohong? Kenapa gak jujur aja. Toh, gue udah ngijinin dia dekat dengan Nico. Sial, kenapa hati gue jadi gak tenang? Masak gue bisa jatuh cinta sama dia secepat ini.  Gak mungkin. Ini gak mungkin. Batin Bagas. 

Bagas mengacak rambutnya frustasi. Dia segera mandi, dan kembali ke meja makan. 

"Kakak tadi makan siang dimana?" tanya Naura.

"Di cafe Cantika sama klien. Ada apa?"

"Gak papa."

Bagas terdiam. Melihat raut wajah Naura, dia berpikir, apa mungkin Naura tadi melihatnya?

"Ya udah, Kak. Gue capek. Mau ke dalam dulu." Naura segera masuk ke kamarnya. Hatinya benar-benar sedang kacau. 

Tok … tok … tok ….

"Ra, gue masuk, ya!" ujar Bagas.

Setelah mendapat sahutan dari yang bersangkutan, Bagas segera masuk.

"Lo gak papa? Kelihatanya lemes gitu?" tanya Bagas sembari meraba kening Naura.

"Gue gak papa, Kak. Cuma butuh istirahat saja!" jawab Naura. 

"Ya, sudah. Selamat istirahat. Jangan main ponse terus! Selamat malam!" ujar Bagas sembari membetulkan selimut Naura. Tak lupa, sebelum keluar dari kamar, dia mencium kening istrinya.

Naura yang tak siap,terkesiap kaget. Tubuhnya menegang, hingga Bagas menghilang di balik pintu. 

Naura meraba keningnya. Dia tersenyum manis. Senyum yang teramat manis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status