Share

Tidur Sekamar

Bab 6

Tidur Sekamar

"Bagaimana hubunganmu dengan Nico?" lanjut Bagas.

"Hubungan apaan? Gue sama Nico gak ada hubungan apa-apa."

"Beneran? Sepertinya, dia suka sama lo."

"Iya sih, memang benar dia suka sama gue, malah dia pernah nembak gue. Hanya saja, gue nganggap dia teman doang."

"Kenapa?"

"Ya … gak papa. Kan, emang perasaan gak bisa dipaksain." 

"Dia ganteng, lho! Pasti banyak yang suka. Meskipun, masih gantengan gue jauh sih!"

Naura tertawa terpingkal mendengar kepedean Bagas. 

"Ha … ha … ha…. Ih … Kak Bagas! Orang lagi serius juga, bisa aja bercandanya!"

"Siapa yang lagi bercanda? Emangnya kegantengan gue bercanda? Ya gak lah! Coba lihat! Di luar sana, banyak cewek-cewek ngantri pengen jadi pacar Kakak," jawab Bagas percaya diri.

Naura masih melanjutkan tawanya.

"Ya udah lah, ya. Terserah Kakak saja!"

"Apanya yang terserah? Lo gak mengakui kegantengan gue?" tanya Bagas penasaran.

"Iya, Kak Bagas yang super super ganteng. Gue percaya! Ya udah, yuk, tidur. Udah malam," ajak Naura.

"Ngapain ngajak tidur? Pengen gue peluk, ya! Atau mau yang  lain? Sini … sini…," ujar Bagas sambil merentangkan kedua tangannya dan tersenyum jahil.

"Dasar mesum!" jawab Naura sambil melempar Bagas dengan guling. Lalu, dia tidur membelakangi Bagas. Ia segera memejamkan matanya, berusaha untuk tidur.

"Hei … gak boleh lho, tidur membelakangi suami!"

Naura segera berbalik sambil mendekap gulingnya tanpa membuka matanya. 

Tidak lama kemudian dia terlelap. Bagas memandang Naura sambil tersenyum. 

"Kamu tidak berubah, Ra. Begitu nempel bantal langsung tertidur. Selamat tidur, ya! Semoga mimpi indah. Kakak janji akan berusaha mencintai kamu. Jujur, selama kebersamaan kita 3 bulan ini, kakak mulai merasakan ada yang berbeda. Walaupun kamu masih tetap gadis kecil yang manja dan cengeng, ternyata kamu juga memiliki sisi dewasa dan bertanggung jawab. Kakak rasa, kakak sudah mulai menyukai kamu. Tapi kakak belum yakin dengan perasaan kakak. Kamu bantu kakak ya? Bantu kakak untuk meyakinkan diri kakak kalau kamu memang pantas untuk menjadi istri kakak," ujar Bagas dalam hati, lalu mencium kening Naura. 

Pagi harinya,Naura terbangun. Dia merasa badannya terasa berat. Terasa seperti ada yang menindihnya. Begitu dia membuka matanya, dia melihat wajah tampan suaminya. Mereka tidur sambil berpelukan. 

Jarak mereka yang begitu dekat,membuat jantung Naura berdegup kencang. Dia tidak berani bergerak karena takut membangunkan sang suami. 

Dia hanya memandangi wajah tampan suaminya. Garis alis yang tegas,mata elang yang menyorot tajam, hidung mancung,dan bibir yang seksi. 

"Sudah puas memandangi wajah tampan suamimu?" tanya Bagas yang tiba-tiba membuka matanya. 

Naura tergeragap. Dia tidak menyangka akan terpergok.

"Siapa yang memandangi elo? GR. Udah, minggirin ini tangan lo! Gue mau bangun, mau masak buat sarapan."

Bagas malah mempererat pelukannya.

"Ih … Kak Bagas, lepasin!"

"Kamu lupa janji kita semalam? Tidak ada istilah lo gue lagi."

"Iya, Maaf. Kelupaan tadi. Udah, lepasin dulu! Aku mau masak!"

"Coba panggil sayang dulu. Kalo gak, gak tak lepasin ini."

"Ih ... kak Bagas jahil." 

Naura merajuk sambil mengerucutkan bibirnya  Bagas justru tertawa senang melihat bibir gadis itu. Terlihat lucu. 

"Bilang sayang dulu."

"Sayang, lepasin dulu ya. Aku mau mandi trus masak."

"Oke, sayang," ujar Bagas sambil mengecup kening istrinya sebelum melepas pelukannya. 

Begitu terlepas, Naura langsung kabur ke kamar mandi. Dia yakin, wajahnya kini memerah seperti kepiting rebus.  Bagas terkekeh geli melihatnya. 

Setelah selesai mandi, Naura kebingungan. Pasalnya, dia lupa membawa handuk. Cukup lama dia mondar-mandir di kamar mandi. 

Bagas yang menunggu menjadi cemas. Dia mengetuk pintu kamar mandi.

"Ra, kamu gak papa? Kok, gak keluar-keluar?" tanya Bagas.

"Kak … bisa minta tolong, gak?" tanya Naura ragu.

"Minta tolong apa? Kamu kenapa?" tanya Bagas semakin cemas.

"Tolong … ambilin  handuk piyama. Tadi, aku lupa belum bawa," ujar Naura.

Bagas tersenyum jahil. 

"Kenapa gak ambil sendiri? Aku janji gak akan ngintip, deh!"

"Kak …." Naura merengek.

Bagas terkekeh.

"Ini handuknya!" ujar Bagas.

Naura membuka pintu sedikit dan segera meraih handuk yang diulurkan Bagas. Bagas masih melanjutkan aksi jahilnya. Dia menahan handuk tersebut sehingga terjadi aksi tarik menarik. 

"Kak Bagas, jangan gitu, deh!" ujar Naura. Sepertinya, dia sudah mulai dongkol menghadapi aksi kejahilan Bagas.

Tak lama kemudian, dia keluar dari kamar mandi sambil memanyunkan bibirnya. 

"Hobi banget manyun-manyunin bibir!" sindir Bagas. 

"Biarin!" jawab Naura jutek.

Bagas menggelengkan kepalanya, lalu bergegas ke kamar mandi. Saat keluar, dia sudah tidak mendapati istrinya. 

Akhirnya, dia menyusul Naura. Dia yakin, gadis itu ada di dapur. Terlihat dari bau harum masakan.

"Masak apa?" tanya Bagas sembari mendekati Naura. 

"Jangan dekat-dekat! Duduk sana saja!" jawab Naura masih jutek.

"Dih, nyonya Bagas pagi-pagi udah galak saja! Lagi PMS, neng?" goda Bagas.

"Berani ngoceh lagi … gue lempar pake ini!" ujar Naura sambil mengacungkan sotilnya.

"Waduh, sadis! Ampun, deh! Gak lagi!" ujar Bagas sambil menangkupkan tangannya. 

Bagas mencari aman. Dia hafal, kalau Naura sudah benar-benar marah, dia tidak akan selamat. Butuh waktu berhari-hari untuk mengembalikan moodnya.

Naura menyajikan nasi goreng sosis dan secangkir kopi dalam diam. Bagas merasa tak enak. 

"Ra, rencanamu hari ini apa?" tanya Bagas.

"Gak ada," jawab Naura singkat.

"Jalan, yuk!"

Naura diam. Tak menanggapi.

"Ayolah! Mumpung hari Minggu!"rayu Bagas.

"Malas."

"Ra … maaf, deh! Jangan ngambek gitu, dong!"

Naura tetap melanjutkan makannya. Bagas mengacak rambutnya frustasi.

Ra …."

Hening.

"Ra …."

Masih hening.

"Naura Rayyani Raya binti Hendrawan."

"Apa sih? Berisik tau gak! Lanjutin makannya!" jawab Naura jutek.

"Habis ini kita jalan, ya? Kita belanja. Gimana?" tawar Bagas.

"Gak salah lo ngajak gue belanja. Gak takut, saldo ATMnya habis gue porotin?"

"Habisin aja, gak papa. Aku ikhlas lahir batin. Ntar aku bisa cari lagi," jawab Bagas sambil tersenyum manis.

"Oke. Kita ke mall. Tapi ingat,  jangan sampai lo menyesal!"

Bagas tersenyum lega. Meski masih jutek dan tadi Naura kembali menggunakan kata lo gue, Naura mau diajak jalan. 

Setelah selesai sarapan, Naura melanjutkan acara beberes rumah. Setelah selesai semuanya, mereka bersiap menuju mall. 

Kalau orang bilang, mall adalah surganya wanita, ungkapan itu benar adanya. Begitu melihat tas-tas model baru, Naura langsung sumringah bahagia. Model-model baru dan limited edition baru saja di launching. 

Dengan setia, Bagas mengikuti istrinya kesana kemari. Bahkan, tak segan, dia membawakan belanjaan istrinya. 

Saat sedang asyik belanja, tiba-tiba ada yang menghampiri Bagas. 

"Kak Bagas …!" panggil wanita itu seraya mencium pipi kanan dan kiri Bagas. 

Bagas yang tak siap, tak sempat menghindar. 

"Kamu …." ucapan Bagas terputus saking terkejutnya.

Bab 6

Tidur Sekamar

"Bagaimana hubunganmu dengan Nico?" lanjut Bagas.

"Hubungan apaan? Gue sama Nico gak ada hubungan apa-apa."

"Beneran? Sepertinya, dia suka sama lo."

"Iya sih, memang benar dia suka sama gue, malah dia pernah nembak gue. Hanya saja, gue nganggap dia teman doang."

"Kenapa?"

"Ya … gak papa. Kan, emang perasaan gak bisa dipaksain." 

"Dia ganteng, lho! Pasti banyak yang suka. Meskipun, masih gantengan gue jauh sih!"

Naura tertawa terpingkal mendengar kepedean Bagas. 

"Ha … ha … ha…. Ih … Kak Bagas! Orang lagi serius juga, bisa aja bercandanya!"

"Siapa yang lagi bercanda? Emangnya kegantengan gue bercanda? Ya gak lah! Coba lihat! Di luar sana, banyak cewek-cewek ngantri pengen jadi pacar Kakak," jawab Bagas percaya diri.

Naura masih melanjutkan tawanya.

"Ya udah lah, ya. Terserah Kakak saja!"

"Apanya yang terserah? Lo gak mengakui kegantengan gue?" tanya Bagas penasaran.

"Iya, Kak Bagas yang super super ganteng. Gue percaya! Ya udah, yuk, tidur. Udah malam," ajak Naura.

"Ngapain ngajak tidur? Pengen gue peluk, ya! Atau mau yang  lain? Sini … sini…," ujar Bagas sambil merentangkan kedua tangannya dan tersenyum jahil.

"Dasar mesum!" jawab Naura sambil melempar Bagas dengan guling. Lalu, dia tidur membelakangi Bagas. Ia segera memejamkan matanya, berusaha untuk tidur.

"Hei … gak boleh lho, tidur membelakangi suami!"

Naura segera berbalik sambil mendekap gulingnya tanpa membuka matanya. 

Tidak lama kemudian dia terlelap. Bagas memandang Naura sambil tersenyum. 

"Kamu tidak berubah, Ra. Begitu nempel bantal langsung tertidur. Selamat tidur, ya! Semoga mimpi indah. Kakak janji akan berusaha mencintai kamu. Jujur, selama kebersamaan kita 3 bulan ini, kakak mulai merasakan ada yang berbeda. Walaupun kamu masih tetap gadis kecil yang manja dan cengeng, ternyata kamu juga memiliki sisi dewasa dan bertanggung jawab. Kakak rasa, kakak sudah mulai menyukai kamu. Tapi kakak belum yakin dengan perasaan kakak. Kamu bantu kakak ya? Bantu kakak untuk meyakinkan diri kakak kalau kamu memang pantas untuk menjadi istri kakak," ujar Bagas dalam hati, lalu mencium kening Naura. 

Pagi harinya,Naura terbangun. Dia merasa badannya terasa berat. Terasa seperti ada yang menindihnya. Begitu dia membuka matanya, dia melihat wajah tampan suaminya. Mereka tidur sambil berpelukan. 

Jarak mereka yang begitu dekat,membuat jantung Naura berdegup kencang. Dia tidak berani bergerak karena takut membangunkan sang suami. 

Dia hanya memandangi wajah tampan suaminya. Garis alis yang tegas,mata elang yang menyorot tajam, hidung mancung,dan bibir yang seksi. 

"Sudah puas memandangi wajah tampan suamimu?" tanya Bagas yang tiba-tiba membuka matanya. 

Naura tergeragap. Dia tidak menyangka akan terpergok.

"Siapa yang memandangi elo? GR. Udah, minggirin ini tangan lo! Gue mau bangun, mau masak buat sarapan."

Bagas malah mempererat pelukannya.

"Ih … Kak Bagas, lepasin!"

"Kamu lupa janji kita semalam? Tidak ada istilah lo gue lagi."

"Iya, Maaf. Kelupaan tadi. Udah, lepasin dulu! Aku mau masak!"

"Coba panggil sayang dulu. Kalo gak, gak tak lepasin ini."

"Ih ... kak Bagas jahil." 

Naura merajuk sambil mengerucutkan bibirnya  Bagas justru tertawa senang melihat bibir gadis itu. Terlihat lucu. 

"Bilang sayang dulu."

"Sayang, lepasin dulu ya. Aku mau mandi trus masak."

"Oke, sayang," ujar Bagas sambil mengecup kening istrinya sebelum melepas pelukannya. 

Begitu terlepas, Naura langsung kabur ke kamar mandi. Dia yakin, wajahnya kini memerah seperti kepiting rebus.  Bagas terkekeh geli melihatnya. 

Setelah selesai mandi, Naura kebingungan. Pasalnya, dia lupa membawa handuk. Cukup lama dia mondar-mandir di kamar mandi. 

Bagas yang menunggu menjadi cemas. Dia mengetuk pintu kamar mandi.

"Ra, kamu gak papa? Kok, gak keluar-keluar?" tanya Bagas.

"Kak … bisa minta tolong, gak?" tanya Naura ragu.

"Minta tolong apa? Kamu kenapa?" tanya Bagas semakin cemas.

"Tolong … ambilin  handuk piyama. Tadi, aku lupa belum bawa," ujar Naura.

Bagas tersenyum jahil. 

"Kenapa gak ambil sendiri? Aku janji gak akan ngintip, deh!"

"Kak …." Naura merengek.

Bagas terkekeh.

"Ini handuknya!" ujar Bagas.

Naura membuka pintu sedikit dan segera meraih handuk yang diulurkan Bagas. Bagas masih melanjutkan aksi jahilnya. Dia menahan handuk tersebut sehingga terjadi aksi tarik menarik. 

"Kak Bagas, jangan gitu, deh!" ujar Naura. Sepertinya, dia sudah mulai dongkol menghadapi aksi kejahilan Bagas.

Tak lama kemudian, dia keluar dari kamar mandi sambil memanyunkan bibirnya. 

"Hobi banget manyun-manyunin bibir!" sindir Bagas. 

"Biarin!" jawab Naura jutek.

Bagas menggelengkan kepalanya, lalu bergegas ke kamar mandi. Saat keluar, dia sudah tidak mendapati istrinya. 

Akhirnya, dia menyusul Naura. Dia yakin, gadis itu ada di dapur. Terlihat dari bau harum masakan.

"Masak apa?" tanya Bagas sembari mendekati Naura. 

"Jangan dekat-dekat! Duduk sana saja!" jawab Naura masih jutek.

"Dih, nyonya Bagas pagi-pagi udah galak saja! Lagi PMS, neng?" goda Bagas.

"Berani ngoceh lagi … gue lempar pake ini!" ujar Naura sambil mengacungkan sotilnya.

"Waduh, sadis! Ampun, deh! Gak lagi!" ujar Bagas sambil menangkupkan tangannya. 

Bagas mencari aman. Dia hafal, kalau Naura sudah benar-benar marah, dia tidak akan selamat. Butuh waktu berhari-hari untuk mengembalikan moodnya.

Naura menyajikan nasi goreng sosis dan secangkir kopi dalam diam. Bagas merasa tak enak. 

"Ra, rencanamu hari ini apa?" tanya Bagas.

"Gak ada," jawab Naura singkat.

"Jalan, yuk!"

Naura diam. Tak menanggapi.

"Ayolah! Mumpung hari Minggu!"rayu Bagas.

"Malas."

"Ra … maaf, deh! Jangan ngambek gitu, dong!"

Naura tetap melanjutkan makannya. Bagas mengacak rambutnya frustasi.

Ra …."

Hening.

"Ra …."

Masih hening.

"Naura Rayyani Raya binti Hendrawan."

"Apa sih? Berisik tau gak! Lanjutin makannya!" jawab Naura jutek.

"Habis ini kita jalan, ya? Kita belanja. Gimana?" tawar Bagas.

"Gak salah lo ngajak gue belanja. Gak takut, saldo ATMnya habis gue porotin?"

"Habisin aja, gak papa. Aku ikhlas lahir batin. Ntar aku bisa cari lagi," jawab Bagas sambil tersenyum manis.

"Oke. Kita ke mall. Tapi ingat,  jangan sampai lo menyesal!"

Bagas tersenyum lega. Meski masih jutek dan tadi Naura kembali menggunakan kata lo gue, Naura mau diajak jalan. 

Setelah selesai sarapan, Naura melanjutkan acara beberes rumah. Setelah selesai semuanya, mereka bersiap menuju mall. 

Kalau orang bilang, mall adalah surganya wanita, ungkapan itu benar adanya. Begitu melihat tas-tas model baru, Naura langsung sumringah bahagia. Model-model baru dan limited edition baru saja di launching. 

Dengan setia, Bagas mengikuti istrinya kesana kemari. Bahkan, tak segan, dia membawakan belanjaan istrinya. 

Saat sedang asyik belanja, tiba-tiba ada yang menghampiri Bagas. 

"Kak Bagas …!" panggil wanita itu seraya mencium pipi kanan dan kiri Bagas. 

Bagas yang tak siap, tak sempat menghindar. 

"Kamu …." ucapan Bagas terputus saking terkejutnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cek Awe
bolak balik cerita nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status