بيت / Romansa / Jangan Pegang, Coach / Bab 3 : Luka yang Tak Terucap.

مشاركة

Bab 3 : Luka yang Tak Terucap.

مؤلف: Mey_Lee
last update آخر تحديث: 2025-08-02 16:50:55

Pagi itu harusnya tenang, tapi tidak di rumah Mey. Hari baru malah dibuka dengan adu mulut kecil bersama suaminya, yang makin kesini, makin terasa seperti orang asing di bawah satu atap.

Mey akhirnya menghindar ke kamar mandi. Bukan untuk bersih-bersih, tapi untuk menahan semua yang sudah di ambang tumpah. Marah, kecewa, lelah. Rasanya seperti ada banyak beban yang nyangkut di dada. Airmata pun akhirnya jatuh. Ia tutupi suara tangisnya sebisa mungkin. Bukan karena gengsi, tapi karena sudah terlalu sering disimpan, sampai jadi biasa.

Ia nggak tahu, suaminya masih ada di luar atau udah pergi begitu saja. Tapi Mey juga udah terlalu capek untuk peduli.

Seperti biasa, Mey pergi ke gym. Tempat satu-satunya yang belakangan ini terasa seperti ruang bernafas. Tempat aman di tengah kekacauan batin yang udah terlalu lama ditahan.

Langkah pelan waktu masuk ruangan alat berat. Kepalanya sedikit menunduk. Hari ini dia nggak ingin bicara banyak dengan siapapun.

Tapi suara itu muncul lagi, dari sudut ruangan yang sudah familiar.

"Hai?"

Mey cuma mengangguk, menjawab singkat. " Hai, " sambil pura-pura buka handphone, padahal nggak ada notif yang masuk. Dia cuma butuh alasan buat nggak keliatan terlalu terbuka.

"Latihan hari ini masih aman? " tanya Rafael.

Mey menarik nafas. "Aman. " jawabnya pelan.

Rafael memperhatikan wajah Mey. "You okay? "

Pertanyaan itu sebenarnya simpel. Tapi efeknya hampir membuat Mey mengiris bibir.

Namun ia mencoba fokus dengan hari ini. Latihan dimulai dengan stretching. Rafael nggak banyak bicara. Hanya memberi contoh gerakan, dan Mey mengikutinya dalam diam.

Tiap repetisi terasa dua kali lebih berat. Bukan karena bebannya, tapi karena pikiran Mey yang berantakan.

Waktu Mey harus jongkok sambil angkat barbell kecil, Rafael berdiri di depannya. Mengarahkan dengan tenang. " Turunin pelan. Tahan. Fokus di nafas. "

Mey coba ikuti. Tapi gerakannya goyah.

Tangan Rafael menyentuh pinggang Mey. Tapi cukup bikin jantung Mey berdegup lebih cepat. Bukan karena malu, tapi karena tubuhnya seolah tahu. Ini bukan sekedar koreksi postur.

"Jangan terlalu maju. Nanti lututmu kena, " katanya tetap fokus.

Mey cuma bisa mengangguk. Tapi pikirannya sudah melayang pada jemari Rafael yang merayap ke bagian belakang punggungnya. Ia menghempaskan pikiran itu jauh-jauh.

Setelah selesai, mereka duduk di lantai. Nafas masih belum stabil, baju basah oleh keringat.

"Udah cukup buat hari ini? " tanya Rafael.

Mey mengangguk. Ia duduk bersandar ke dinding, dan Rafael ikut duduk di sebelahnya. Sedikit terlalu dekat.

Sunyi. Hanya bunyi pendingin ruangan dan suara nafas mereka terdengar.

"Aku jarang liat klien yang se-fokus kamu." Rafael berkata tiba-tiba.

Mey menoleh.

"Aku juga.. jarang diperhatikan sejelas ini, " jawabnya pelan. Jujur. Tanpa sadar udah bilang begitu.

Rafael menatapnya. 

"Kadang kita nggak sadar ya...udah nahan terlalu banyak hal sendirian, " ucapnya.

Mey nggak menjawab. Tapi matanya cukup jadi jawaban.

Tiba-tiba Rafael menyentuh pergelangan tangan Mey. Sentuhannya nggak kuat. Tapi seperti nyetrum pelan.

Mey refleks menatapnya. Rafael kayak mau ngomong sesuatu. Tapi bibirnya hanya terbuka sebentar, lalu tertutup lagi.

"Maaf, " katanya akhirnya. Tapi tangannya nggak langsung dilepas. Dan Mey...juga nggak menarik tangannya.

Hening.

Beberapa detik setelah itu, Rafael berdiri. Canggung. Seperti menimbang sesuatu yang nggak jadi dia katakan

Dan seperti biasa...Mey memutuskan mundur satu langkah sebelum semua ini terasa terlalu dekat. 

Sore harinya, di kamar, Mey buka voice note yang ia rekam diam-diam saat sesi latihan tadi. Suara Rafael terdengar di situ. Memberi arahan. " Tahan..tarik nafas..lepaskan. "

Suaranya menenangkan.

Mey sendiri nggak tahu kenapa dia simpan rekaman itu. Tapi mungkin...itu caranya mengingat bahwa perasaan ini nyata. Bahwa ada suara yang bikin tenang, bahkan di tengah hidup yang belakangan terlalu berisik.

استمر في قراءة هذا الكتاب مجانا
امسح الكود لتنزيل التطبيق

أحدث فصل

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 125 : Hari Terakhir

    Mey kebangun karena cahaya pagi nyelinap masuk lewat tirai apartemen Kemang. Rafael masih tidur, tangannya masih melingkar di pinggangnya. Mey nggak langsung gerak, cuma diam di situ, menikmati kehangatan dan kedekatan yang rasanya baru balik lagi setelah lama hilang.Tadi malam terasa seperti sesuatu yang lama Mey butuhkan.Bukan cuma soal fisik tapi juga batin. Mereka nyambung lagi di level yang lebih dalam.Rafael bergerak sedikit, matanya mulai terbuka."Morning," bisiknya."Morning.""Sleep well?""Very."Rafael senyum tipis, nyium bahu Mey pelan."Good."Mereka tetap di kasur lebih lama dari biasanya. No rush. No alarm. Cuma cahaya pagi dan diam yang nyaman."Hari ini hari terakhir," kata Mey pelan."Iya. Besok kamu packing, lusa kamu terbang.""Nervous?""Sedikit... tapi lebih lebih tenang sekarang. Setelah dua hari ini."Mey angguk, "Me too."

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 124 : Tiga Hari Lagi

    Pagi itu di apartemen Kemang. Mey bangun duluan. Rafael masih tidur, nafasnya masih pelan. Mey liat wajah Rafael sebentar, ada garis lelah di dahi, bahkan waktu tidur. Pelan-pelan, Mey keluar ke balkon, bawa kopi, duduk di kursi yang semalam mereka duduki. Udara Jakarta masih tenang, langit mulai terang. Tiga hari. Cuma tiga hari sebelum Mey berangkat. Tiga hari buat mereka 'figure this out'. Tapi gimana caranya? Dari mana mulainya?. Pintu balkon terbuka pelan. Rafael keluar, rambut berantakan dan mata masih sembab. "Pagi," suara Rafael serak. Mey menoleh, tersenyum. "Pagi. Mau kopi?" "Udah ada?" Mey ngangkat mug kedua yang udah disiapin dari tadi. Rafael senyum kecil, ambil, terus duduk di kursi sebelah Mey. Mereka diam beberapa saat. Nggak awkward, tapi berat "Aku udah mikir," kata Rafael akhirnya. "Soal kemarin." "Aku juga." "Dan aku mau usul sesuatu." Mey menoleh, "Apa?" "Mulai hari ini sampai minggu. Kita pakai waktu cuma buat kita berdua. No work. N

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 123 : Titik Puncak

    Rafael bangun lebih pagi dari biasanya. Alarm bunyi jam 5, dia langsung bangun, mandi cepat dan siap-siap buat site visit. Mey masih setengah sadar waktu Rafael keluar dari kamar mandi. "Udah mau berangkat?" tanya Mey dengan suara serak. "Iya. Meeting sama kontraktor jam enam. Sorry ya, kalau ganggu tidur kamu." "Nggak papa. Hati-hati ya." "Will do." Rafael nyium kening Mey sebentar sebelum berangkat. Setelah suara pintu tertutup, apartemen langsung berasa sepi lagi. Mey bengong sebentar, terus ngambil HP. Ada email dari Emma yang belum sempat dia balas. Mey ngetik pelan: Emma, I'm in. When do you need me there? Lima menit kemudian, balasan dari Emma pun masuk: Perfect. Flight Monday next week. I'll send the details. Thanks, Mey. You're lifesaver. Mey taruh HP-nya di meja, ngeliat ke langit-langit. Ada rasa lega yang seolah-olah udah mutusin sesuatu yang benar, tapi tetap kerasa nyesek. Mey tarik nafas panjang, "Aku belum bilang ke Rafael." gumamnya pelan. Sementara i

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 122 : Jarak yang Belum Terlihat

    Mey kebangun jam setengah enam. Rafael masih tidur di sofa dengan posisi yang sama kayak semalam. Laptop Rafael masih nyala, belum di matikan, tapi layarnya udah gelap. Mey ambil selimut dikamar, buat nutup tubuh Rafael pelan-pelan sebelum ke dapur bikin kopi. Sambil nunggu air panas, Mey buka HP-nya. Dan liat email masuk dari Emma. Subject: Singapore Side. Need Your Input. Mey, We're expanding our wellnes modul to two new corporate clients in Singapore. I need a senior person to handle the setup, which will take about 2-3 weeks on-the-ground. You're my first pick. Let me know if you're up for it. - Emma. Mey baca ulang. Dua sampai tiga minggu di Singapura. Artinya ninggalin Rafael pas lagi sibuk-sibuknya bangun RafFit studio. Waktunya... Nggak pas. Mey belum bales. Mey buka kalender dan liat jadwal Jakarta yang saling tabrakan. Nggak lama, Rafael muncul dari ruang tamu. Rambutnya acak-acakan, matanya masih setengah terbuka. "Pagi," kata Rafael dengan suara yang serak. "Pag

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 121 : Perubahan Ritme

    Alarm Rafael bunyi jam enam. Dia langsung matiin cepat, takut ganggu Mey yang masih tidur. Tapi, Mey udah kebangun dulu. "Pagi," sapa Mey pelan sambil buka mata. "Pagi. Sorry, volume alarm aku kegedean." "Nggak papa. Aku juga udah mau bangun." Rafael mandi lebih dulu, Mey nyiapin kopi. Rutinitas pagi yang udah jadi kebiasaan. Nggak banyak ngomong tapi nyaman. Sarapan mereka sederhana. Hanya roti panggang, telur dan kopi hitam. "Hari ini sibuk?" tanya Mey sambil ngunyah. "Lumayan. Ada site visit sama kontraktor jam sepuluh, terus lanjut meeting sama Gery soal revisi budget." "Sinta ikut?" tanya Mey lagi. Rafael diem sebentar. "Kayaknya iya. Dia kan lead marketing." Mey angguk. "I see." Rafael natap Mey serius. "Kamu nggak papa, kan?" "Yeah. Maksud aku... ini urusan kerjaan. Aku nggak boleh berharap kamu ngindarin dia." "Tapi kalau kamu nggak nyaman... " "Aku nyaman." potong Mey sambil senyum kecil. "Serius. Aku cuma masih menyesuaikan. Tapi aku percaya kamu." Rafael gengg

  • Jangan Pegang, Coach   Bab 120 : Retak yang Halus

    Senin pagi – Apartemen KemangMey bangun jam enam, tapi udah nggak bisa tidur lagi sejak jam lima. Pikirannya terus balik ke malam kemarin—nama Sinta di layar HP Rafael, cara dia cepat-cepat matiin notifikasi, dan jawaban "besok aja" yang terlalu... ringan.Dia keluar ke balkon, bawa kopi, duduk sambil lihat Jakarta yang mulai bangun. Langit masih kelabu, udara dingin, tapi ada sesuatu yang terasa berat pagi ini.*Aku nggak mau jadi orang yang insecure. Tapi kenapa rasanya ada yang nggak pas?* batin Mey.Rafael keluar beberapa menit kemudian, masih pakai kaos tidur, rambut acak-acakan."Udah bangun lama?" tanyanya sambil duduk di sebelah Mey."Sejam-an.""Nggak bisa tidur?""Bisa. Cuma... kepikiran."Rafael diam sebentar, sensing something. "Kepikiran apa?"Mey pause, mikir apakah mau nanya atau nggak. Akhirnya dia mutusin untuk jujur."Kemarin... Sinta chat kamu, kan?"Rafael

فصول أخرى
استكشاف وقراءة روايات جيدة مجانية
الوصول المجاني إلى عدد كبير من الروايات الجيدة على تطبيق GoodNovel. تنزيل الكتب التي تحبها وقراءتها كلما وأينما أردت
اقرأ الكتب مجانا في التطبيق
امسح الكود للقراءة على التطبيق
DMCA.com Protection Status