Share

Janda Kembang
Janda Kembang
Author: Swasti Awahita

Wong Setengah Liter

"Dasar wong setengah liter!" gerutu Saras melihat wajah pria yang tubuhnya gemuk dan aroma tubuhnya penuh dengan bau asap rokok kretek yang menyesak nafas Saras yang memang tidak suka asap rokok. 

Suatu hari ada seorang laki-laki yang datang membawa sebuah lamaran pada Saras, ia datang bersama para pengawalnya ke rumah Saras, laki-laki itu bernama Broto. Dia laki-laki yang sangat berpengaruh di desa itu. Dia sudah mempunyai istri, tapi ingin menambah istri lagi. Saras melihatnya aja sudah muak.

"Aku rasanya pingin muntah lihat dia," gumamnya sambil menoleh ke samping.

Broto berumur kira-kira sekitar 50 tahun, usianya sama dengan usia bapaknya Saras. Wajah Broto brewokan dan juga bermata keranjang, sedangkan Saraswati gadis cantik kembang desa. Orang-orang memanggil dia Saras. Bapaknya suka mabuk-mabukan dan main perempuan dan membuat Saras takut membuka hati untuk laki-laki. Walau banyak yang jatuh hati dan mencoba mendekatinya, tapi Saras menolak mereka semua.

“Di mana semua orang? Hei, sini kumpul!” teriak Broto yang datang ke rumah Saras.

Broto datang untuk menjadikan Saras istrinya karena bapaknya Saras punya hutang setelah kalah judi taruhan pemilihan desa, jadi karena itulah bapaknya berhutang banyak pada Broto. Walau Saras tidak paham dan tidak tahu menahu tentang hutang bapaknya, tapi ia sekarang yang harus menanggung akibatnya. Sekarang Saras harus menjadi jaminan hutang bapaknya.

“Inggih Juragan, ada apa?” jawab bapaknya Saras penuh hormat.

“Ayo duduk sini!”

“Baik Juragan.”

Saras sangat kesal melihat bapaknya bersikap seperti itu di depan Broto, bandot tua seperti itu tidak pantas mendapat perlakuan hormat, terlebih Broto adalah rentenir penghisap darah orang miskin, sudah banyak korban dari kejahatan Broto di desa itu, namun orang-orang desa takut untuk protes karena para pengawal Broto galak semua.

"Sungguh, Bapak itu tidak tahu diri. Dia tidak tahu, arti kehormatan seorang anak gadis. Kenapa bapakku begitu mudah mau menyerahkanku kepada laki-laki seperti dia? Padahal Broto itu gila perempuan, dia juga gila harta, dasar kambing tua, kenapa tidak mati saja kau!” batin Saras penuh amarah.

“Heii, apa anak gadismu sudah siap?” ucapan Broto memecah keheningan.

Saras rasanya ingin lari, namun melihat ibunya yang duduk dengan wajah sendu, Saras pun pasrah, lalu bapaknya mendekatinya.

"Bagaimana lagi Nduk? Kamu harus mau jadi istrinya, kalau tidak nasib kita akan bertambah susah," bisik bapaknya. 

"Broto itu selalu mengejar anak-anak gadis belia untuk dijadikan istrinya, dia itu laki-laki pengejar gadis perawan. Bagaimana bapak bisa setuju? Bapak tidak kasihan padaku?" protes Saras.

"Sudahlah kamu jangan banyak ngomong, pergi sana temui dia!"

"Pak, setiap orang tua yang tidak bisa membayar hutang padanya, Broto akan berbuat jahat pada keluarga itu, Bapak sudah tahu itu, kenapa Bapak hutang sama dia, Pak?" protes Saras. 

"Makanya kamu harus nurut sama bapak, kamu harus mau jadi istri Broto, biar hutang bapak lunas!" tekan bapaknya. 

"Bapak kejam! Bapak yang melakukan kesalahan, kenapa aku yang dikorbankan!"

"Bapak waras, bapak lakukan ini demi kamu, jadi kamu temui Broto di luar. Sana pergilah!"

"Aku tidak mau!" balas Saras. 

"Jangan membantah kalau tidak ingin melihat ibumu aku hajar sampai babak belur!" ancam bapaknya. 

Saras tak berdaya, dia tahu bapaknya memang jahat pada ibunya bahkan setiap kali anak-anaknya menolak perintahnya, maka ibunya yang jadi korban tangan dinginnya.

Dengan terpaksa Saras keluar, dilihatnya Broto duduk di ruang tamu. Rumah Saras yang miskin itu hanya ada bangku bambu yang telah usang, dan di atas meja bambu hanya ada kendi dari tanah liat untuk minum para tamu yang datang.

“Wong ayu, ayo duduk sisi.” 

Broto melambaikan tangan, Saras tidak terlalu peduli, dia sibuk menenangkan hati dan pikirannya yang kalut. Saras sering mendengar cerita tentang Broto yang memang biasa datang ke rumah orang yang punya hutang padanya, dia akan datang dengan pengawalnya yang berbadan besar dan sangat garang. Kalau tidak bisa membayar hutang, rumah akan disita beserta harta benda mereka atau anak gadisnya akan dijadikan jaminan hutang keluarga itu.

“Ayo sini, wong ayu,” ucapnya lagi saat melihat Saras yang berdiri mematung.

Senyumannya saat melihat Saras yang masih muda belia dan juga sangat cantik itu membuat Saras bergidik ngeri, terlebih matanya jelatatan dan penuh gairah memandang wajah serta tubuhnya. 

"Hiii geli dan sungguh menjijikan sekali, Ya Allah, apa serius aku disuruh menikah dengannya? Huh! Lebih baik aku mati saja!" gumam Saras.

Broto dengan suara yang serak mulai buka suara, "Eehem! Aku datang untuk menjemput anakmu!" ucap Broto dengan wajah sangarnya, dia memandang bapaknya Saras dengan tajam.

“Inggih Juragan, Monggo.”

"Aku tidak mau!" seru Saras.

"Wong ayu, jangan buru-buru bicara kasar seperti itu. Hehehehe, tenang saja aku akan membuat hidupmu bahagia dengan berlimpah harta. Hehehe!" suara tawa Broto membuat Saras merinding ngeri. 

"Amit-amit jabang bayik!" guman Saras.

"Wong ayu, aku tidak akan memaksa tapi ingat baik-baik kalau bapakmu tidak bisa bayar hutangnya, maka kamu harus jadi istriku atau adik-adikmu aku jual, hahaha!!" tawa Broto membuat Saras merinding.

"Untung adik-adikku tidak di rumah, kalau sampai mereka mendengar ocehan Broto hati mereka pasti akan sedih," gumam Saras.

Ibunya Saras hanya diam dan menangis, hatinya sangat hancur mendengar ucapan Broto. Dia sangat kecewa dengan suaminya. Hatinya hancur melihat anak gadisnya jadi korban dari kekejaman suaminya dan dia tidak bisa menolong anak gadisnya.

"Kang, tega sekali kamu pada anak-anakmu, kamu sudah memperlakukanku dengan kasar dan menyakiti hatiku, namun aku diam. Kamu main perempuan dan berjudi, aku tetap diam, tapi kali ini aku tidak akan memaafkan perlakuanmu, kau sudah kelewatan Kang! Kamu sudah keterlaluan, bagaimana mungkin kamu jual anakmu pada orang yang seperti Broto?" lirih ibunya Saras bersuara di sela isak tangisnya yang tersedu-sedu. 

Bapaknya Saras menunduk, dia terlihat sangat takut saat melihat Broto menatapnya, dengan nada hormat ia berkata, "Mohon maaf juragan, mohon kasih waktu satu bulan lagi biar anak dan istriku berpikir jernih dulu."

Broto manggut-manggut lalu menatap Saras, "Wong ayu, aku akan sabar menanti kamu jadi Istriku," ucapnya sambil memegang jenggotnya yang lebat. 

Saras semakin bergidik ngeri melihat sikap Broto yang semakin aneh. Saras tertunduk dalam-dalam, dia menyembunyikan wajahnya di balik punggung ibunya.

Melihat Saras yang ketakutan, ibunya memegang tangan dingin anaknya itu, wanita itu berderai air mata, wajahnya sendu kelabu bagai awan mendung yang menggantung sebelum hujan.

"Juragan, tolong berikan kami waktu, tolong kasihani kami, juragan!" ucap ibu Saras di iringi derai air mata yang menetes di pipinya yang kusam.

"Saras, bapakmu itu punya utang padaku, dia bilang, kalau kamu yang akan di jadikan jaminan bila hutang bapakmu tidak bisa bayar, makanya aku setuju, lagi pula aku sangat suka sama kamu wong ayu, hehehe," ucapnya sambil tertawa lebar. 

"Sungguh menjijikkan!" umpat Saras dalam hati.

Saras dengan sedikit keberanian dia menatap Broto dan berkata, "Aku tidak mau menjadi istrimu, aku tidak mau membayar hutang bapakku. Dengar, aku tidak ada sangkut pautnya dengan hutang bapakku, jadi jangan pernah memintaku menjadi istrimu!"

"Aduhai anak cantik seng ayu dewe, aku suka kamu, wong ayu!" tawa Broto terdengar menyakitkan di telinga Saras.

"Aku membencimu!" ketus Saras.

"Hahahah!" tawa keras Broto memenuhi ruangan itu.

Saras semakin bergidik ngeri mendengar suara Broto, 'Ingin rasanya aku bungkam mulut kotornya itu pakai sandal yang habis nginjak kotoran sapi,' batin Saras.

Broto yang tampangnya sangar dan brewokan itu semakin membuat Saras muak dan ingin menjambak jenggot Broto yang panjang, terlebih saat tertawa giginya yang kuning terpampang jelas.

"Nih orang apa gak pernah gosok gigi ya? Hiii, kenapa giginya kuning kayak gitu, mana suka merokok pakai cerutu yang baunya bikin aku mual," gerutu Saras sambil menutup mulutnya dengan tangannya.

"Wong ayu, tak usah malu-malu, nanti juga kamu akan suka padaku. Hehehe!" ucap Broto.

Saras perutnya semakin mual mendengar ucapan Broto, tapi ia tetap mencoba tenang dan elegan melihat Broto yang semakin nafsu melihat dirinya.

"Tunggu saja pembalasanku, dasar bandot tua," batin Saras dengan penuh kebencian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status