Bab 6
Tidur Sekamar
"Bagaimana hubunganmu dengan Nico?" lanjut Bagas.
"Hubungan apaan? Gue sama Nico gak ada hubungan apa-apa."
"Beneran? Sepertinya, dia suka sama lo."
"Iya sih, memang benar dia suka sama gue, malah dia pernah nembak gue. Hanya saja, gue nganggap dia teman doang."
"Kenapa?"
"Ya … gak papa. Kan, emang perasaan gak bisa dipaksain."
"Dia ganteng, lho! Pasti banyak yang suka. Meskipun, masih gantengan gue jauh sih!"
Naura tertawa terpingkal mendengar kepedean Bagas.
"Ha … ha … ha…. Ih … Kak Bagas! Orang lagi serius juga, bisa aja bercandanya!"
"Siapa yang lagi bercanda? Emangnya kegantengan gue bercanda? Ya gak lah! Coba lihat! Di luar sana, banyak cewek-cewek ngantri pengen jadi pacar Kakak," jawab Bagas percaya diri.
Naura masih melanjutkan tawanya.
"Ya udah lah, ya. Terserah Kakak saja!"
"Apanya yang terserah? Lo gak mengakui kegantengan gue?" tanya Bagas penasaran.
"Iya, Kak Bagas yang super super ganteng. Gue percaya! Ya udah, yuk, tidur. Udah malam," ajak Naura.
"Ngapain ngajak tidur? Pengen gue peluk, ya! Atau mau yang lain? Sini … sini…," ujar Bagas sambil merentangkan kedua tangannya dan tersenyum jahil.
"Dasar mesum!" jawab Naura sambil melempar Bagas dengan guling. Lalu, dia tidur membelakangi Bagas. Ia segera memejamkan matanya, berusaha untuk tidur.
"Hei … gak boleh lho, tidur membelakangi suami!"
Naura segera berbalik sambil mendekap gulingnya tanpa membuka matanya.
Tidak lama kemudian dia terlelap. Bagas memandang Naura sambil tersenyum.
"Kamu tidak berubah, Ra. Begitu nempel bantal langsung tertidur. Selamat tidur, ya! Semoga mimpi indah. Kakak janji akan berusaha mencintai kamu. Jujur, selama kebersamaan kita 3 bulan ini, kakak mulai merasakan ada yang berbeda. Walaupun kamu masih tetap gadis kecil yang manja dan cengeng, ternyata kamu juga memiliki sisi dewasa dan bertanggung jawab. Kakak rasa, kakak sudah mulai menyukai kamu. Tapi kakak belum yakin dengan perasaan kakak. Kamu bantu kakak ya? Bantu kakak untuk meyakinkan diri kakak kalau kamu memang pantas untuk menjadi istri kakak," ujar Bagas dalam hati, lalu mencium kening Naura.
Pagi harinya,Naura terbangun. Dia merasa badannya terasa berat. Terasa seperti ada yang menindihnya. Begitu dia membuka matanya, dia melihat wajah tampan suaminya. Mereka tidur sambil berpelukan.
Jarak mereka yang begitu dekat,membuat jantung Naura berdegup kencang. Dia tidak berani bergerak karena takut membangunkan sang suami.
Dia hanya memandangi wajah tampan suaminya. Garis alis yang tegas,mata elang yang menyorot tajam, hidung mancung,dan bibir yang seksi.
"Sudah puas memandangi wajah tampan suamimu?" tanya Bagas yang tiba-tiba membuka matanya.
Naura tergeragap. Dia tidak menyangka akan terpergok.
"Siapa yang memandangi elo? GR. Udah, minggirin ini tangan lo! Gue mau bangun, mau masak buat sarapan."
Bagas malah mempererat pelukannya.
"Ih … Kak Bagas, lepasin!"
"Kamu lupa janji kita semalam? Tidak ada istilah lo gue lagi."
"Iya, Maaf. Kelupaan tadi. Udah, lepasin dulu! Aku mau masak!"
"Coba panggil sayang dulu. Kalo gak, gak tak lepasin ini."
"Ih ... kak Bagas jahil."
Naura merajuk sambil mengerucutkan bibirnya Bagas justru tertawa senang melihat bibir gadis itu. Terlihat lucu.
"Bilang sayang dulu."
"Sayang, lepasin dulu ya. Aku mau mandi trus masak."
"Oke, sayang," ujar Bagas sambil mengecup kening istrinya sebelum melepas pelukannya.
Begitu terlepas, Naura langsung kabur ke kamar mandi. Dia yakin, wajahnya kini memerah seperti kepiting rebus. Bagas terkekeh geli melihatnya.
Setelah selesai mandi, Naura kebingungan. Pasalnya, dia lupa membawa handuk. Cukup lama dia mondar-mandir di kamar mandi.
Bagas yang menunggu menjadi cemas. Dia mengetuk pintu kamar mandi.
"Ra, kamu gak papa? Kok, gak keluar-keluar?" tanya Bagas.
"Kak … bisa minta tolong, gak?" tanya Naura ragu.
"Minta tolong apa? Kamu kenapa?" tanya Bagas semakin cemas.
"Tolong … ambilin handuk piyama. Tadi, aku lupa belum bawa," ujar Naura.
Bagas tersenyum jahil.
"Kenapa gak ambil sendiri? Aku janji gak akan ngintip, deh!"
"Kak …." Naura merengek.
Bagas terkekeh.
"Ini handuknya!" ujar Bagas.
Naura membuka pintu sedikit dan segera meraih handuk yang diulurkan Bagas. Bagas masih melanjutkan aksi jahilnya. Dia menahan handuk tersebut sehingga terjadi aksi tarik menarik.
"Kak Bagas, jangan gitu, deh!" ujar Naura. Sepertinya, dia sudah mulai dongkol menghadapi aksi kejahilan Bagas.
Tak lama kemudian, dia keluar dari kamar mandi sambil memanyunkan bibirnya.
"Hobi banget manyun-manyunin bibir!" sindir Bagas.
"Biarin!" jawab Naura jutek.
Bagas menggelengkan kepalanya, lalu bergegas ke kamar mandi. Saat keluar, dia sudah tidak mendapati istrinya.
Akhirnya, dia menyusul Naura. Dia yakin, gadis itu ada di dapur. Terlihat dari bau harum masakan.
"Masak apa?" tanya Bagas sembari mendekati Naura.
"Jangan dekat-dekat! Duduk sana saja!" jawab Naura masih jutek.
"Dih, nyonya Bagas pagi-pagi udah galak saja! Lagi PMS, neng?" goda Bagas.
"Berani ngoceh lagi … gue lempar pake ini!" ujar Naura sambil mengacungkan sotilnya.
"Waduh, sadis! Ampun, deh! Gak lagi!" ujar Bagas sambil menangkupkan tangannya.
Bagas mencari aman. Dia hafal, kalau Naura sudah benar-benar marah, dia tidak akan selamat. Butuh waktu berhari-hari untuk mengembalikan moodnya.
Naura menyajikan nasi goreng sosis dan secangkir kopi dalam diam. Bagas merasa tak enak.
"Ra, rencanamu hari ini apa?" tanya Bagas.
"Gak ada," jawab Naura singkat.
"Jalan, yuk!"
Naura diam. Tak menanggapi.
"Ayolah! Mumpung hari Minggu!"rayu Bagas.
"Malas."
"Ra … maaf, deh! Jangan ngambek gitu, dong!"
Naura tetap melanjutkan makannya. Bagas mengacak rambutnya frustasi.
Ra …."
Hening.
"Ra …."
Masih hening.
"Naura Rayyani Raya binti Hendrawan."
"Apa sih? Berisik tau gak! Lanjutin makannya!" jawab Naura jutek.
"Habis ini kita jalan, ya? Kita belanja. Gimana?" tawar Bagas.
"Gak salah lo ngajak gue belanja. Gak takut, saldo ATMnya habis gue porotin?"
"Habisin aja, gak papa. Aku ikhlas lahir batin. Ntar aku bisa cari lagi," jawab Bagas sambil tersenyum manis.
"Oke. Kita ke mall. Tapi ingat, jangan sampai lo menyesal!"
Bagas tersenyum lega. Meski masih jutek dan tadi Naura kembali menggunakan kata lo gue, Naura mau diajak jalan.
Setelah selesai sarapan, Naura melanjutkan acara beberes rumah. Setelah selesai semuanya, mereka bersiap menuju mall.
Kalau orang bilang, mall adalah surganya wanita, ungkapan itu benar adanya. Begitu melihat tas-tas model baru, Naura langsung sumringah bahagia. Model-model baru dan limited edition baru saja di launching.
Dengan setia, Bagas mengikuti istrinya kesana kemari. Bahkan, tak segan, dia membawakan belanjaan istrinya.
Saat sedang asyik belanja, tiba-tiba ada yang menghampiri Bagas.
"Kak Bagas …!" panggil wanita itu seraya mencium pipi kanan dan kiri Bagas.
Bagas yang tak siap, tak sempat menghindar.
"Kamu …." ucapan Bagas terputus saking terkejutnya.
Bab 6
Tidur Sekamar"Bagaimana hubunganmu dengan Nico?" lanjut Bagas."Hubungan apaan? Gue sama Nico gak ada hubungan apa-apa."
"Beneran? Sepertinya, dia suka sama lo."
"Iya sih, memang benar dia suka sama gue, malah dia pernah nembak gue. Hanya saja, gue nganggap dia teman doang."
"Kenapa?"
"Ya … gak papa. Kan, emang perasaan gak bisa dipaksain."
"Dia ganteng, lho! Pasti banyak yang suka. Meskipun, masih gantengan gue jauh sih!"
Naura tertawa terpingkal mendengar kepedean Bagas.
"Ha … ha … ha…. Ih … Kak Bagas! Orang lagi serius juga, bisa aja bercandanya!""Siapa yang lagi bercanda? Emangnya kegantengan gue bercanda? Ya gak lah! Coba lihat! Di luar sana, banyak cewek-cewek ngantri pengen jadi pacar Kakak," jawab Bagas percaya diri.Naura masih melanjutkan tawanya.
"Ya udah lah, ya. Terserah Kakak saja!""Apanya yang terserah? Lo gak mengakui kegantengan gue?" tanya Bagas penasaran.
"Iya, Kak Bagas yang super super ganteng. Gue percaya! Ya udah, yuk, tidur. Udah malam," ajak Naura.
"Ngapain ngajak tidur? Pengen gue peluk, ya! Atau mau yang lain? Sini … sini…," ujar Bagas sambil merentangkan kedua tangannya dan tersenyum jahil.
"Dasar mesum!" jawab Naura sambil melempar Bagas dengan guling. Lalu, dia tidur membelakangi Bagas. Ia segera memejamkan matanya, berusaha untuk tidur.
"Hei … gak boleh lho, tidur membelakangi suami!"
Naura segera berbalik sambil mendekap gulingnya tanpa membuka matanya.
Tidak lama kemudian dia terlelap. Bagas memandang Naura sambil tersenyum.
"Kamu tidak berubah, Ra. Begitu nempel bantal langsung tertidur. Selamat tidur, ya! Semoga mimpi indah. Kakak janji akan berusaha mencintai kamu. Jujur, selama kebersamaan kita 3 bulan ini, kakak mulai merasakan ada yang berbeda. Walaupun kamu masih tetap gadis kecil yang manja dan cengeng, ternyata kamu juga memiliki sisi dewasa dan bertanggung jawab. Kakak rasa, kakak sudah mulai menyukai kamu. Tapi kakak belum yakin dengan perasaan kakak. Kamu bantu kakak ya? Bantu kakak untuk meyakinkan diri kakak kalau kamu memang pantas untuk menjadi istri kakak," ujar Bagas dalam hati, lalu mencium kening Naura.
Pagi harinya,Naura terbangun. Dia merasa badannya terasa berat. Terasa seperti ada yang menindihnya. Begitu dia membuka matanya, dia melihat wajah tampan suaminya. Mereka tidur sambil berpelukan.
Jarak mereka yang begitu dekat,membuat jantung Naura berdegup kencang. Dia tidak berani bergerak karena takut membangunkan sang suami.
Dia hanya memandangi wajah tampan suaminya. Garis alis yang tegas,mata elang yang menyorot tajam, hidung mancung,dan bibir yang seksi.
"Sudah puas memandangi wajah tampan suamimu?" tanya Bagas yang tiba-tiba membuka matanya.Naura tergeragap. Dia tidak menyangka akan terpergok.
"Siapa yang memandangi elo? GR. Udah, minggirin ini tangan lo! Gue mau bangun, mau masak buat sarapan."
Bagas malah mempererat pelukannya.
"Ih … Kak Bagas, lepasin!""Kamu lupa janji kita semalam? Tidak ada istilah lo gue lagi."
"Iya, Maaf. Kelupaan tadi. Udah, lepasin dulu! Aku mau masak!"
"Coba panggil sayang dulu. Kalo gak, gak tak lepasin ini."
"Ih ... kak Bagas jahil."
Naura merajuk sambil mengerucutkan bibirnya Bagas justru tertawa senang melihat bibir gadis itu. Terlihat lucu.
"Bilang sayang dulu."
"Sayang, lepasin dulu ya. Aku mau mandi trus masak."
"Oke, sayang," ujar Bagas sambil mengecup kening istrinya sebelum melepas pelukannya.
Begitu terlepas, Naura langsung kabur ke kamar mandi. Dia yakin, wajahnya kini memerah seperti kepiting rebus. Bagas terkekeh geli melihatnya.
Setelah selesai mandi, Naura kebingungan. Pasalnya, dia lupa membawa handuk. Cukup lama dia mondar-mandir di kamar mandi.
Bagas yang menunggu menjadi cemas. Dia mengetuk pintu kamar mandi.
"Ra, kamu gak papa? Kok, gak keluar-keluar?" tanya Bagas.
"Kak … bisa minta tolong, gak?" tanya Naura ragu.
"Minta tolong apa? Kamu kenapa?" tanya Bagas semakin cemas.
"Tolong … ambilin handuk piyama. Tadi, aku lupa belum bawa," ujar Naura.Bagas tersenyum jahil.
"Kenapa gak ambil sendiri? Aku janji gak akan ngintip, deh!""Kak …." Naura merengek.
Bagas terkekeh.
"Ini handuknya!" ujar Bagas.Naura membuka pintu sedikit dan segera meraih handuk yang diulurkan Bagas. Bagas masih melanjutkan aksi jahilnya. Dia menahan handuk tersebut sehingga terjadi aksi tarik menarik.
"Kak Bagas, jangan gitu, deh!" ujar Naura. Sepertinya, dia sudah mulai dongkol menghadapi aksi kejahilan Bagas.
Tak lama kemudian, dia keluar dari kamar mandi sambil memanyunkan bibirnya.
"Hobi banget manyun-manyunin bibir!" sindir Bagas.
"Biarin!" jawab Naura jutek.
Bagas menggelengkan kepalanya, lalu bergegas ke kamar mandi. Saat keluar, dia sudah tidak mendapati istrinya.
Akhirnya, dia menyusul Naura. Dia yakin, gadis itu ada di dapur. Terlihat dari bau harum masakan.
"Masak apa?" tanya Bagas sembari mendekati Naura.
"Jangan dekat-dekat! Duduk sana saja!" jawab Naura masih jutek.
"Dih, nyonya Bagas pagi-pagi udah galak saja! Lagi PMS, neng?" goda Bagas.
"Berani ngoceh lagi … gue lempar pake ini!" ujar Naura sambil mengacungkan sotilnya.
"Waduh, sadis! Ampun, deh! Gak lagi!" ujar Bagas sambil menangkupkan tangannya.
Bagas mencari aman. Dia hafal, kalau Naura sudah benar-benar marah, dia tidak akan selamat. Butuh waktu berhari-hari untuk mengembalikan moodnya.
Naura menyajikan nasi goreng sosis dan secangkir kopi dalam diam. Bagas merasa tak enak.
"Ra, rencanamu hari ini apa?" tanya Bagas.
"Gak ada," jawab Naura singkat.
"Jalan, yuk!"
Naura diam. Tak menanggapi.
"Ayolah! Mumpung hari Minggu!"rayu Bagas."Malas."
"Ra … maaf, deh! Jangan ngambek gitu, dong!"
Naura tetap melanjutkan makannya. Bagas mengacak rambutnya frustasi.
Ra …."
Hening.
"Ra …."
Masih hening.
"Naura Rayyani Raya binti Hendrawan."
"Apa sih? Berisik tau gak! Lanjutin makannya!" jawab Naura jutek.
"Habis ini kita jalan, ya? Kita belanja. Gimana?" tawar Bagas.
"Gak salah lo ngajak gue belanja. Gak takut, saldo ATMnya habis gue porotin?"
"Habisin aja, gak papa. Aku ikhlas lahir batin. Ntar aku bisa cari lagi," jawab Bagas sambil tersenyum manis.
"Oke. Kita ke mall. Tapi ingat, jangan sampai lo menyesal!"
Bagas tersenyum lega. Meski masih jutek dan tadi Naura kembali menggunakan kata lo gue, Naura mau diajak jalan.
Setelah selesai sarapan, Naura melanjutkan acara beberes rumah. Setelah selesai semuanya, mereka bersiap menuju mall.
Kalau orang bilang, mall adalah surganya wanita, ungkapan itu benar adanya. Begitu melihat tas-tas model baru, Naura langsung sumringah bahagia. Model-model baru dan limited edition baru saja di launching.
Dengan setia, Bagas mengikuti istrinya kesana kemari. Bahkan, tak segan, dia membawakan belanjaan istrinya.
Saat sedang asyik belanja, tiba-tiba ada yang menghampiri Bagas.
"Kak Bagas …!" panggil wanita itu seraya mencium pipi kanan dan kiri Bagas.
Bagas yang tak siap, tak sempat menghindar. "Kamu …." ucapan Bagas terputus saking terkejutnya.Bab 51EKSTRA PART"Sayang, besok aku izin keluar ya!" ujar Kirana kepada Ronald."Mau kemana?" tanya Ronald."Ke rumah sakit.""Kamu sakit?" tanya Ronald panik."Gak, Sayang! Jadi, ceritanya itu akhir-akhir ini kan Axel sering sakit, trus beberapa kali mimisan. Akhirnya, aku periksakan ke dokter. Nah, sama dokternya disuruh periksa ke lab. Takutnya, ada yang serius." Kirana memberi penjelasan."Kenapa gak pernah cerita? Itu periksa ke labnya kapan?""Sekitar … dua minggu sebelum pernikahan kita," ujar Kiran sambil mengingat-ingat."Sebelum kamu nemuin Papa dan nglamar aku.""Itu sudah lama sekali, lho!" protes Ronald."Iya sih. Kata petugas labnya, perkiraan dua minggu hasilnya keluar. Tapi kemarin itu ternyata lebih. Baru tiga hari yang lalu dikabari kalau hasilnya sudah keluar.""Trus, kenapa gak langsung diambil?" "Lha kita kan posisinya masih bulan madu. Aku gak mau merusak suasana. Kalau sekarang kan, kita sudah di rumah. Makanya mau tak ambil."Ronald menghela nafas panjang."
Bab 50PERTEMUAN PERTAMA“Oya, siapa nama anak kita?” tanya Ronald.” Axel Dharmendra Wibawa,” sahut Kirana.“Kamu tidak memasukkan namaku?” protes Ronald.“Aku gak yakin kamu mau mengakuinya, jadi aku memasukkan nama Papa.”“Setelah kita menikah, aku akan menggantinya menjadi Axel Dharmendra Baskoro,” ujar Ronald.“Terserah kamu sajalah.”“Oya, dia pulang sekolah jam berapa?” tanyanya.“Jam 14.00 WIB.”“Nanti aku ikut jemput, ya?” tanya Ronald.“Yakin?”“Iya, dong! Aku sudah tidak sabar!” ujar Ronald.“Dia pasti senang,” ujar Kirana.“Apa yang kamu katakan padanya saat dia menanyakan Papanya?” tanya Ronald penasaran.“Aku bilang sama dia kalau Papanya sedang bekerja di tempat yang jauh mencari uang yang banyak buat dia.”“Trus, dia jawab apa?”“Awalnya gak banyak protes, tapi akhir-akhir ini dia selalu bilang kalau dia tidak butuh uang yang banyak. Dia hanya ingin punya Papa seperti teman-temannya,” sahut Kirana. Dia tampak sedih mengingat pembicaraannya dengan Axel kala itu.Ronald
Bab 49PERJUANGAN RONALD"Aku sudah meletakkan surat pengunduran diriku di meja Pak Ronald.""Kamu yakin? Aku bisa memindahkan kamu ke divisi lain kalau tidak suka disana.""Gak perlu, Pak! Saya ada alasan lain mengapa harus resign.""Baiklah, kalau memang itu keinginanmu. Aku tidak memaksa.""Ya sudah, Pak, saya pamit ya!" Usai Kirana meninggalkan kantor, tak lama kemudian Ronald datang. Dia sangat terkejut mendapati surat pengunduran diri Kirana. Dia lebih terkejut lagi mendapati hasil tes DNA delapan tahun yang lalu."Jadi, anak itu adalah anakku," ujar Ronald lirih. Ronald tampak syok. Bergegas dia melangkah ke ruangan Sakti."Apa Kirana tadi kesini?" tanya Ronald."Iya Pak, hanya mampir sebentar lalu pulang. Ada apa Pak?" tanya Sakti heran."Gak ada. Terimakasih," ujarnya, lalu meninggalkan ruangan Sakti. Sakti memandang kepergian Ronald dengan miris. Dia tahu, ada sesuatu antara Kirana dan Ronald. Sepertinya, dia harus bersiap patah hati. Ronald segera melajukan kendaraanny
BAB 48MENGUNDURKAN DIRI“Saya temannya Mama kamu,” sahut Bagas.“Oya? Wah ... kebetulan sekali! Apa kamu juga teman Papa aku?” tanya Axel polos.Bagas memandang Mama Kirana mencari jawaban.“Axel, ayo temannya diajak masuk!” ujar Mama Kirana.“Gak usah, Tante! Kami langsung pulang saja!” sahut Bagas.“Papa, kami mau kue!” rengek Kayla.“Mau kue yang mana? Sini, Oma ambilkan!”Mama Kirana menggiring Kayla dan Keysha ke bagian etalase kue.Sekarang, tinggal Bagas berdua dengan Axel.“Om, apa Om kenal dengan Papa aku?” tanya Axel lagi."Memangnya Mama kamu bilang apa?" tanya Bagas."Kata Mama, Papa sedang bekerja di tempat yang jauh. Kalau Om ketemu Papaku, tolong katakan padanya, aku gak minta uang yang banyak. Aku juga gak akan minta dibelikan mainan. Aku hanya ingin Papa pulang. Gak papa kita gak punya banyak uang, asalkan bisa selalu bersama," ujar Axel sendu."Bagas terharu mendengar ucapan Axel, lalu menghela napas panjang."Om memang kenal Papa kamu, tapi Om gak tahu dimana dia s
BAB 47QUEEN CAKE ‘N BAKERY"Pa, bagaimana kalau kita antar Axel pulang dulu? Dia belum dijemput!" ujar Kayla kepada Papanya saat dijemput pulang sekolah. Tampak, di taman Axel sedang bermain sendirian ditemani sang wali kelas. "Iya, Pa! Kasihan dia nanti sendirian!" sahut Keysha."Memangnya Axel belum dijemput?" tanya Bagas."Belum!" sahut mereka serempak."Sebentar! Papa tanya wali kelas kalian dulu!"Bagas, Kayla, dan Keysha segera menghampiri wali kelas mereka. "Selamat siang, Bu!” sapa Bagas.“Selamat siang, Pak Bagas! Ada apa, ya?” tanya Bu Dyah, walikelas mereka.“Axel kok belum pulang? Memangnya, dia belum dijemput, Bu?" tanya Bagas."Belum, Pak! Barusan mamanya telfon, katanya jemputnya agak terlambat," sahut sang wali kelas. "Bagaimana kalau dia kami antar saja? Rumahnya mana?" Wali kelas tersebut menyebutkan sebuah alamat."Kami satu arah. Bagaimana, Bu?" "Apa tidak merepotkan, Pak?""Tidak, Bu. Lagipula, sepertinya anak-anak dekat dengan dia. Mereka gak tega meninggal
Bab 46MENJADI SEKRETARIS RONALD"Maaf, Pak! Saya pinjam Ibu Kirana sebentar. Ada keperluan mendesak," ujar Sakti.Ronald memandang Sakti dengan tajam. "Urusan apa? Bukankah ini masih jam kerja? Lagipula, wawancaranya belum selesai," sahut Ronald tak suka."Maaf, Pak! Ini masalah keluarga dan sangat penting. Mohon pengertiannya!" ujar Sakti sopan.Ronald menatap Sakti dan Kirana bergantian. Apa hubungan Sakti dengan Kirana? Batinnya.Kirana pun memandang Sakti dengan tanda tanya."Apa kamu keluarganya?" tanya Ronald lagi.Sakti tersenyum tipis."Bukan, Pak! Hanya saja, baru saja keluarganya menghubungi," sahut Sakti."Ya sudah! Bawa dia pergi!" ujar Ronald pasrah."Terimakasih, Pak! Ayo!" ajak Sakti kepada Kirana. Dengan penuh tanda tanya, Kirana mengikuti langkah Sakti. "Ada apa?" tanya Kirana saat mereka sudah di luar ruangan."Tadi Mama kamu nelfon. Sebenarnya, beliau sudah menghubungi kamu tapi gak bisa, jadi beliau menghubungi nomor kantor," ujar sakti."Ada apa Mama nelpon?"