Anna menerima perjodohan dengan Jeremy, duda satu anak. Namun setelah menikah, gadis itu baru mengetahui satu per satu fakta tentang suaminya itu, tentang anak sambungnya, dan tentang banyak hal yang membuatnya tercekat. Sayangnya, Anna tak bisa lepas dari genggaman Jeremy. Lantas, bagaimana kisah Anna selanjutnya?
view more"Iya ... nanti akan kucari dan kunikahi duda kaya raya!"
Anna ingat doanya kala sedang berulang tahun beberapa bulan lalu. Tapi, siapa sangka doanya yang hanya main-main ternyata mustajab juga? Mendadak ia dijodohkan dengan Jeremy dan ini adalah hari ketiga Anna menjabat sebagai istri pria itu! Dan seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada percakapan layaknya pasutri baru di antara keduanya. Setelah menyelesaikan sarapan, Jeremy bahkan pergi begitu saja tanpa sepatah kata. "Jadi kau menikahiku untuk apa?" monolog Anna. "Dasar duda!" Kekesalan membuat Anna tidak peduli akan ke mana perginya Jeremy! Ia melanjutkan sarapannya kemudian Anna akan tidur seharian. Ya, sejak menikah dengan Jeremy, Anna dipaksa untuk berhenti dari pekerjaannya. Sebenarnya sangat berat bagi Anna berhenti dari pekerjaan yang begitu ia cintai, namun Jeremy memaksanya dan berkata bahwa ia tak butuh penolakan. Semua titah pria itu harus dilakukan tanpa pengecualian. Jeremy yang dingin dan yang tentunya keras kepala membuat Anna mau tak mau menuruti kemauan egonya. Saat Gideon, sang ayah memberinya kabar tentang perjodohannya dengan Jeremy, Anna sudah diperingatkan bahwa ia bisa menolak perjodohan tersebut karena Gideon tau sifat Jeremy bagaimana. Jeremy terkenal dengan kekejamannya kepada siapapun yang mencoba untuk bermain-main dengannya. Jeremy siap membunuh siapapun, ia juga memiliki penjara bawah tanah guna mengeksekusi para musuh yang berhasil ia tangkap. Dan tanpa ragu Jeremy membantai tanpa ampun kepada mereka yang sengaja membuat ulah. Jadi, ayah pria itu mendadak mengatakan bahwa ia akan membantu perusahaan Gideon yang tengah bermasalah dengan imbalan Gideon harus menikahkan sang anak dengan Jeremy. Jujur, Gideon tidak mau putri semata wayangnya menikah dengan pria berdarah dingin seperti Jeremy. Tapi di luar dugaannya, hari itu Anna mengangguk. Ia menerima tawaran perjodohan tersebut, alasan Anna menerima itu karena Anna tidak mau perusahaan yang dirintis Gideon susah payah mengalami masalah. Anna lantas memasukan sendok ke dalam mulut sebagai suapan terakhir. Kemudian ia mengunyah untuk beberapa kali. Tiba-tiba ia teringat soal anak dari Jeremy, di mana dia berada? Sejak berada di mansion milik pria itu, Anna tidak pernah melihat anak tersebut. Bahkan di saat pesta pernikahannya, Jeremy tidak membawa sang anak. Anna pun tidak tau berjenis kelamin apa anak sambungnya itu, karena Jeremy sama sekali tidak menyinggung tentangnya. Anna memanggil salah satu pelayan guna bertanya, "Ada apa Nyonya?" "Apa aku boleh bertanya?" Pelayan tersebut mengangguk, "Boleh Nyonya. Apa yang mau nyonya tanyakan?" "Anak Jeremy di mana? Beberapa hari di sini aku tidak pernah melihatnya," ujar Anna. Bukannya menjawab pelayan itu malah diam, terlihat dari wajahnya ia kebingungan. Anna semakin bertanya ada apa? Seperti ada yang aneh di mansion ini, batin Anna menebak. Rose yang merupakan kepala pelayan datang dan meminta pelayan yang baru saja Anna tanyai itu pergi, "Biar saya saja yang menjelaskan Nyonya." Anna mengangguk, "Baiklah." "Tuan muda berada di kamarnya nyonya," ujar Rose. "Siapa namanya?" "Tuan Gerald, Nyonya," Anna mengingat nama anak sambungnya, "Bisa antar aku bertemu dengan Gerald?" "Tidak ada yang boleh bertemu Gerald Nyonya," kata Rose menunduk. Mendengar jawaban Rose, Anna mendelik, "Siapa yang tidak membolehkanku bertemu Gerald? Jeremy?" Rose mengangguk, "Duda gila!" umpatnya. "Aku ini istrinya dan hakku untuk dekat dengan Gerald. Gerald juga anakku sekarang!" Ah Jeremym emang selalu membuatnya kesal! "Aku tidak peduli dengan dia. Antar aku sekarang!" keukeuh Anna. Sebagai ibu sambung, Anna harus tau tentang anaknya. Ia sedikit curiga, kenapa Jeremy menyembunyikan Gerald seolah melarang anak itu keluar untuk melihat udara bebas. Anna semakin tidak sabar bertemu Gerald. "Mari Rose tunjukkan di mana letak kamar Gerald," ujar Anna. Rose yang juga tidak bisa menolak permintaan Anna pun akhirnya memilih untuk mengantarkan Anna ke kamar Gerald. Anna terkejut bukan main, pasalnya kamar Gerald terletak di belakang mansion padahal Anna tau di depan, di samping kamarnya banyak kamar kosong, "Rose apakah benar ini jalan menuju kamar Gerald?" "Benar nyonya," jawab Rose. Sampai mereka berhenti di depan sebuah pintu coklat, yang Anna yakini itu adalah kamar Gerald. Anna tidak habis pikir dengan otak Jeremy yang menempatkan anaknya berada di kamar yang jauh dari kamar miliknya, kamar Gerald ini sebelas dua belas dengan kamar para pelayan bahkan jauh lebih kecil. "Berapa umur Gerald?" tanya Anna penasaran. "Lima tahun Nyonya," Deg! Sungguh biadab sekali Jeremy! Jadi tanpa basa-basi Anna mengetuk kamar Gerald. Tidak ada jawaban dari dalam kamar, perlahan Anna membuka knop pintu dan ia melihat seorang anak kecil berkulit putih menatapnya dengan wajah ketakutan. Hati Anna teriris, tubuh anak kecil tersebut sangat kurus, bahkan pipinya hanya terlihat tulang saja. Bagaimana anak dari seorang miliarder kaya raya seperti ini. Banyak piring-piring kotor dan juga gelas-gelas kotor juga di sana, kamar Gerald sangat gelap. Entah bagaimana kerja pelayan sampai tidak mau membersihkan kamar Gerald......"Cih aku saja jijik melihat wajahmu," batin Jeremy ,namun ia tak langsung menangkis wanita itu yang kini menggerayai wajahnya. Jeremy hanya ingin tau seberapa berani ia kepadanya, dan lihat saja apa yang akan Jeremy lakukan. "Oh ya, dengar-dengar kau sudah menikah? Bagaimana dengan istri barumu? Aku tebak kamu tidak bahagia kan bersamanya? Kamu tidak merasa puas dengannya 'kan?" Ia terus mengoceh, sedangkan Jeremy mencoba meredam emosinya sebelum menghempaskan wanita itu dari hadapannya. "Di sini panas, apakah ac-nya rusak? Boleh tidak jika aku membuka kemeja saja, aku sangat gerah Jer," Tanpa rasa malu di hadapan Jermey ia membuka kemejanya hingga menyisahkan bra berwarna merah menyala dengan bawahannya yang masih lengkap. "Nah begini lebih baik." Meski disuguhkan tubuh Maureen, Jeremy sama sekali tidak terangsang. Yang ada di kepalanya hanya bentuk tubuh Anna, bahkan ia terus membandingkan tubuh Maureen dengan body sexy Anna. Maureen semakin berani, sekarang wanita itu d
Jeremy meringis kecil mengingat apa yang Frans katakan tadi. Ia sendiri bingung antara, apakah dirinya benar menyukai Anna atau tidak, kebimbangan itu membuat kepalanya pusing sendiri. "Kau bodoh atau bagaimana sih Jer?" tanya Frans yang tidak percaya bila Jeremy masih bimbang dengan perasaannya. Jeremy menggeleng polos, seperti anak anjing yang baru melihat dunia. Brak! Reflek pria itu menggebrak kuat mejanya, "Sudah kupastikan, bahwa kau bodoh!" "Sialan! Aku datang ke mari memintamu pendapat, aku tidak tau dengan diriku sendiri," "Shit!" Frans memijat pelan keningnya. Heran dengan kebodohan Jeremy, pantas saja ia selalu dipermainkan oleh wanita. "Menurutmu kau bagaimana? Kau merasa aneh tidak dengan sikapmu?" "Entahlah," jawabnya yang mengundang Frans ingin memukul wajahnya. "Oh bagaimana kalau aku memukul kepalamu di dinding agar sedikit lebih mudah mencerna?" "Boleh, asalkan aku dulu yang melemparmu dari lantai dua belas!" "Ya sudah fikir saja sendiri, bagaiman
Tidak segampang itu ternyata menahan diri untuk tidak berbicara dengan Anna, ia akui dirinya mulai ketergantungan oleh sosok Anna. Seperti barang haram, Anna bisa membuat Jeremy candu semudah itu. Ia buru-buru keluar dan pergi ke kamar anaknya, dengan sangat pelan pria itu membuka kamarnya. Tiba-tiba Jeremy terdiam, ia melihat sang istri tidur memeluk Gerald. Sungguh pemandangan yang cukup membuat pria berdarah diringin itu menghangat, sedikit demi sedikit bongkahan es pada hatinya meleleh. Cinta yang Anna berikan sangat lah tulus, wanita itu yang membuat kehidupannya yang semula gelap menjadi terang. Apalagi Gerald, ia terurus dengan sangat baik. Bolehkah jika sekarang Jeremy benar-benar takut kehilangannya? Wanita yang tidak gila dengan harta, wanita yang sederhana dengan penampilannya, wanita yang sangat sopan dengan tutur bahasanya, wanita yang penuh cinta setiap harinya, relakah bila wanita sesempurna itu hilang dari kehidupannya? Jeremy berjalan mendekat lalu mencium k
Anna melihat bibir Jeremy yang mengerucut kesal, "Kau marah?" goda Anna seraya mencolek dagu suaminya. Jeremy melirik sebentar lalu balik membelakangi Anna. Mereka baru saja sampai, tadi tanpa sepengetahuan Anna suaminya itu menjemputnya di sebuah restoran saat bersama Gisela tadi. Setelah mengurus berkas Gerald, Anna dan Gisela memutuskan untuk mampir makan siang di restauran jepang milik teman kuliahnya dulu, di salah satu mall yang kebetulan mereka datangi. Menurut rumor yang beredar saat mereka masih duduk di bangku perkuliahan, pemilik restaurant tersebut yang bernama Tama ini menyukai Anna, tetapi Anna tidak tau itu benar atau tidak. Dan tadi saat Anna berada di restaurant Tama, tiba-tiba Jeremy menyusulnya. Suaminya itu merasa kesal sebab tatapan Tama yang selalu mengawasi Anna. Jeremy melihat secara langsung kala Tama mencuri-curi pandang kepada sang istri. Ia tau itu bukan tatapan biasa, entah Jeremy sedang cemburu atau tidak yang pasti ia tidak suka dengan tatapan
"Kenapa Jer?" sahut Anna, namun ia tak menoleh sedikit pun, fokusnya masih pada kembang api yang tengah bersautan di atas sana. "Oh Anna, aku sedang berbicara kepadamu sekarang. Persetan dengan kembang api itu, aku bisa membelikanmu tiga kali lipat nanti, tapi kali ini lihatlah aku," kata Jeremy merengek. Anna langsung menoleh, menangkup pipi pria dihadapannya. Jangan lupakan tinggi Jeremy yang lebih dari Anna, membuat wanita itu harus menjinjit terlebih dahulu. Membutuhkan effort yang cukup lumayan. "Kenapa sayang?" Kali ini bukan pipi Anna yang memerah, melainkan pipi Jeremy. Kata sayang dari mulut Anna itu adalah sebuah hal keramat yang menjadi candu untuk Jeremy. Mulutnya seakan membisu terbius tatapan Anna yang memabukkan. Tanpa basa-basi ia mengeluarkan sebuah kotak beludru dari saku coatnya. Anna yang awalnya tersenyum manis berubah bingung, ia mengendurkan tangannya yang berada di kedua pipi Jeremy. "Jer ...." cicitnya. Jeremy membuka kotak beludru tersebut lalu m
"Kenapa aku selalu suka melihatmu tersipu seperti ini Ann?" Ah sial! Anna tidak bisa mengontrol hatinya, padahal sejak tadi ia berusaha untuk biasa saja namun Jeremy terus-terus menggombalinya. "Jer sudahlah lebih baik kau makan saja, kau tidak bisa melihat wajahku memerah karena ulahmu hah?" Anna tidak peduli lebih baik ia berbicara jujur saja. "Astaga, kau bisa jujur juga ternyata Ann," ungkap Jeremy. "Sudahlah, makanan di depanku jauh lebih lezat keliatannya," "Baiklah, mari makan Ann," "Tapi ini tidak terlalu banyak Jer?" kata Anna melihat berbagai macam menu tersaji di depannya. Jeremy dengan santai mengambil sushi lalu melahapnya, dan Anna menyadari cara makan Jeremy yang begitu rapi meski menggunakan sumpit. Mungkin seorang pembisnis seperti Jeremy dituntut untuk makan dengan tata cara tertentu karena mereka pasti sering menghadiri rapat-rapat tertentu sehingga dituntut untuk terus elegan. Tidak seperti Anna yang terserah saja bagaimana, asal sopan. "Tidak, aku se
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments