Share

Perihal Cucu

Author: Dian Alfina
last update Last Updated: 2024-05-28 00:58:14
Anna mengedikkan bahu lalu melanjutkan makannya, sedangkan Gerald kaget melihat Jeremy yang tiba-tiba ada di sana.



Gisela mengedipkan sebelah matanya, memberi kode kalau Jeremy memang suami Anna. Pasalnya Rafael saat itu tidak pergi ke pernikahan Anna karena ia sedang bertandang ke Paris jadi Rafael tidak tau siapa suami dari Anna.



"Dunia memang sempit, dan ternyata kau adalah istri Mr Jeremy,"



Jeremy tersenyum tipis, ia juga tidak tau bila Anna kenal dengan Rafael.



"Silahkan duduk Tuan," ujar Gisela memperkenankan Jeremy bergabung di mejanya.



Anna hanya menunjukkan wajah datarnya. Ia masih kesal dengan Jeremy.



Suasana mendadak menjadi hening, Gisela yang awalnya banyak bicara sekarang langsung diam, pun dengan Anna.



Jeremy dan Rafael tampak menikmati makanannya, tak tau jika Gisela dan Anna sedang beradu tatap merasa canggung untuk membuka suara.



"Ekhem!" Gisela berdeham. "An bagaimana mengenai sekolah Gerald?"



"Oh iya aku hampir lupa ingin membahas itu," sahut Anna. "Jer kau ingat kan kemarin aku katakan bahwa aku memiliki teman seorang guru?"



Jeremy mengangguk sambil menatap Anna, "Ya dia orangnya, Gisela."



Kalau mengenai Gisela, Jeremy tau bahwa perempuan itu adalah teman Anna.



"Aku rasa Gerald bisa sekolah di tempat Gisela mengajar,"



"Ya aku terserah kau saja,"



Anna memutar bola matanya malas, sebenarnya manusia jenis apa Jeremy ini? Mengesalkan sekali.



"Menurutku lebih baik Gerald daftarkan saat penerimaan murid baru saja An, kalau kau daftarkan sekarang tanggung sekali," kata Gisela. "Bulan depan sudah masuk penerimaan murid baru." tambahnya.



"Begitu ya? Baiklah," sahut Anna. Ia beralih menatap Gerald yang berkutat dengan lego yang tadi Anna belikan. "Kata Aunty Gisela, Gerald baru bisa sekolah bulan depan Sayang,"



"Iya Mommy," jawabnya.



Untunglah Gisela dengan skill cerewetnya bisa mencairkan suasana awkward di sana. Sesekali Jeremy mengulum senyum tipis melihat tingkah pasangan kekasih di depannya.



Karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Gisela dan Rafael pamit untuk pulang terlebih dulu, "Kalian jangan lupa datang akhir pekan nanti!" kata Gisela sambil melambaikan tangan.



"Aku usahakan datang Gis," sahut Anna. Tadi Anna juga meminta maaf karena tidak bisa membantu Gisela mempersiapkan pestanya. Dan Gisela memaklumi itu, meski ada sedikit perasaan tidak enak Anna kepada Gisela, sebab Gisela adalah satu-satunya sahabat Anna yang ada selama ini.



"Apa kau ingin langsung pulang?" tanya Jeremy.

Anna mengangguk, "Ya lihatlah Gerald sudah mengantuk." Mata hitam milik Gerald menatap Anna, "Ayo mommy gendong. Tampaknya kau kelelahan ya Sayang."

Anna berdiri merentangkan tangannya hendak mengendong Gerald. Tetapi Jeremy menghalanginya, "Biar aku saja!" ucapnya.

"Mommy," mata Gerald yang tadinya mengantuk berubah berkaca-kaca.

"Tidak usah Jer. Gerald takut kepadamu!"

"Oh ayolah, kau anak laki-laki jangan manja!" ujar Jeremy sedikit keras kepada Gerald.

"Jer!" sentak Anna. "Berapa kali ku bilang, pelankan suaramu!" Anna menarik Gerald lalu menggendongnya.

Anna berjalan mendahului Jeremy, ia geram dengan tingkahnya. Tidak bisakah dia berbuat untuk lebih halus dalam berucap, terlebih mereka sedang berada di tempat umum. Anna kasian melihat Gerald yang ketakutan. Bukan salah Gerald ia takut pada Jeremy, karena memang Jeremy yang melakukan hal-hal yang membuat anak laki-laki tersebut takut.

Anna mendekap tubuh Gerald, rupanya dia sudah tertidur di gendongan Anna. Jeremy yang melihat Anna menggendong Gerald terenyuh hatinya. Bahkan Mauren dulu benar-benar tidak peduli dengan Gerald entah dia sudah makan atau belum, Mauren tak mau tau sedangkan Anna yang hanya ibu sambung anak laki-laki itu, tampak selalu mendahulukan Gerald dalam apapun.

Saat tadi ia juga melihat Anna memisahkan tulang-tulang ayam sebelum Gerald makan, ia menyuapi Gerald padahal makanannya sudah tersaji di meja. Tidak hanya di rumah, di luar pun Anna tidak malu melakukan itu.

Jeremy sedikit takjub dengan wanita yang kini berjalan di depannya, higheels yang ia gunakan tidak sedikit pun membuatnya mengeluh. Ah sial! Sekuat apa tenaga Anna?

***

Tak terasa, akhir pekan tiba.

Perdebatan Jeremy dan Anna masih terus berlanjut.

Tapi, khusus hari ini dia akan menahannya karena harus pergi ke undangan pesta Gisela dan Rafael.

Tentunya ia akan mengajak Gerald.

Jeremy? Entah terserah dia, Anna tidak memikirkannya.

Mereka kini berada di satu meja makan sedang menikmati sarapan. Seperti biasanya ia akan mengambilkan makanan untuk Gerald terlebih dulu setelah Gerald selesai makan, barulah Anna.

"Gerald mau ayam?" tanya Anna.

Gerald mengangguk, "Jangan pakai sayur Mom. Gerald tidak suka." ujarnya menolak saat Anna hendak memberikan sayur di piringnya.

Tidak heran melihat anak seusia Gerald tidak suka dengan sayur, namun Anna tak kehilangan akal untuk membuat anaknya tetap makan sayur.

"Memangnya sayur tidak enak?"

Gerald mengangkat kedua tangan menggerak-gerakkan di depan dadanya seolah berkata "tidak"

"Tapi Gerald tidak suka Mom." keukeuhnya.

"Gerald ingin sehat dan cepat besar tidak?"

Gerald mengangguk antusias, "Mau Mom!"

"Nah makanya biar sehat dan cepat besar Gerald harus makan sayur."

"Apa harus Mom?"

Anna mengangguk, "Gerald mau mencobanya?"

Gerald terlihat bimbang, namun kemudian ia mau.

Anna tersenyum lalu mengambilkan sedikit sayur ke piring Gerald, "Sedikit dulu kalau Gerald tidak suka tidak apa-apa."

"Baik Mom," Kalau memang Gerald tidak suka, Anna akan memikirkan cara lain mengingat diumurnya yang sekarang ia butuh banyak konsumsi sayur apalagi tubuh Gerald yang kurus seperti itu.

"Gerald tau binatang kelinci?"

"Tau Mom."

"Kelinci suka makan apa?"

"Wortel," jawab Gerald sambil menunggu Anna melanjutkan bicaranya.

"Nah Gerald pernah melihat kelinci memakai kacamata tidak?"

"Tidak pernah," sahut Gerald.

"Makanya Sayang, sayur itu penting 'kan?"

Gerald meringis, "Iya Mom. Mulai sekarang Gerald harus suka sayur biar sehat dan cepat besar. Gerald ingin melindungi mommy!" serunya.

"Sayang!" Anna memeluk tubuh Gerald terharu. Tampak Gerald juga sangat menyayangi Anna.

Di sisi lain, Jeremy menahan tawa. "Ada-ada saja wanita ini," batinnya.

Hanya saja, ada satu hal yang mengganjal.

Dia tak suka dengan interaksi keduanya yang seolah menganggap pria itu tak ada!

"Ini meja makan! Bukan tempat menye-menye!" sewotnya.

Anna lantas melirik tajam Jeremy, "Kau iri?" sinisnya.

Jeremy tersenyum miring, "Untuk apa?!"

"Dasar gila!" lirih Anna yang masih bisa di dengar Jeremy.

"Apa katamu?" bentak laki-laki tersebut.

"Apa?" tantang Anna. "Ini meja makan, kalau kau masih ingin marah-marah lebih baik pergilah!" Anna benar-benar tidak takut, bahkan ia berani mengusir Jeremy.

Wajah Jeremy merah padam, ia menahan amarahnya. Nafsunya untuk makan sudah hilang, tanpa bicara ia beranjak pergi dari sana. Gerald menatap Anna takut, "Tidak apa-apa Sayang. Daddy hanya sedang banyak fikiran."

Sayangnya, Anna tak tahu saja bahwa tindakannya itu sangat mempengaruhi Jeremy!

Dengan menggulung kemejanya sampai lengan, ia mendobrak pintu ruangannya dengan cukup tenaga.

Frans sendiri hanya menggelengkan kepalanya, sudah tau apa yang membuat sahabatnya uring-uringan seperti itu. "Anna lagi?"

"Diamlah!" Jeremy berlalu duduk di kursinya lalu mengusap wajahnya kasar. "Sialan!" Ia terus mengumpat.

"Aneh, kalian itu suami istri. Jangan seperti bocah, sebentar lagi papa kau pulang Jer. Pasti dia akan menanyakan soal cucu."

Ya, Robert sedang berada di US dari seminggu yang lalu, ada beberapa pekerjaan yang memang harus diurusnya.

Pasti, pria tua itu akan merecoki Jeremy, kan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jadi Istri Dadakan Perfect Duda   Penggoda

    "Cih aku saja jijik melihat wajahmu," batin Jeremy ,namun ia tak langsung menangkis wanita itu yang kini menggerayai wajahnya. Jeremy hanya ingin tau seberapa berani ia kepadanya, dan lihat saja apa yang akan Jeremy lakukan. "Oh ya, dengar-dengar kau sudah menikah? Bagaimana dengan istri barumu? Aku tebak kamu tidak bahagia kan bersamanya? Kamu tidak merasa puas dengannya 'kan?" Ia terus mengoceh, sedangkan Jeremy mencoba meredam emosinya sebelum menghempaskan wanita itu dari hadapannya. "Di sini panas, apakah ac-nya rusak? Boleh tidak jika aku membuka kemeja saja, aku sangat gerah Jer," Tanpa rasa malu di hadapan Jermey ia membuka kemejanya hingga menyisahkan bra berwarna merah menyala dengan bawahannya yang masih lengkap. "Nah begini lebih baik." Meski disuguhkan tubuh Maureen, Jeremy sama sekali tidak terangsang. Yang ada di kepalanya hanya bentuk tubuh Anna, bahkan ia terus membandingkan tubuh Maureen dengan body sexy Anna. Maureen semakin berani, sekarang wanita itu d

  • Jadi Istri Dadakan Perfect Duda   Kembali Datang

    Jeremy meringis kecil mengingat apa yang Frans katakan tadi. Ia sendiri bingung antara, apakah dirinya benar menyukai Anna atau tidak, kebimbangan itu membuat kepalanya pusing sendiri. "Kau bodoh atau bagaimana sih Jer?" tanya Frans yang tidak percaya bila Jeremy masih bimbang dengan perasaannya. Jeremy menggeleng polos, seperti anak anjing yang baru melihat dunia. Brak! Reflek pria itu menggebrak kuat mejanya, "Sudah kupastikan, bahwa kau bodoh!" "Sialan! Aku datang ke mari memintamu pendapat, aku tidak tau dengan diriku sendiri," "Shit!" Frans memijat pelan keningnya. Heran dengan kebodohan Jeremy, pantas saja ia selalu dipermainkan oleh wanita. "Menurutmu kau bagaimana? Kau merasa aneh tidak dengan sikapmu?" "Entahlah," jawabnya yang mengundang Frans ingin memukul wajahnya. "Oh bagaimana kalau aku memukul kepalamu di dinding agar sedikit lebih mudah mencerna?" "Boleh, asalkan aku dulu yang melemparmu dari lantai dua belas!" "Ya sudah fikir saja sendiri, bagaiman

  • Jadi Istri Dadakan Perfect Duda   Jeremy Yang Aneh

    Tidak segampang itu ternyata menahan diri untuk tidak berbicara dengan Anna, ia akui dirinya mulai ketergantungan oleh sosok Anna. Seperti barang haram, Anna bisa membuat Jeremy candu semudah itu. Ia buru-buru keluar dan pergi ke kamar anaknya, dengan sangat pelan pria itu membuka kamarnya. Tiba-tiba Jeremy terdiam, ia melihat sang istri tidur memeluk Gerald. Sungguh pemandangan yang cukup membuat pria berdarah diringin itu menghangat, sedikit demi sedikit bongkahan es pada hatinya meleleh. Cinta yang Anna berikan sangat lah tulus, wanita itu yang membuat kehidupannya yang semula gelap menjadi terang. Apalagi Gerald, ia terurus dengan sangat baik. Bolehkah jika sekarang Jeremy benar-benar takut kehilangannya? Wanita yang tidak gila dengan harta, wanita yang sederhana dengan penampilannya, wanita yang sangat sopan dengan tutur bahasanya, wanita yang penuh cinta setiap harinya, relakah bila wanita sesempurna itu hilang dari kehidupannya? Jeremy berjalan mendekat lalu mencium k

  • Jadi Istri Dadakan Perfect Duda   Tidur Bersama

    Anna melihat bibir Jeremy yang mengerucut kesal, "Kau marah?" goda Anna seraya mencolek dagu suaminya. Jeremy melirik sebentar lalu balik membelakangi Anna. Mereka baru saja sampai, tadi tanpa sepengetahuan Anna suaminya itu menjemputnya di sebuah restoran saat bersama Gisela tadi. Setelah mengurus berkas Gerald, Anna dan Gisela memutuskan untuk mampir makan siang di restauran jepang milik teman kuliahnya dulu, di salah satu mall yang kebetulan mereka datangi. Menurut rumor yang beredar saat mereka masih duduk di bangku perkuliahan, pemilik restaurant tersebut yang bernama Tama ini menyukai Anna, tetapi Anna tidak tau itu benar atau tidak. Dan tadi saat Anna berada di restaurant Tama, tiba-tiba Jeremy menyusulnya. Suaminya itu merasa kesal sebab tatapan Tama yang selalu mengawasi Anna. Jeremy melihat secara langsung kala Tama mencuri-curi pandang kepada sang istri. Ia tau itu bukan tatapan biasa, entah Jeremy sedang cemburu atau tidak yang pasti ia tidak suka dengan tatapan

  • Jadi Istri Dadakan Perfect Duda   Jilat Ludah

    "Kenapa Jer?" sahut Anna, namun ia tak menoleh sedikit pun, fokusnya masih pada kembang api yang tengah bersautan di atas sana. "Oh Anna, aku sedang berbicara kepadamu sekarang. Persetan dengan kembang api itu, aku bisa membelikanmu tiga kali lipat nanti, tapi kali ini lihatlah aku," kata Jeremy merengek. Anna langsung menoleh, menangkup pipi pria dihadapannya. Jangan lupakan tinggi Jeremy yang lebih dari Anna, membuat wanita itu harus menjinjit terlebih dahulu. Membutuhkan effort yang cukup lumayan. "Kenapa sayang?" Kali ini bukan pipi Anna yang memerah, melainkan pipi Jeremy. Kata sayang dari mulut Anna itu adalah sebuah hal keramat yang menjadi candu untuk Jeremy. Mulutnya seakan membisu terbius tatapan Anna yang memabukkan. Tanpa basa-basi ia mengeluarkan sebuah kotak beludru dari saku coatnya. Anna yang awalnya tersenyum manis berubah bingung, ia mengendurkan tangannya yang berada di kedua pipi Jeremy. "Jer ...." cicitnya. Jeremy membuka kotak beludru tersebut lalu m

  • Jadi Istri Dadakan Perfect Duda   Sebuah Mitos

    "Kenapa aku selalu suka melihatmu tersipu seperti ini Ann?" Ah sial! Anna tidak bisa mengontrol hatinya, padahal sejak tadi ia berusaha untuk biasa saja namun Jeremy terus-terus menggombalinya. "Jer sudahlah lebih baik kau makan saja, kau tidak bisa melihat wajahku memerah karena ulahmu hah?" Anna tidak peduli lebih baik ia berbicara jujur saja. "Astaga, kau bisa jujur juga ternyata Ann," ungkap Jeremy. "Sudahlah, makanan di depanku jauh lebih lezat keliatannya," "Baiklah, mari makan Ann," "Tapi ini tidak terlalu banyak Jer?" kata Anna melihat berbagai macam menu tersaji di depannya. Jeremy dengan santai mengambil sushi lalu melahapnya, dan Anna menyadari cara makan Jeremy yang begitu rapi meski menggunakan sumpit. Mungkin seorang pembisnis seperti Jeremy dituntut untuk makan dengan tata cara tertentu karena mereka pasti sering menghadiri rapat-rapat tertentu sehingga dituntut untuk terus elegan. Tidak seperti Anna yang terserah saja bagaimana, asal sopan. "Tidak, aku se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status