Share

Bab dua [Janji Aldi]

Alin mencoba mengikuti sosok itu, sekedar memastikan. Benar atau tidak. Namun dia kehilangan jejak. Noah yang melihat Alin berjalan dengan wajah gelisah tak tenangnya, berjalan mengikutinya.

"Pak Wid, nitip Langit ya."

"Eh, pak Noah mau kemana?"

"Sebentar."

Noah berlari kecil mengikuti kemana Alin melangkah. Wanita itu terus berjalan tak tentu dengan mata yang sibuk mengedar mencari sosok yang mirip suaminya itu. Noah yang sudah tak tahan menarik lengan Alin.

"Ada apa?" Tanyanya, "kenapa berjalan seperti kesetanan seperti ini?"

"Aku..... seperti melihat Mas Aldi tadi." Mata Alin masih berkeliling mencoba mencari sosok yang tadi dia ikuti.

"Ini hari sabtu. Bukankah seharusnya dia bekerja?" Tanya Noah menahan lengan Alin.

"Aahh.. Benar. Apa yang ku pikirkan?" Alin bergumam, tersenyum dengan sedikit dipaksakan.

"Ayo kembali."ajak Noah melepaskan tangan Alin,"Langit dan pak Wid pasti menunggu kita dengan gelisah."

Alin berjalan mengikuti Noah kembali ke tempat dimana Langit dan pak Wid sedang bermain permainan di timezone.

Tak jauh dari lokasi mereka, Aldi dan Melinda sedang berjalan bergandengan memilih produk kosmetik untuk Melinda.

"Mas Al. Bagaimana kalau aku pake itu?" Melinda menunjuk Linggeri yang terlihat di ujung konter tak jauh dari tempat mereka memilih kosmetik.

"Pasti cantik dan seksi sayang."Aldi berucap sambil menyentil hidung Melinda dengan senyuman mesumnya.

"Ayo beli itu Mas."ajak Melinda manja.

"Tentu saja. Apapun akan kubelikan untukmu."

Mereka akhirnya berjalan kearah kounter Pakaian dalam. Yang bertolak belakang dengam tempat Alin dan yang lainnya berada.

_____

Alin, Langit, Noah, dan pak Wid berhenti disebuah resto yang berada didalam mall. Mereka memesan beberapa makanan dan minuman.

Noah dan Langit tampak bercanda bersama, sesekali pak Wid ikut menimpali.

Alin menatap mereka dengan senyuman sambil mengaduk-aduk minumannya. Ia ingat, sudah sangat lama dia dan Aldi serta Langit tak jalan-jalan seperti ini. Alin jadi merindukan momen seperti ini. Noah melirik Alin yang seperti tenggelam dalam dunia lamunan nya sendiri.

"Apa yang kamu pikirkan?"

Alin berbalik melihat Noah. Dengan senyum tipis diwajahnya.

"Tidak."elaknya, "Tidak ada."

"Apa kamu memikirkan suamimu?"

"Tentu saja aku memikirkan nya. mas Aldi suamiku, aneh sekali anda." Oceh Alin dengan nada sedikit mencemooh.

Noah mengulas senyum tipis, dan terdiam menyeruput kopinya. Netranya melirik Alin lagi, wanita itu masih terlihat sedikit gelisah.

"Apa kamu masih penasaran dengan sosok yang kamu lihat tadi?" tebak Noah, yang sepertinya tepat terlihat diwajah Alin berubah.

"Bukankah seharusnya dia bekerja sekarang?"

"Iya benar."Alin membenarkan."Dan itu bukan urusan anda, pak Noah."

"Jangan memanggilku pak, panggil saja Noah."

"Tidak terima kasih."

Noah tersenyum lucu.

"Apa yang kamu kuwatirkan?"tanya Noah lagi,

"Kau terlihat begitu mengkhawatirkan nya, sangat gelisah. Apa kamu tidak percaya pada suamimu? Apa kau berpikir dia sedang bersama wanita lain sekarang?"lanjut Noah yang tentu menyentil Alin.

"Benar juga. Apa yang aku pikirkan?" Balas Alin dengan senyum palsu. "Aku harus percaya padanya. Tak mungkin dia berselingkuh dariku."

"Tenangkan dirimu Alin..." Alin bergumam pelan pada dirinya sendiri."Mas Al tidak akan menghianati mu."

Gumam an Alin yang pelan itu masih dapat Noah dengar. Dia jadi merasa iba padanya.

Dalam pikiran Alin masih berkecambuk tanya tentang siapaa sosok itu.

Siapa pria itu? Kenapa mirip sekali dengan Mas Aldi? Dan siapa wanita yang merangkul manja padanya? Apa hubungan mereka? Jika benar itu adalah mas Aldi, apa yang akan aku lakukan? Begitu pikir Alin.

__________

Alin menyiapkan air hangat untuk Aldi mandi.

"Mas Aldi, Ini air mandinya sudah siap." Seru Alin dari dapur setelah menuangkan air panas di ember untuk Aldi mandi sepulang kerja.

"Iya Alin. Sebentar. Mas masih ada urusan sama Boz."jawab Aldi dari halaman belakang. Sebenarnya, Pria itu sedang menelpon Melinda.

Melinda dan Aldi adalah rekan kerja di perusahaan tempatnya bekerja. Mereka menjalin hubungan gelap sejak satu tahun terakhir.

"Langit mana, Lin?"Aldi yang memasuki pintu penghubung halaman belakang dan dapur itu berjalan mendekat.

"Dikamarnya, mas. Handuk sudah Alin masukkan di kamar mandi, ya Mas."ucap Alin sambil melanjutkan memasak untuk makan malam.

"Makasih ya sayang. Masak apa sih, baunya sedep bener?" Aldi berdiri diambang pintu kamar mandi. Mencium aroma sedap dari masakan Alin.

"Kesukaan mas Aldi. Coba tebak?"

"Gulai ikan ya?"tebak Aldi bersemangat.

Aldi memang menyukai masakan gulai ikan buatan Alin. Masakan Alin memang enak. Mungkin bila dia membuka warung makan, akan sangat laris nantinya.

"Iya mas, cepetan mandinya."Alin masih mengaduk-aduk masakannya.

Setelah mandi, Malam itu Aldi, Alin, dan Langit makan malam bersama.

"Ayah."Langit memberanikan diri untuk berbicara pada ayahnya.

"Ada apa Lang?"

Besok kan Minggu. Kita kepantai ya ayah? Sudah lama kita tidak pergi kepantai bersama. Aku rindu suasana itu." ucap bocah polos itu.

"Baiklah Lang. Ayah sediakan waktu hari minggu besok untuk kamu. Khusus untuk Langit anak ayah."Mengusap rambut Langit lembut.

"Benarkah?"tanya Langit girang."Janji ya Ayah?"

"Janji." menautkan jari kelingkingnya dengan jari Langit yang lebih dulu terangkat kearahnya.

_______

Diruang keluarga usai makan malam. Alin mendekati Aldi yang sedang nonton tv. Tak ada Langit disana. Anak itu sedang belajar dikamarnya.

"Mas,Itu didepan mobil siapa?" Tanya Alin hati-hati takut menyinggung suaminya.

"Punya bos."jawab Aldi sedikit malas.

"Kok sama Mas?"tanya Alin lagi penasaran.

Aldi menghela nafasnya, "Itu punya bos, Mas beli, nyicil."

Alin terkejut, untuk makan mereka sehari-hari saja Alin masih harus mengirit-irit. Tapi Aldi malah membeli mobil yang sebenarnya tidak perlu. Nyicil lagi. Sudah pasti akan ada pengeluaran tiap bulannya.

"Kok Mas tidak bicara dulu dengan Alin?"

"Kenapa? Udah terlanjur juga. Malulah kalau tidak jadi." Balas Aldi mulai kesal terlihat dari nada bicaranya.

"Tapi Mas Aldi, setidaknya Mas Aldi bicara dulu dengan Alin. Kita tidak perlu mobil, Mas." ucap Alin pelan. "Sekolah Langit lebih butuh. Sudah dua bulan ini belum bayar SPP."

"Jadi kamu nyalahin Mas?" Aldi meninggikan suaranya, tidak terima."Makanya, jadi istri itu yang pinter ngatur keuangan. Jangan boros."

Alin menarik nafasnya, sakit rasanya mendengar ucapan suaminya. Padahal Alin sudah berusaha agar jatah bulanan bisa cukup untuk mereka bertiga.

"Mas dapat promosi jabatan. Makanya Mas berani ambil kredit mobil itu. Lagian itu punya bos Mas sendiri." ucap Aldi tiba-tiba, dengan nada sedikit kesal.

"Mas naik jabatan?"tanya Alin memastikan lagi.

"Iya Alin istriku. Mas sudah jadi SPV sekarang." terang Aldi bohong.

Dia sudah terlalu lama menyembunyikan mobil yang sudah dari tiga bulan lalu dia beli. Aldi ingin membawa pulang mobilnya, tapi dia juga tak ingin Alin curiga, dan bertanya macam-macam. Aldi juga tak mau mengatakan yang sebenarnya jika dia sudah menjadi kepala bagian produksi.

Aldi tak ingin menambah jatah bulanan untuk Alin. Aldi harus menyimpan uang nya untuk Melinda wanita selingkuhannya.

"Kalau begitu, apa uang sekolah Langit bisa ditambah, Mas? Kasihan dia, kalau nunggak terus." tanya Alin takut-takut. Karena ia tau Aldi baru saja kredit mobil.

"Ya ampun Alin. Kamu ngerti tidak sih? Mas kan baru saja kredit mobil dan itu tidak murah. Harus konsisten bayar tiap bulannya. Kamu dong yang harusnya pinter-pinter ngatur uang biar cukup."

"Itulah Mas maksud Alin. Mas Aldi harusnya ngajak Alin diskusi dulu sebelum kredit mobil. Kita masih punya tanggungan sekolah Langit, Mas."jelas Alin menyayangkan tindakan Aldi.

"Kamu ini cerewet banged sih? Udah terlanjur kebeli, malulah kalau nggak jadi, terus dibalikin, mana kredit lagi." Aldi berdiri meninggikan suaranya karena emosi. Bola matanya sudah membulat sempurna seolah keluar dari tempatnya.

Alin menatap suaminya yang sudah meninggi itu. Alin memilih diam menundukkan kepala, menggigit kecil bibirnya. Alin menarik nafas dan hembuskan. Bagaimana pun dia harus mengalah.

"Maaf Mas." ucapnya pelan. "Alin hanya kasihan sama Langit. Biar nanti Alin pikirkan sendiri gimana buat sekolah Langit."

"Kamu mau bilang kalau Mas ini tidak perduli dengan sekolah Langit begitu?" Aldi langsung tersinggung dengan ucapan Alin.

"Bukan begitu Mas."

"Nanti Mas kasih uang buat sekolah Langit. Awas saja kalau dipakai buat yang lain." ucap Aldi berjalan ke kamarnya.

Alin menghela nafas sabar.

_____

Malam itu Alin terbangun dari tidurnya untuk kekamar mandi. Saat kembali Aldi tidak ada diranjang kamar. Alin berjalan mencari-cari suaminya. Kemana dia? Kenapa tengah malam tak ada dikamar? Sayup Alin mendengar suara orang berbicara di halaman belakang rumah. Alin berjalan perlahan, dilihatnya Aldi sedang menelpon.

"Mas?"

Aldi menoleh dengan wajah kaget, lebih tepatnya panik.

"Kamu masuk dulu. Ini ada telpon dari perusahaan." ucapnya sedikit gugup.

Tanpa curiga Alin mengangguk dan kembali kekamar. Tak lama, Aldi masuk.

"Ada apa Mas?"

"Ada sedikit masalah di perusahaan. Pekerja yang masuk malam tidak ada Leadernya." alasan Aldi, "Aku harus ke perusahaan sekarang."

"Malam-malam begini, Mas?"

"Iyaaaa. Namanya juga SPV, harus siap siaga." Aldi mengganti pakaiannya.

"Ini udah jam dua belas loh, Mas." Ucap Alin kawatir.

"Inilah gunanya Mas beli mobil. Kalau pake mobil pas ada panggilan kek gini aman." Aldi menyelesaikan mengganti pakaiannya."Sudah ya. Mas berangkat dulu."

Alin mencium tangan suaminya.

"Hati-hati ya, Mas."

Setelah mengantar suaminya sampai depan dan memastikan mobil suaminya sudah tidak terlihat lagi. Alin kembali masuk kedalam rumah.

Aldi yang mengendarai mobilnya, mengeluarkan hpnya.

"Sayang, Mas dalam perjalanan. Kamu mau titip dibeliin apa?"

"Martabak aja, Mas."

"Yang di jalan pahlawan itu?"

"Iya, Mas."

"Oke. Sabar ya sayang. I love you."

"Iya Mas, ditunggu. I love you too."

Setelah menutup telponnya, Aldi membeli martabak yang kebetulan jam segitu belum tutup. Setelah membeli martabak. Aldi menyetir mobil nya ke kosan Melinda. Aldi mengetuk pintu, pintu dibuka. Dalam kamar kos tampak remang, namun dapat Aldi lihat tubuh Melinda yang menggiurkan dengan berbalut linggeri yang tadi mereka beli. Tentu saja Danu langsung masuk dan memeluknya, menghujaninya dengan kecupan.

"Kamu makin cantik dengan linggeri ini sayang." pujinya melihat tubuh molek Melinda lalu menciumnya lagi.

"Kejutan buat Mas Aldi, karena sudah rela datang malam-malam demi Melinda."

"Kalau buat wanita cantik sepertimu, walau tiap malam harus datang. Mas pun rela."

"Beneran?" Tanya Melinda manja dalam pelukan Aldi.

______

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status