Home / Romansa / Jangan Pegang, Coach / Bab 4 : Nafas yang Tertahan.

Share

Bab 4 : Nafas yang Tertahan.

Author: Mey_Lee
last update Last Updated: 2025-08-02 22:26:34

Sudah beberapa minggu sejak Mey dan Rafael mulai saling lempar candaan disela latihan. Awalnya, semua terasa biasa saja. Seperti hubungan pelatih dan klien pada umumnya. Tapi sejak Rafael mulai bawain handuk bersih sebelum sesi dimulai, atau mengingatkan Mey buat minum dari botol minum favoritnya, semuanya jadi terasa...beda. 

Hari itu gym agak sepi. Musik instrumental mengalun pelan, mengisi ruang di antara alat-alat berat dan bayangan mereka yang memantul samar di kaca besar. Rafael berdiri tak jauh dari Mey. Tapi cukup dekat untuk bikin jantung Mey berdetak sedikit lebih cepat.

"Udah minum? " tanya Rafael sambil menyodorkan botol air dinginnya.

"Udah sih..tapi makasih, " jawab Mey, tangannya menerima botol itu sambil, tanpa sadar, menahan nafas. Jari mereka sempat bersentuhan sebentar. 

Mey tertawa kecil. " Gila ya...dulu aku mikir gym tuh tempat bising, keringetan, dan capek banget. Tapi sekarang malah kerasa kayak...tempat buat nenangin diri. "

"Karena kamu udah nemuin ritmemu sendiri, " kata Rafael. " Atau mungkin...karena, kamu nemu tempat yang bikin kamu ngerasa hidup lagi. "

Ucapan itu kena tepat di titik kosong dalam hati Mey. Ia menatap Rafael sejenak, lalu buru-buru mengalihkan pandangan ke arah treadmill kosong.

Latihan selesai. Tapi tubuh Mey nggak benar-benar lelah. Yang capek justru pikirannya sendiri.

Rafael duduk di bangku dekat alat rowing machine. Ia menepuk tempat kosong di sampingnya. Isyarat kecil. Mey mendekat dan duduk di situ.

"Aku mau nanya sesuatu..tapi janji nggak bakal tersinggung, ya? " ucap Rafael, suaranya pelan banget.

Mey mengangguk. " Tanya aja. "

" Kamu pernah ngerasa...hidupmu aman, stabil, semua kelihatan baik-baik aja...tapi dalemnya kosong banget? "

Mey menghela nafas panjang. Matanya menunduk, menatap lantai. " Sering. Terlalu sering malah. Kaya...semuanya lengkap. Tapi tetap aja ngerasa sendirian. "

Rafael mengangguk pelan. " Aku juga. Diantara semua orang yang datang ke tempat ini...cuma kamu yang kayanya ngerti rasa sepi di ruangan rame ini. "

Sejenak mereka diam. 

Rafael menatap Mey lamat-lamat.

Mey berdiri mendadak. " Aku pulang duluan ya, Raf."

Rafael hanya mengangguk. "Hati-hati. "

Sepanjang perjalanan pulang, kepala Mey penuh dengan suara-suara. Ucapan Rafael, bentuk tubuhnya yang melekuk atletis. Rahangnya yang mengeras kala memberikan instruksi. 

“Lupain Mey!.” pekik Mey dalam hati.

---

Di kamar, Mey buka jendela lebar-lebar. Angin malam masuk pelan. Langit malam terlihat biasa saja, tapi dalam dirinya...ada sesuatu yang luar biasa bergejolak.

Ia mencoba berbaring. Tapi nggak bisa tidur. Tiap kali merem, yang muncul malah bayangan mata Rafael, mata coklat yang seperti ingin bicara serta tubuhnya bagai pas untuk dipeluk dirinya.

Mey menoleh ke arah lampu meja.Tangannya meraih jurnal kecil yang biasanya ia tulis kalau isi kepalanya mulai kusut.

Tulisan tangannya terburu-buru.

" Kenapa aku deg-degan kaya gini? ini salah, kan? Tapi kenapa rasanya kayak..hidup? Sejak kapan perhatian kecil bisa bikin dada aku sesak. Gimana kalau aku cuma salah baca? Tapi..kenapa matanya nggak bohong? "

Mey menutup jurnalnya dan meletakkannya kembali. Tangannya refleks menyentuh dada yang masih berdebar pelan.

Tiba-tiba handphonenya bergetar. Notifikasi masuk. Ia langsung mengambilnya.

Mata Mey mengernyit. Notifikasi transaksi masuk. Atas nama suaminya. Hotel. Jam 01.30 pagi. Lokasi : Pusat kota.

Jantungnya langsung melambat. Ia mengetik cepat, menelusuri nama hotel itu. Dan saat hasil pencarian muncul, nafasnya tercekat.

" Hotel Deluxera-Couple only, no ID check. "

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 9 : Cinta yang Tersembunyi Dibalik Nama Profesional

    Ruangan gym itu seakan punya aroma yang sama setiap sore, bau keringat bercampur parfum maskulin, dengan musik beat pelan yang terus diputar dari speaker di sudut dinding. Tapi sore ini, rasanya semua lebih intens. Entah karena Mey datang lebih awal, atau karena ia sengaja ingin memastikan apakah Rafael benar-benar sibuk melatih orang lain, bukan sekadar alasan untuk menjauh. Mey berdiri di depan cermin besar, pura-pura merapikan tali sepatunya, padahal dari sudut matanya, ia mengamati Rafael yang sedang menjelaskan gerakan pada klien wanita di treadmill. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Bukan cemburu, tapi lebih pada perasaan aneh: perasaan memiliki, padahal mereka tidak pernah benar-benar mengikatkan apa pun. Seolah tahu sedang diperhatikan, Rafael menoleh. Tatapan mereka bertemu sebentar. Mey buru-buru menunduk, pura-pura sibuk memeriksa ponselnya. Ia bisa merasakan detak jantungnya berdetak sedikit lebih cepat dari biasanya. Tak lama kemudian, Rafael menghampi

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 8 : Batas yang Terlampaui

    Gym sore itu nyaris kosong. Musik dari speaker nyaris tenggelam oleh sunyi. Cahaya senja dari jendela kaca panjang menyorot ke lantai, meninggalkan bayangan alat-alat beban yang seolah mengintai dari kejauhan. Hanya ada Mey, dan Rafael.Peluh masih mengalir pelan di pelipis Mey, tubuhnya baru saja selesai latihan. Tapi bukan lelah yang kini menguasai tubuhnya—melainkan gugup, dan sesuatu yang lebih dalam dari sekadar rasa penasaran. Rafael berdiri di hadapannya, masih mengenakan kaos training ketat dan celana pendek gym, tubuhnya tampak mengilat di bawah lampu.“Masih kuat?” suara Rafael rendah, serak, ada jeda aneh di ujung kalimatnya.Mey menelan ludah. “Enggak tahu... mungkin iya.”Dia mendekat. Gerakannya lambat, tapi jelas. Tidak ada lagi jarak formal antara mereka. Dan ketika Rafael menyentuh pinggang Mey—bukan untuk koreksi postur, bukan juga karena alasan latihan—semua peringatan dalam kepala Mey hilang seketika.Tangannya hangat. Mey

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 7 : Lelah yang Mengarah ke Rafael

    Hujan turun sejak sore. Udara di rumah dingin, tapi bukan dingin yang menyenangkan. Dingin ini terasa seperti jarak—tebal, dingin, dan menempel di dinding. Mey duduk di ujung ranjang, menatap pintu kamar yang setengah terbuka. Dari luar terdengar suara suaminya menelepon seseorang, nada suaranya datar tapi sesekali diselingi tawa kecil yang jarang ia dengar lagi jika berbicara dengan Mey. Rasanya seperti ada lubang di dadanya. Bukan karena cemburu, tapi karena menyadari ia sudah lama berhenti jadi alasan seseorang tersenyum. Beberapa menit kemudian, sebuah percakapan kecil meledak menjadi pertengkaran. Kata-kata kasar meluncur, tuduhan-tuduhan yang menusuk. Mey tidak membalas banyak, tapi setiap kalimat yang masuk seperti menampar sisi dirinya yang sudah rapuh. Ia akhirnya memilih mundur. Masuk ke kamar mandi, mengunci pintu. Duduk di lantai, punggungnya bersandar pada dinding dingin. Air mata mengalir, tapi tanpa suara.

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 6 : Diam yang Mengerti

    Keesokan malamnya, rumah terasa terlalu sempit untuk Mey. Televisi menyala di ruang tengah, tapi suaranya cuma jadi latar kosong. Ponsel di meja tak berbunyi, tapi justru keheningan itu membuat pikirannya semakin bising. Sejak pelukan kemarin malam, ada sesuatu yang berbeda di tubuhnya. Bukan sekadar hangatnya pelukan itu, tapi sensasi yang menempel lama, seolah setiap inci kulitnya masih mengingat tekanan lengan Rafael di bahunya.Ia mencoba membaca, lalu menonton sesuatu, tapi pikirannya selalu melayang ke arah yang sama. Pada akhirnya, dia menyerah. Ditariknya jaket tipis dari gantungan, lalu keluar rumah tanpa tujuan jelas… atau mungkin tujuannya sudah jelas sejak awal.Jam di dasbor mobil menunjukkan pukul sembilan lewat sedikit saat Mey memarkir di depan gym. Tempat itu hampir kosong. Dari luar, hanya terlihat sedikit cahaya keluar dari sela tirai. Saat ia masuk, suara musik pelan menyambut, bercampur bau familiar—aroma campuran karet matras, besi, dan sedikit wangi keringat yan

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 5 : Pelukan yang Tak Disengaja

    Hujan deras mengguyur kota malam itu. Air memantul di aspal, lampu-lampu jalan buram tertutup butiran hujan yang jatuh tanpa jeda.Mey berdiri di depan jendela, memandang ke luar dengan pikiran yang penuh. Notifikasi transaksi hotel itu masih membekas di kepalanya. Nama hotelnya, jamnya, keterangan “couple only” yang menampar langsung ke ulu hati. Rasanya perih, tapi anehnya... matanya kering.Bukannya ingin menangis, yang Mey rasakan justru sesak. Kayak ada beban yang makin berat kalau ia tetap berada di rumah.Tanpa banyak pikir, ia ganti pakaian, pakai hoodie abu-abu, dan keluar rumah. Bukan untuk ke minimarket, bukan juga untuk sekadar jalan. Kakinya membawa ke satu-satunya tempat yang bisa membuatnya bernapas.Jam dinding gym sudah menunjukkan pukul hampir sepuluh malam saat Mey tiba. Biasanya jam segitu suasana sudah sepi. Tapi lampu di dalam masih menyala. Ia mendorong pintu, dan seperti sudah bisa ditebak, Rafael ada di sana.Dia sedang menyeka alat treadmill, earphone menggan

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 4 : Nafas yang Tertahan.

    Sudah beberapa minggu sejak Mey dan Rafael mulai saling lempar candaan disela latihan. Awalnya, semua terasa biasa saja. Seperti hubungan pelatih dan klien pada umumnya. Tapi sejak Rafael mulai bawain handuk bersih sebelum sesi dimulai, atau mengingatkan Mey buat minum dari botol minum favoritnya, semuanya jadi terasa...beda. Hari itu gym agak sepi. Musik instrumental mengalun pelan, mengisi ruang di antara alat-alat berat dan bayangan mereka yang memantul samar di kaca besar. Rafael berdiri tak jauh dari Mey. Tapi cukup dekat untuk bikin jantung Mey berdetak sedikit lebih cepat."Udah minum? " tanya Rafael sambil menyodorkan botol air dinginnya."Udah sih..tapi makasih, " jawab Mey, tangannya menerima botol itu sambil, tanpa sadar, menahan nafas. Jari mereka sempat bersentuhan sebentar. Mey tertawa kecil. " Gila ya...dulu aku mikir gym tuh tempat bising, keringetan, dan capek banget. Tapi sekarang malah kerasa kayak...tempat buat nenangin diri. ""Karena kamu udah nemuin ritmemu se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status