"Kenapa kamu bersama Saras?" "Kenapa, kamu tidak suka?" jawab Radytia seraya menatap Reyhan tajam. Seakan tidak mau kalah dengan Radytia, Reyhan berkacak pinggang sambil menatap balik Radytia dengan pandangan yang siap tanding, "Kalau berani, kita bisa berduel di luar." "Jangan Mas." Saras memegang tangan Radytia erat-erat. Reyhan semakin cemburu melihat Saras begitu dekat dengan Radytia, padahal dengannya Saras selalu menjauh, dia juga tidak tahu sejak kapan Radytia dan Saras bisa sedekat itu. "Apa kalian sudah tidur bersama?" "Dasar gila, kamu bicara terbuka seperti itu, apa tidak malu?" sahut Saras kesal. "Malu ... kalian yang seharusnya malu bergandengan tangan di depan umum padahal dia masih istriku." Plaaakk! Saras menampar Reyhan dengan keras hingga Radytia terkejut melihatnya, dia sungguh tidak menyangka bila Saras senekat itu di depan orang banyak. "Aku bukan istrimu lagi jadi jangan sebut lagi aku istrimu. Ngerti!" Zapp! suara pukulan bogem mentah yang langsung mend
"Dasar wong setengah liter!" gerutu Saras melihat wajah pria yang tubuhnya gemuk dan aroma tubuhnya penuh dengan bau asap rokok kretek yang menyesak nafas Saras yang memang tidak suka asap rokok. Suatu hari ada seorang laki-laki yang datang membawa sebuah lamaran pada Saras, ia datang bersama para pengawalnya ke rumah Saras, laki-laki itu bernama Broto. Dia laki-laki yang sangat berpengaruh di desa itu. Dia sudah mempunyai istri, tapi ingin menambah istri lagi. Saras melihatnya aja sudah muak. "Aku rasanya pingin muntah lihat dia," gumamnya sambil menoleh ke samping. Broto berumur kira-kira sekitar 50 tahun, usianya sama dengan usia bapaknya Saras. Wajah Broto brewokan dan juga bermata keranjang, sedangkan Saraswati gadis cantik kembang desa. Orang-orang memanggil dia Saras. Bapaknya suka mabuk-mabukan dan main perempuan dan membuat Saras takut membuka hati untuk laki-laki. Walau banyak yang jatuh hati dan mencoba mendekatinya, tapi Saras menolak mereka semua. “Di mana semua orang
Broto berhenti tertawa dan berkata, "Dengan apa kamu membayar hutang bapakmu, hah?" Mendapat pertanyaan seperti itu, Saras menjadi bingung, ia membenarkan ucapan juragan Broto yang setelah liter itu. 'Betul juga ucapan Broto, aku bayar pakai apa? Buat makan saja kami sudah,' batin Saras. Melihat Saras yang terdiam seribu bahasa, Broto lalu bicara lagi, "Baiklah, aku akan berbaik hati padamu, aku kasih waktu satu bulan untuk berpikir, dan dalam satu bulan itu, kalau kamu bisa bayar hutang bapakmu? Aku akan lepaskan kamu. Tapi, kalau kamu tidak bisa bayar, maka kamu harus jadi istriku! Mengerti wong ayu?" Saras memandang ke arah Broto tajam, tatapan matanya seakan ingin menghujam jantung pria yang menjijikkan itu. "Aku tidak mau menikah denganmu!" seru Saras dengan suara sengit. "Walah, lek marah kamu itu tambah cantik, lo! Hehehe!" Broto mencoba menggoda Saras. Saras tidak merespon ucapan Broto, ia memalingkan mukanya ke arah lain, tapi melihat perlakuan Saras yang seperti itu,
"Emak pasti capek, setiap hari kerja jualan di pasar sampai siang, dan setelah itu mencari dagangan sayur ke sawah atau kebun, kasian Emak, ia pasti lelah seharian bekerja," batin Saras.Langkah kaki Saras bergerak cepat menuju ke rumah Munifah teman masa kecilnya. Munifah teman Saras yang sudah sukses, dia punya rumah megah dan punya banyak sawah. Munifah juga punya mobil mewah hasil kerjanya menjadi TKW di Singapura selama 4 tahun.Rumahnya yang jaraknya kira-kira 500 meter dari rumah Saras, jadi dia tidak perlu berjalan jauh menuju rumah Munifah teman masa kecilnya itu. Sejak lulus SMA dia sudah menjadi TKW ke Singapura."Andai dulu aku ikut dia ke Singapura, pasti aku juga saat ini sudah makmur hidupku, tapi saat itu Bapak melarang aku pergi jauh karena Bapak ingin aku menikah saja dengan orang kaya agar dia bisa dapat uang mahar dari menantunya yang kaya, heh! Dasar Bapak ini serakah!"
"Apa yang terjadi? Emakku di mana?" tanya Saras."Saras, ini Emakmu!" jawab Bulek Nuning, sambil memandang ke arah Saras dengan derai air mata."Di mana Emak Bulek?""Yang terbaring di tengah ruangan itu adalah Emak kamu."Mendengar ucapan Bulek Nuning, Saras memandang ke tengah ruangan yang terbujur kaku seseorang yang di turupi oleh kain jarik."Bulek, bagaimana mungkin? Bulek pasti salah! Aku barusan saja keluar dari rumah, aku tidak percaya!""Saras, kamu sabar ya!" Bulek Nuning menggenggam tangan Saras."Tidak mungkin itu Emak! Barusan saja, Mak bicara denganku, bagaimana mungkin, itu Emak? Tidak mungkin, Bulek!" Saras menyangkal semua ucapan Bulek Nuning."Saras, tenangkan hatimu, coba tenangkan hatimu dulu." Bulek Nuning mencoba menenangkan hati Saras."Tidak, mungkin. Itu tidak mungkin!" g
Melihat Bayu yang terguncang hatinya, Bude Sumiati mendekati Bayu, lalu memegang pundaknya."Jangan kamu yang pergi, biar orang lain yang menjemput bapakmu," kata Bude Sumiati."Aku tahu tempat judi juragan Broto, aku yang jemput Bapak, ya!" sahut Permadi.Tanpa mereka duga, Adik kecil Saras yang berumur 8 tahun itu bersuara lantang. Permadi memang tahu betul tempat bapaknya berjudi, karena Permadi yang sering di suruh ibunya untuk menyusul bapaknya bila tidak pulang ke rumah. Permadi itu anak yang pemberani. Walau masih kecil."Biar aku yang susul, Mbak!" sahutnya lagi,"Jangan. Kita tidak pergi ke mana-mana, kita di sini jaga Ibu untuk yang terakhir kalinya." tegas Saras.Bayu berdiri dari duduknya, Saras memperhatikan adiknya yang berdiri, Saras lalu bertanya, "Kamu mau ke mana?""Aku akan membuat perhitungan dengan B
Saras meraih tangan mungil adiknya. "Sundari, Bayu, Permadi, jangan bersedih, jangan menangis, masih ada Mbak Saras di sini. Kita harus relakan Emak untuk istirahat dengan tenang," ucap Saras sembari memeluk adik-adiknya dengan kasih sayang.Neneknya cuman bisa menatap cucu-cucunya dengan hati yang hancur, tidak pernah terbayang dalam pikiran akan terjadi musibah seperti ini."Oalah Menik, bagaimana nasib anak-anak kamu sekarang? Apa lagi bapaknya pergi tanpa kabar entah ke mana," ucapnya lirih sambil mengusap derai air matanya dengan sudut jarik yang ia pakai.Dalam kesedihan yang amat dalam, Saras berusaha tabah. Matanya menangis, tapi tubuh dan hatinya, ia kuat-kuatkan untuk tetap tegar di hadapan adik-adiknya.'Aku harus kuat, adik-adik butuh aku. Kuat, aku harus kuat!' kata-kata itu yang terus ia lantunkan dalam hatinya.Hati Saras semakin hancur tatk
"Mbak Saras jangan khawatir, aku akan bekerja agar dapat uang untuk membantu Mbak Saras membayar hutang bapak," sahut Bayu sembari memegang tangan kakak perempuannya itu."Tidak, Bayu! Kamu harus tetap sekolah, bagaimanapun caranya, kamu harus tetap sekolah dan menjadi orang sukses. Tolong bantu Mbak mewujudkan cita-cita Mbak.""Tapi Mbak! Bagaimana cara Mbak Saras membayar hutang Bapak?" tanya Bayu."Kita pikirkan nanti saja.""Bagaimana kalau Broto ke sini dan nagih utang?""Bayu, biarkan Mbak istirahat sejenak, pikirannya Mbak masih kacau.""Mbak, biarkan aku bekerja saja."Saras memandang ke arah adiknya dengan tatapan tajam, ia terlihat kesal tapi juga sedih. Saras lalu menyandarkan kepalanya di dinding rumahnya yang terbuat dari bambu."Bayu, Mbak ingin kalian semua, adik-adikku yang Mbak sayangi menjadi orang h