Home / Romansa / Janda Kembang / Duka yang Terdalam

Share

Duka yang Terdalam

last update Last Updated: 2022-03-15 13:53:42

"Apa yang terjadi? Emakku di mana?" tanya Saras.

"Saras, ini Emakmu!" jawab Bulek Nuning, sambil memandang ke arah Saras dengan derai air mata.

"Di mana Emak Bulek?"

"Yang terbaring di tengah ruangan itu adalah Emak kamu."

Mendengar ucapan Bulek Nuning, Saras memandang ke tengah ruangan yang terbujur kaku seseorang yang di turupi oleh kain jarik.

"Bulek, bagaimana mungkin? Bulek pasti salah! Aku barusan saja keluar dari rumah, aku tidak percaya!"

"Saras, kamu sabar ya!" Bulek Nuning menggenggam tangan Saras.

"Tidak mungkin itu Emak! Barusan saja, Mak bicara denganku, bagaimana mungkin, itu Emak? Tidak mungkin, Bulek!" Saras menyangkal semua ucapan Bulek Nuning.

"Saras, tenangkan hatimu, coba tenangkan hatimu dulu." Bulek Nuning mencoba menenangkan hati Saras.

"Tidak, mungkin. Itu tidak mungkin!" gumam Saras terus menerus sambil terduduk di lantai.

"Saras, kamu yang sabar ya, Nak! Ini sudah takdir. Kamu harus tabah!" ucap Bulek Nuning sambil memeluk Saras. Tapi, Saras memberontak melepaskan pelukan Bulek Nuning. 

"Tidak!! Itu tidak mungkin! Aku baru saja ke luar dari rumah, aku melihat Emak istirahat di kamar, Emak tidak mungkin meninggal, Bulek!"

Bude Sumiati mendekati Saras, dia memeluk Saras sembari menangis. "Ya Allah, Saras! Tenanglah!" kata Bude Sumiati di sela isak tangisnya.

"Bude, katakan bahwa semua ini adalah bohong, katakan! Hiks ....!" suara tangisan Saras pun meledak tanpa ia bisa menahannya.

"Ada apa ini?" kata Permadi adik Saraswati yang baru pulang Sekolah. Pandangan matanya tertuju pada tubuh yang terbujur kaku berselubung kain batik, orang-orang memandangnya dengan pandangan penuh rasa iba. 

"Ada apa?" Permadi bingung, ia masih belum mengerti betul tentang kejadian yang menimpa ibunya. 

"Itu Emak kamu!" jawab Bude Sumiati. 

"Tidak mungkin! Itu tidak mungkin Emak!" bantah Permadi. 

"Itu Mak kamu!" tegas Bude Sumiati.

Permadi seperti orang kebingungan seperti halnya Saras yang tidak bisa menerima bahwa ibunya telah meninggal.

"Mbak Saras ..." panggil Bayu, adiknya yang dari tadi duduk diam sambil berlinang air mata.

"Bayu, yang di tutup kain itu bukan Emak, kan?" tanya Saras yang suaranya bergetar menahan kesedihan.

"Mbak! Emak udah meninggal, Mbak!" jawab Bayu.

Permadi mendekati Saras, ia duduk di samping Saras. "Mbak, semua ini tidak nyata, kan?"

Saras, Bayu dan Permadi saling berpelukan mereka bertiga menangis sedih, mereka seakan tidak percaya dengan semua yang ada di hadapan mereka.

Saras lalu melepaskan pelukannya, ia lalu ingin memastikan bila yang terbaring di sana adalah ibunya. Dengan tangan yang gemetar Saras membuka kain yang menutup tubuh itu. Jantungnya berdebar sangat kencang. Tangan Saras dengan hati-hati membuka kain itu, wajah pucat almarhum ibunya nampak seperti orang yang tertidur pulas.

Air mata Saras tidak bisa di bendung lagi, saat tahu tubuh yang terbaring kaku itu adalah ibunya. Saras tertegun tidak bisa teriak ataupun menangis, dalam pikirannya Saras menyangkal kalau itu ibunya.

"Tidak mungkin Emak meninggal, tidak mungkin itu terjadi. Semua ini salah! Semua hanya mimpi, aku pasti sedang bermimpi buruk! Ayo, bangun! Bangunlah, ini hanya mimpi burukku!"

Plaakkk! Plaakkk! 

Saras memukul pipinya sendiri dan berharap ia bangun dari mimpi buruk. Pipinya merah dan terasa panas, Saras lalu memandang sekeliling ruangan.

"Ini nyata? Ini benar-benar terjadi padaku! Emak, Emaaak ...!" Saras saat sadar itu bukan mimpi, ia lalu berteriak memanggil Ibunya dengan sekuat tenaga.

"Emaak ...! Jangan tinggalkan aku!" seru Saras diiringi dengan isak tangisnya.

Melihat Saraswati yang menolak kebenaran, orang-orang semakin merasa terharu. Mereka pun tidak percaya bahwa ibunya Saraswati meninggal dunia begitu cepat, banyak orang terkejut mendengar kabar atas kematiannya. 

"Saras kamu harus tabah ya! Kamu harus tabah, Nduk. Lihatlah, ini memang Emak kamu, Nduk!" suara Bude Sumiati di sela isak tangisnya, air matanya mengalir deras hingga matanya bengkak.

Tangan Bulek Nuning mendekat dan menutup kembali wajah almarhum ibunya Saraswati dengan kain batik itu.

"Jangan membuat arwah Emak kamu bersedih dan menghambat perjalanan pulang ke akhirat Emak kamu, Nduk!" Bulek Sumiati mengelus punggung Saraswati.

"Tidak, Bude! Mak e tidak meninggal, dia tidak meninggal, Bude!"

Adiknya Saraswati yang bernama Bayu mendekatinya, dia merangkul kakaknya sambil menangis, "Mbak Saras, Emak sudah meninggal. Mbak Saras, jangan seperti ini, kasian E mak, Mbak!"

"Bayu, kamu salah! Emak tidak meninggal, dia cuman tidur, suruh Emak bangun, Bayu! Suruh dia, bangun! Hiks ..." Saraswati menangis tersedu dalam pelukan adiknya, dia menangis tersedu-sedan. 

Kedua adiknya yang lain, ikut mendekat dan memeluk Saraswati. Permadi dan Sundari memeluk erat tubuh Saraswati.

Mereka berempat berpelukan dan menangis tersedu-sedu bersama, ruangan itu di penuhi tangisan yang menyayat hati. 

Saraswati melepas rangkulannya, ia lalu menatap tubuh yang terbaring kaku di depannya memeluknya, "Emaaak ...!" 

Saraswati tersadar bahwa ibunya telah tiada. Dia memeluk erat tubuh yang terbujur kaku itu, Saraswati menangis sejadi-jadinya, hatinya betul-betul hancur.

Hatinya hancur, belum terlepas dengan masalah dengan juragan Broto, sekarang di hadapkan dengan cobaan yang sangat besar. Ibu yang selama ini, menjaga dan merawatnya dengan penuh kasih sayang, kini telah meninggal dunia begitu cepat.

"Ya Allah, cobaan apa lagi ini?" batin Saraswati.

"Saras, kamu tahu bapakmu di mana?" bisik Bulek Nuning. 

Saraswati langsung menatap wajah Bulek Nuning dengan rasa heran. "Bapak, memangnya, di mana?" tanyanya balik. 

"Kami tidak tahu, Nduk!" jawab Bulek Nuning.

"Jadi, Bapak tidak tahu, kalau Ibu telah meninggal?" tanya Saraswati penuh rasa heran.

"Kami, sudah mencoba mencari, tapi, belum ada yang tau bapakmu ada di mana?" ucap Bulek Nuning di sela isak tangisnya.

"Bapak pasti main judi di rumah Broto! Biar aku yang cari, Mbak!" ucap Bayu penuh emosi, adiknya itu memang kurang suka dengan sikap bapaknya. 

Bayu berumur 13 tahun, dia sudah paham mana yang baik juga mana yang buruk. Kelakuan buruk bapaknya membuat Bayu sangat membenci bapaknya, terlebih sikap kasar bapaknya pada ibu dan saudaranya yang membuat dirinya semakin benci dengan bapaknya.

"Aku yang akan cari Bapak!" tegas Bayu.

"Bayu, kamu sebaiknya di rumah saja," ucap Saras.

"Tapi Mbak, siapa yang akan cari Bapak?"

"Biar orang lain yang cari, kita di sini saja."

"Mbak, Bapak tak akan pulang bila tidak dipaksa," balas Bayu.

"Dengarkan kataku, kamu di sini saja, jangan ke mana-mana," ucap Saras.

Bayu terdiam, pandangan matanya menyusuri ruangan tempat jenazah Ibunya dibaringkan. Suasana haru penuh dengan kesedihan karena tak menyangka ibunya telah tiada.

'Baru tadi pagi aku melihat Emak yang masih duduk sambil tersenyum mengantarku ke sekolah, tapi kenapa sekarang telah tiada? Kenapa, ya Allah? Kenapa Engkau ambil Emak begitu cepat?," gumam Bayu dengan derai air mata.

Bayu tertunduk tanpa tenaga, tubuhnya lemas seakan tak bisa menopang tulang dan dagingnya, derai air matanya mengalir membasahi pipinya, rasa sedih yang begitu dalam membuat hatinya bergejolak penuh amarah pada bapaknya dan juga marah pada nasib buruknya.

.. 

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Janda Kembang   Hari Bahagia

    "Kenapa kamu bersama Saras?" "Kenapa, kamu tidak suka?" jawab Radytia seraya menatap Reyhan tajam. Seakan tidak mau kalah dengan Radytia, Reyhan berkacak pinggang sambil menatap balik Radytia dengan pandangan yang siap tanding, "Kalau berani, kita bisa berduel di luar." "Jangan Mas." Saras memegang tangan Radytia erat-erat. Reyhan semakin cemburu melihat Saras begitu dekat dengan Radytia, padahal dengannya Saras selalu menjauh, dia juga tidak tahu sejak kapan Radytia dan Saras bisa sedekat itu. "Apa kalian sudah tidur bersama?" "Dasar gila, kamu bicara terbuka seperti itu, apa tidak malu?" sahut Saras kesal. "Malu ... kalian yang seharusnya malu bergandengan tangan di depan umum padahal dia masih istriku." Plaaakk! Saras menampar Reyhan dengan keras hingga Radytia terkejut melihatnya, dia sungguh tidak menyangka bila Saras senekat itu di depan orang banyak. "Aku bukan istrimu lagi jadi jangan sebut lagi aku istrimu. Ngerti!" Zapp! suara pukulan bogem mentah yang langsung mend

  • Janda Kembang   Masih Ada Rasa Ragu

    "Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Saras sambil menengadah menatap Radytia."Kenapa, apa kamu tidak suka aku melihatmu?""Tidak juga sih.""Kamu cantik, pribadimu juga menarik, apa kamu mau jadi pacarku?"Saras menatap dalam-dalam Radytia, dia rasa Radytia sedang mabuk karena bicaranya ngaco, "Kamu baik-baik saja kan?""Tentu saja," jawab Radytia yang tanpa sungkan duduk di ranjang sambil menatap Saras penuh perhatian."Kenapa lihat-lihat hah! Jauh-jauh sana!""Biasanya kalau wanita bilang jauh-jauh itu tandanya suruh mendekat.""Dekat-dekat sana!" sahut Saras yang mengira Radytia bicara sungguh-sungguh, tetapi Saras tidak tahu kalau itu hanya modus Radytia untuk mendekatinya."Bagaimana, apa ini sudah dekat?"Saras terkejut dengan tindakan Radytia yang langsung mendekatinya dan bahkan wajahnya tepat di depannya hingga hidupnya bisa merasakan hidung Radytia. Saras tidak berani buka mulut karena dia baru bangun tidur dan belum gosok gigi, tapi wajah Radytia yang semakin mendekat mem

  • Janda Kembang   Menolak Bersatu

    Saras menahan gejolak rindu dalam hatinya karena Reyhan sekarang sudah punya istri, sedangkan dirinya hanya ibu dari anaknya, tidak seharusnya dia berduaan dengan suami orang."Aku mencintaimu, percayalah cintaku hanya untukmu," lirih Reyhan."Maafkan aku Mas, aku tidak bisa menerimamu. Tolong kembalilah ke kamarmu, kita sudah bukan lagi suami istri, Mas sudah memilih menikah dengan Bella dan meninggalkanku jadi sekarang waktunya kita untuk berpisah."'Apa maksud kamu Dik, kita sudah lama tidak bertemu dan duku kita berpisah karena salah paham, jadi kembalilah padaku, aku tahu dulu aku banyak salah padamu, tapi mohon mengertilah keadaanku.""Maafkan aku Mas," jawab Saras sambil menepis tangan Reyhan.Mendapat penolakan dari Saras Reyhan pun terduduk lemas sambil bersandar di sisi ranjang, matanya terpenjam dan dia duduk bersila, penyesalan yang begitu besar menyesakkan dadanya."Dik, andai saja dulu aku tidak melakukan kebodohan, mungkin saat ini kita sudah hidup bahagia.""Mungkin sa

  • Janda Kembang   Kejamnya Cinta Segitiga

    Saras sudah muak dengan perilaku Bella, terlebih mereka saat itu di kamar hotel. Langkah kakinya menuju pintu kamar lalu membuka pintu."Keluar dari sini!"Semua yang di dalam kamar memandang ke arah Saras, mereka terkejut dengan ucapan Saras yang tajam."Lama tidak bertemu, aku tidak menyangka kau sekarang lebih berani padaku," balas Bella. "Cukup sudah kau hina aku, jadi sebaiknya kau pergi."Mendengar ucapan Saras, Bella berjalan menuju tempat Saras berdiri, terlihat senyuman sinis dari sudut bibirnya. "Kau menantangku …?""Selama ini aku sudah menghindar dan pergi dari kehidupan kalian, tapi kau masih saja mengangguku, jadi untuk apa aku mengalah?""Saras, kau sudah berubah," balas Bella. "Bukan urusanmu aku berubah atau tidak, tapi kalau kau usik aku, maka aku tak akan tinggal diam!""Baiklah, aku akan pergi, tapi ingat, kalau kamu main-main dengan suamiku, maka rasakan akibatnya!"Tatapan serta ucapan Bella begitu tajam pada Saras, namun Saras bukan wanita yang gampang takluk

  • Janda Kembang   Bimbang

    Saras setuju menginap di hotel, karena dirinya juga butuh istirahat setelah kemarin melakukan perjalanan dari kota Solo. Melihat perhatian Radytia, saudara-saudara Saras beranggapan bila Radytia punya perasaan khusus pada Saras. "Mbak, sepertinya Mas Radyt itu orang baik," ucap Sundari yang sedang bermain dengan Elena di atas kasur. "Baik dari mananya, bukankah kau baru kenal dia?" "Iya sih, tapi terlihat dari tatapan matanya yang syahdu saat melihat Mbak Saras." "Mbak rasa setiap laki-laki begitu adanya, mereka akan menatap dengan penuh cinta saat belum mendapatkan apa yang dia incar." "Menurut Mbak Saras seperti itu?" "Iya," jawab Saras sambil tersenyum. Saras masih ingat bagaimana perhatian Reyhan padanya saat dirinya belum menikah dengannya, namun setelah dirinya hamil, malah Reyhan memintanya untuk menggugurkan kandungan. Perasaan benci pada Reyhan waktu itu masih sangat terasa sampai saat ini. Rasa benci, rindu dan cinta bercampur aduk dalam hatinya saat ini. "Mbak, kenap

  • Janda Kembang   Bukan Sebuah Permainan

    "Radyt, tolong bicara dengan Bella kalau kita cari makan hanya berdua saja," ucap Reyhan sambil memandang Radytia. "Apa maksudmu? Kenapa aku harus berbohong padanya?" "Ayolah bantu aku kali ini saja." "Hahaha!" tiba-tiba saja Saras tertawa melihat wajah Reyhan, "dasar pengecut!" lanjutnya. "Aku tidak pengecut, tapi saat ini ada Mama di rumah sakit dan Papa juga masih kritis di ICU, jadi aku tidak bisa jujur dengan mereka," jawab Reyhan. "Tetap saja kau seorang pengecut bagiku," sahut Saras dengan pandangan tajam ke arah Reyhan. "Sudah su-" belum sempat Radytia selesai bicara, ponsel yang dipegang Reyhan berdering kembali. "Radyt, tolong bicara dengan Bella," pinta Reyhan. "Aku tidak mau," jawab Radytia. "Radyt aku mohon." Radytia terlihat cuek dan asik dengan makanan yang dia kunyah, sedangkan Reyhan terlihat gelisah sambil memandang ponselnya yang berdering. "Radyt kalau Mama tahu aku makan bersama Saras, Mama bisa kena serangan jantung." Saras yang tadinya merasa kesal de

  • Janda Kembang   Permintaan yang Sulit

    Mereka sudah sampai di sebuah restoran keluarga yang terletak di sebuah hotel yang nuansanya tradisional berpadu dengan nuansa modern. Makanan melimpah dari nuansa Indonesia, nuansa Western, nuansa oriental dan nuansa Jepang semuanya tersedia. Pelayanannya ramah, saat Saras dan rombongan masuk ke dalam restoran, mereka disambut oleh senyuman ramah para pegawai restoran."Mbak Saras pernah ke sini?" bisik Permadi."Aku pernah pernah ke sini.""Mbak ini hotel dan restoran gitu kayaknya," sahut Sundari."Kayaknya sih iya," jawab Saras.Saras berjalan diapit oleh Permadi dan Sundari, sedangkan Bayu berjalan di depan beriringan dengan Reyhan. "Radyt ke mana?" tanya Saras yang tidak melihat Radytia di antara mereka."Radyt lagi pesan tempat," jawab Reyhan."Oalah," jawab Saras."Mbak, di sini suasananya enak ya.""Iya suasananya enak, ada yang di dalam ruangan ada yang di luar ruangan, pohonnya besar dan rindang, enak buat duduk-duduk," jawab Saras."Hah Radyt harusnya reservasi dulu sebe

  • Janda Kembang   Reyhan Vs Radytia

    "Kenapa kau berubah seperti ini?" tanya Reyhan."Aku tidak suka Mas Reyhan mempermainkan perasaan wanita sebaik dan secantik Mbak Saras.""Aku tidak main-main dengannya, aku sungguh-sungguh mencintainya.""Oh ya, dari yang aku lihat dan yang aku tahu, Mas Reyhan sudah mempermainkan dia," jawab Radytia sambil tersenyum sinis."Sejak kapan kau perduli dengan masalah pribadiku?" "Sejak setahun yang lalu aku melihat Mbak Saras yang sedang bersedih karenamu.""Aku pikir kau pria dingin yang tak punya hati," jawab Reyhan."Jangan mengungkit masa lalu, Mas!""Aku masih ingat bagaimana kau pergi dari Indonesia dan kuliah ke Amerika setelah kita bertengkar.""Aku juga masih ingat itu, saat itu kita bertengkar karena seorang gadis.""Gadis itu jatuh cinta padamu, tapi malah kau tinggalkan?""Aku pergi karena kamu, aku kasih kau kesempatan untuk mendekati gadis itu.""Tapi dia menolakku," jawab Reyhan sambil menghela nafas berat, pikirannya menerawang jauh saat dirinya masih muda dan baru tamat

  • Janda Kembang   Kehangatan Datang tak Terduga

    "Apa Radyt tidak tahu hubunganku dengan keluarga mereka?" "Ah sudahlah, itu tidak lagi menjadi masalahku." Saras terus berjalan menuju parkiran mobil, ia ingin segera sampai di mobil tempat anaknya berada. "Loh Mbak, kok sudah kembali?" ucap Bayu saat melihat Saras sudah ada di samping mobil. "Loh katanya tadi Elena nangis," jawab Saras. "Oh tadi memang nangis, tapi setelah itu dia diam, lalu main sama Permadi dan Sundari." "Oalah tak kira dia masih nangis." "Mbak masuk dulu, nanti kita bicara di dalam mobil," ucap Bayu. Saras masuk ke dalam mobil dan duduk di depan, karena jok belakang sudah ditempati oleh Sundari dan Permadi. "Bayu, kamu sebaiknya masuk ke dalam untuk bantu jaga Pakde, kasihan Bude sendirian di dalam," ucap Saras. "Bagas sudah otw ke ruangan Pakde," jawab Bayu. "Ya udah kalau begitu." Saras menjawab tanpa semangat, ia merebahkan kepalanya di bantalan jok mobil dan memejamkan matanya, tapi sebenarnya dalam hatinya dia teringat dengan kejadian yang barusan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status