“Cie ... yang mau nikah, gue di sini berasa Cuma pot bunga yang manis ....” Aku menyindir Siska yang tengah asik chattingan sambil senyam-senyum.
“Dih, apaan lo? Garing amat?” timpal Siska sadis tanpa menoleh. Jarinya lincah mengetik tuts keyboard handphone.
Baru saja hendak pulang, tiba-tiba seorang wanita berpakaian glamour berjalan ke arah meja kami. Sepertinya aku tidak asing. Semakin dekat jarak wanita itu, aku langsung mengingatnya.
“Meyla?!” Pekikku sambil berdiri. Dia mengulas senyum, lalu merangkulku.
“Puji Tuhan, kamu masih ingat aku, Lai ....”
“Laila, Mey ....” Walau kutahu dari dulu Meyla sering memanggilku dengan sebutan Lai, tapi sampai sekarang aku masih selalu memprotesnya.
Siska turut berdiri. Menyaksikan kami sedang berpelukan.
“Meyla Chan?” Tanya S
“Mey, Meyla! Gimana ceritanya lo kenal ama tuh orang?” Siska menggoyangkan bahu Meyla. Aku dan Siska benar-benar tak menyangka kalau Meyla kenal Haris dan Ibunya. Meyla menoleh. Menurunkan kedua telapak tangan dari mulutnya.“Sebentar, aku mau minum dulu. Astaga, aku benar-benar shock.” Meyla menyesap Jus alpukatnya hingga habis sambil memegang dada. Dia mengembuskan napas berkali-kali. Wanita berambut panjang itu menatapku lekat.“Keputusanmu gugat cerai Haris udah sangat tepat, Lai.” Bola mata Meyla membulat. Telapak tangannya menggenggam tanganku.“Jawab dulu, gimana ceritanya kamu bisa kenal Haris dan Ibunya?” Aku makin penasaran saat Meyla berbicara seperti itu. Atau jangan-jangan Meyla juga jadi korban gombalan si Haris.“Belum lama ini, Haris dan Ibunya datang ke rumah aku. Kalian tau mereka ngomong apa?” Meyla melempar tanya pada kami.“Ngomong apa?” t
PoV HarisSelesai mengantar Tante Susi belanja, aku langsung pulang. Aku masih tidak terima dia menyebutku supir. Cuih!“Haris, kamu gak nemenin Tante ngobrol dulu? Eh, Haris, Haris tunggu!” Tante Susi mengejar, aku tetap berjalan sambil menunggu angkutan umum yang melintas.“STOP!!” Tante Susi menarik lenganku.“Kamu itu kenapa sih, Har? Dari tadi dieeeemmm ... aja? Tante tanya, cuma jawab singkat. Kamu sakit? Lagi ada masalah?” Aku memalingkan wajah. Tante Susi menggenggam tangan, kemudian mengelus pipiku. Seketika aliran darah berdesir. Panas.Kutatap wajah janda kaya raya itu, dia tersenyum manis, bibirnya sangat seksi.“Jadi, selama ini tante anggap aku supir?” Akhirnya pertanyaan itu lolos juga. Tante Susi tertawa renyah. Buah dadanya ikut bergoyang. Membuat pikiranku semakin tak menentu.“Gara-gara itu kamu marah?” Aku tak menjawab. Tante Susi m
Sudah kuduga, Haris pasti tidak hadir di persidangan. Ia lebih memilih jalan bersama Meyla. Tapi tidak apa-apa, dengan begitu surat perceraian akan cepat selesai.Usai ngobrol sebentar dengan Pak Jatmoko, aku membuka handphone.Ada pesan di grup kami bertiga. Siska, Meyla, dan aku. Grup ini dibuat atas usulan Siska semalam. Nama grupnya juga dari dia, “Three Angel’s.”[Gaess ... aku lagi sama Haris. Mau aku ajak ke salon. Mobil dia baru lho.] Meyla.[Baru ngerental. Hahaha] Aku tersenyum membaca balasan Siska.[Sok tau kamu, Boy ... dia kan pengusaha perkebunan yang sukses, lagi nge-ekspor besar-besaran.][Tapi, boong. Awokwok.][Hahaha ... bisa banget sih kamu nyindirnya. Laila mana nih? Kok dia gak nongol?][Masih jalanin sidang perceraiannya.][Oh iya aku lupa. Berarti si Haris gak dateng ke sana, ya?][Si Haris itu laki pemalas, culas, pengecut, doyan isi cangcut. Wkwkwk][Boooyyy
PoV Haris“Mobil baru?” tanya Meyla menatapku dengan wajah berbinar.“Iya. Bosen mobil yang kemarin,” jawabku bohong. Meyla kelihatannya takjub.“Mobil kemarin dijual?”“Oh, enggak. Ada kok di rumah. Lagian dijual buat apa uangnya? Mending simpen aja. Biar bisa ganti-ganti.”“Hebat ya kamu? Aku makin kagum deh!” Meyla menggamit lenganku.“Jadi Shopping gak nih?”“Jadi dooong.” Aku membukakan pintu mobil, setelah memastikan Meyla duduk dengan nyaman, lalu menutupnya.Sepanjang perjalanan, Meyla tak henti menatapku. Bahkan beberapa kali tersenyum genit.“Kamu kenapa, Mey? Lihatin mulu.” Aku merasa Meyla berubah sikapnya. Dia tambah manis, tidak ketus, dan sombong seperti sebelumnya.“Kamu gak suka aku lihatin?” tanyanya merengut. Aku jadi salah tingkah.“Eng-enggak. Justru
Akhirnya syuting iklan yang kami tangani sudah selesai. Kalau tadi tidak hujan, mungkin jam tujuh malam udah selesai, tadi sempat break lagi dari jam tiga sampai maghrib karena turun hujan cukup deras. Jadilah baru beres jam sepuluh. Alhamdulillah meski demikian, semua tim tetap kompak dan semangat termasuk Citra Karina. Semoga saja produk yang kami iklankan laris manis. Ramai dipasaran.Aku sudah bersiap unuk pulang. Sebelumnya menghampiri Siska terlebih dahulu untuk menyampaikan rencana weekend ke Villa Bogor.“Siap! Biar nanti gue yang umumin ke anak-anak. Betewe, di sana nanti mau diadain acara apa?” Siska menyilangkan tangan ke depan dada. Aku mengerutkan kening, belum mengerti arah bicara Siska.“Acara gimana maksudnya?” Siska menghela napas. Menurunkan kedua tangannya dari lipatan di depan dada.“Game gitu. Apa cuma acara bakar kambing guling, bakar ayam, terus makan-makan?” Aku berpikir sejenak. Kala
PoV HarisLagi-lagi aku merasa dirugikan jalan bersama Meyla. Biasanya aku yang suka morotin uang wanita, ini kebalikan. Meyla tak tanggung-tanggung menghabiskan uangku hampir dua puluh juta. Sudah menghabiskan uang segitu banyaknya, tapi sampai sekarang aku belum bisa menyentuh bibirnya apalagi lebih dari itu. Beda halnya dengan wanita lain, cukup bayar lima ratus ribu jiwa ragaku terpuaskan. Apalagi dengan Salma dan Tante Susi, gratis tapi memuaskan dalam hal servis.Aku kira, setelah diantar pulang ke rumahnya sampai larut malam, Meyla dengan suka rela mengajakku nginap. Menyerahkan tubuhnya begitu saja. Yang terjadi justru dia menyuruhku pulang. Bahkan ketika ingin mencium bibir tipisnya, Meyla mendorong tubuhku menjauh.Aku jadi curiga, jangan-jangan si Meyla ini bukan wanita kaya raya, tapi dia miskin. Gak punya apa-apa.Aku mengemudikan mobil menuju rumah tante Susi, mobil ini biar aku taro di rumahnya saja. Kalau di bawa ke kontrakan mana mu
Hampir satu jam Meyla bercerita tentang kebersamaanya dengan Haris. Aku, Siska, Bi Inah dan Mang Karman masih menyimak.“Mey, lo jangan sampe ketauan kalau Cuma manfaatin dia doang. Sekali-kali lo juga harus ngeluarin duit supaya si Haris gak curiga kalau lo lagi ngerjain dia.” Siska memberi pendapat. Aku mengangguk setuju.“Iya juga sih. Orang macam Haris kan udah berpengalaman banget soal cewek. Dia pasti tau, mana cewek yang beneran takluk ama dia, mana cewek yang Cuma porotin duitnya. Oke deh, next time aku lebih piawai lagi. Udah dulu ya, nanti kita sambung lagi. Aku capek banget nih. Pengen bobo syantik.” Imbuh Meyla.“Oke. Good night.” Balas Siska.Setelah telepon dimatikan, kami menuju kamar untuk melepas penat, istirahat.Pagi hari ketika sarapan, Siska bertanya soal sidang perceraianku kemarin.“Alhamdulillah lancar. Begitu pengacara tunjukin bukti rekaman te
Aku bergegas masuk lift, meninggalkan Bu Sarnih yang masih berdiri. Raut wajahnya nampak kesal. Beberapa kali ia menghentakkan kaki.Lift berhenti lantai empat. Di mana ruanganku dan staff berada. Aku berjalan santai melewati lorong yang tidak terlalu ramai. Beberapa karyawan menyapaku ramah saat berpapasan.Aku mengayunkan langkah hingga di ruang paling ujung, yakni ruanganku.Baru saja menghempaskan bokong, Siska menyembul dari balik pintu. Masuk dan menutup pintu kembali. Lalu tanpa basa-basi ia bertanya, “Mau ngapain ibunya si Haris?”“Pengen tinggal di rumah gue!” sahutku tanpa menoleh. Membuka laptop, memeriksa laporan keuangan.“Terus apalagi?” Siska menarik kursi, duduk bersebrangan denganku.“Katanya Haris dikasih apartemen sama pemilik kontrakan. Tapi ibunya gak mau tinggal di sana.” Imbuhku.“Lah tumben gak mau diajak ke apart? Dia udah ikhlas hidup