BRUAGH!
Amanda melempar tasnya ke atas meja dan duduk di bangkunya sambil memasang wajah cemberut. Cewek cantik itu terlihat sangat kesal hari ini. Natasha yang sudah datang duluan, keheran-heranan melihat sahabatnya yang datang ke sekolah seperti tanpa semangat itu. Namun Natasha pun tahu, tiap kali Amanda seperti itu pasti sudah terjadi sesuatu gara-gara ulah si kembar. Dan Natasha penasaran, apa yang terjadi hari ini? "Kenapa lo, Man?" tanya Natasha. "Muka lo sepet banget pagi ini?" Tubuh Amanda yang seolah-olah sudah tidak kuat menahan kepalanya itu akhirnya menjatuhkan kepalanya di atas meja. Amanda seperti tak punya tenaga apa-apa hari ini mengingat tadi pagi dia sudah mengerahkan semua tenaga yang dia punya untuk kejar-kejaran ala Tom & Jerry dengan si kembar. Bayangkan saja, hari ini Amanda mendapatkan banyak 'hadiah' spesial dari kakak kembarnya yang super jahil. Dimulai dari sengaja diam-diam memasang sepuluh jam beker di kamarnya yang membuat Amanda terjatuh dari tempat tidur karena kaget, mematikan aliran listrik saat Amanda sedang mandi, menyembunyikan baju seragamnya, sampai sengaja menjalankan mobil dan meninggalkan Amanda---membuat sang adik tersayang harus berlari mengejar mereka. "Hari ini jauh lebih parah dari sebelumnya," jawab Amanda dengan lemas tanpa tenaga. "Si kembar yang freak itu lagi kumat-kumatnya pagi ini, dan gue satu-satunya sasaran kejailannya di rumah." Natasha bukannya prihatin, justru dia tersenyum saja. "Ya nggak apa-apa kali, Man. Lumayan juga kan bisa buat hiburan lo di pagi hari." Sedikit kesal dengan ucapan sahabatnya, tetap tidak membuat tenaga Amanda muncul lagi. Dia tetap malas mengangkat kepalanya. "Kalo gini terus, gue yakin gue bisa cepet tua sebelum waktunya." "Yeeee ... lebay lo." "Hello eperibodeeeeehhh ...." Terdengar suara lantang dari seorang cowok bertubuh cungkring bahkan hampir nggak bisa dibedakan sama ikan teri kurang gizi itu memasuki ruang kelas, memecah keheningan sambil melambai-lambaikan tangan bak Miss Universe gagal. Dialah Benny. Suara Benny yang bikin kuping rusak itu berhasil membuat Amanda mengangkat kepalanya dan melihat tampang tuh cowok yang pagi ini ceria banget, berbanding terbalik dengan Amanda. "Hai, Sayang," sapa Benny semesra mungkin pada Natasha, kemudian mengedip-ngedipkan matanya penuh arti. "Hai, Ben," balas Natasha. Senyuman Benny pun lenyap. "Kok gitu sih, balesnya?" "Kenapa?" Natasha bingung. "Tadi aja aku bilang 'Sayang', kok kamu Ban Ben aja, sih? Yang mesra dong, Sayang!" "Nggak usah lebay deh, lo." Benny pun nyengir-nyengir aja. "Eh, pagi Amanda. Muka lo jelek banget pagi ini?" Amanda cuma melirik kesal ke arah Benny. Untuk sesaat Amanda pun penasaran, apa bener kalau tampangnya pagi ini seburuk itu? "Eh, Man. Lo pindah ke belakang, dong. Hari ini gue kepengen duduk sama cewek gue, nih." "Lo ngusir gue dari bangku gue sendiri?" Amanda mulai galak. "Gue bukannya ngusir lo," Benny meralat, "gue minta tolong sama lo. Ya, Man? Biarin gue duduk di sini sama cewek gue. Gue lagi kepengen mesra-mesraan nih, sama Natasha. Kepengen nyium Natasha." "HEH!" Natasha yang keberatan langsung berteriak seketika. Benny menampar mulutnya sendiri. "Sorry, salah ngomong. Maksud gue, kepengen nyium bau parfum Natasha." Sebenarnya Amanda malas untuk mengikuti permintaan Benny, tapi begitu melihat Natasha yang sepertinya juga sedang ingin duduk bersama pacarnya hari ini, sebagai sahabat yang baik, Amanda pun terpaksa mengalah. Mengalah demi kebahagiaan sahabat kan tidak ada salahnya sama sekali. "Ya udah, gue duduk di belakang." Amanda mengambil tasnya dan pindah ke bangku di belakang sebelah kanan. Bangku Benny. Benny terlihat seneng banget dan langsung menduduki bangku Amanda, lalu ngobrol-ngobrol sama Natasha. Tidak lama kemudian bel masuk berbunyi dan beberapa menit kemudian, guru mata pelajaran pertama pun memasuki kelas mereka. Pak Geral, guru mata pelajaran Biologi sekaligus wali kelas 12 IPA 2. Kedatangan Pak Geral yang selalu tepat waktu ini merupakan hal biasa untuk semua siswa, tapi yang membuatnya tidak biasa adalah seseorang yang sekarang mengekor di belakangnya. Seorang cowok yang wajahnya masih asing untuk semuanya. Siapa dia? Anak baru? Dan dalam sekejap, anak baru itu sudah menjadi pusat perhatian seluruh siswa di kelas itu. "Selamat pagi, anak-anak," sapa Pak Geral sambil meletakkan tumpukan buku yang dia bawa ke mejanya. Pagi, Paaaaakkkk!" sahut semuanya serentak. "Saya membawakan kabar baik untuk kalian semua. Karena hari ini kalian kedatangan teman baru. Ini dia." Pak Geral menoleh ke arah cowok itu dan tersenyum bahagia. "Ayo, perkenalkan diri kamu di depan semua teman-teman kamu dan ceritakan sedikit tentang kamu." Cowok itu sekarang menatap seluruh isi kelas sudah bisa dengan kelas melihat wajah cowok itu bukan lagi dari samping tapi dari arah depan langsung. Para cewek pun langsung terpesona dengan kegantengan cowok itu, sementara para cowok merasa bakalan ada saingan baru di kelas. Cowok itu memang ganteng, tapi dia kelihatannya sangat judes. Terlihat jelas dari wajahnya yang tanpa ekspresi maupun senyuman itu. Semuanya terlihat datar. Amanda bertopang dagu melihat cowok itu. Sama sekali tidak terpesona seperti teman-teman ceweknya yang lain. "Nama saya Alvan," ujar cowok itu singkat. "Nama panjang kamu?" tanya Pak Geral. "Kenzie Alvan Ganendra." 'Ken? Kenzie?' Amanda merasa sepertinya dia pernah mendengar nama itu sebelumnya. Tapi lupa dimana. Hal yang paling dibenci Amanda adalah lupa. Tapi sesaat kemudian Amanda pun berpikir mungkin bukan hal yang penting untuk diingat. Pak Geral masih menunggu Alvan menceritakan sesuatu tentang dirinya, tapi ternyata Alvan diam saja. Dia sudah selesai memperkenalkan dirinya. "Sudah selesai?" tanya Pak Geral tidak yakin plus heran. "Sudah." "Oh, baiklah, Kenzie---" "Alvan aja Pak," ralatnya. "Iya, Alvan. Silahkan kamu duduk di bangku kosong itu. Ah, ya. Itu di sebelah Amanda kosong, kan?" Jantung Amanda mendadak berdebar saat Pak Geral menunjuk bangku kosong di sebelahnya. Dia juga menyempatkan dirinya untuk celingukan mengamati seluruh kelas, dan bangku kosong yang dimaksud Pak Geral cuma ada di sebelahnya. Yang lainnya penuh. Berarti Amanda harus duduk dengan cowok itu? "Silahkan," ujar Pak Geral lagi. Alvan mengangguk ringan lalu berjalan menuju ke bangku Amanda. Amanda langsung menggeser tempat duduknya ke ujung kursi saat cowok itu mulai duduk di sebelahnya. Berusaha menjauhkan dirinya sejauh mungkin dari cowok itu membuat Amanda hampir jatuh dari kursi panjang yang sekarang didudukinya. "Baiklah kalau begitu, anak-anak. Kita mulai pelajarannya sekarang, ya. Buka buku pelajaran kalian halaman 20." kata Pak Geral memulai pelajarannya. "Dan buat Alvan ... karena kamu belum punya bukunya, kamu bisa memakai buku Amanda. Amanda, kamu harus berbagi buku kamu dengan Alvan, ya?" Amanda cuma melirik sinis ke arah Alvan, cowok dingin yang sekarang duduk di sebelahnya. Cowok itu terlihat tidak peduli dengan apa yang dikatakan Pak Geral, bahkan Amanda yakin meskipun dia tidak mau berbagi buku dengannya, dia juga tidak akan peduli. Tapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Amanda merasa harus menjelaskan sesuatu dan itu terpaksa membuatnya menggeser tempat duduknya mendekat ke arah Alvan. Tapi dia kaget karena tiba-tiba sebuah penggaris ukuran 30 cm teracung tepat di depan matanya, hampir saja penggaris itu mencolok kedua matanya. "Jangan deket-deket," ujar Alvan dingin tanpa menoleh ke arah Amanda. Amanda kembali menggeser sedikit tempat duduknya, seenggaknya jarak aman yang pas dan Alvan bisa mendengar suaranya dalam volume kecil. "Gue cuma mau ngelurusin sesuatu aja sama lo. Sebenernya ini bukan bangku gue. Jadi kita nggak bakalan sebangku selamanya. Cuma selama jam pelajaran ini aja. Jadi ntar setelah istirahat, gue bakal pindah ke depan. Tenang aja, kita nggak bakal sebangku lagi, kok." Alvan menoleh ke arah Amanda dengan tampangnya yang ... ya ampun! Menyebalkan. "Apa gue nanya?" "Enggak." "Terus? Penting gitu buat gue?" ujar Alvan ketus. "Kalo pelajaran lagi berlangsung itu harusnya lo diem. Niat buat belajar apa enggak, sih?" lalu kembali menatap lurus ke depan. Pak Geral sedang sibuk menjelaskan materi pelajaran mereka hari ini. Sebisa mungkin Amanda menahan dirinya untuk tidak menonjok wajah cowok itu. Dia yakin, kalau si kembar yang berbuat menyebalkan seperti itu Amanda pasti akan melayangkan pukulan minimal bisa membuat wajah datar itu babak belur. Amanda pun pelan-pelan kembali menggeser tempat duduknya ke ujung kursi seperti semula.“Tapi kalo menurut gue, lo nggak harus ngelakuin itu. Sekeras apa pun usaha lo buat bisa bikin semua orang benci sama lo, semuanya nggak akan ngaruh karena tiap orang berhak buat disayangi. Termasuk juga lo.”“...”“Buktinya aja, mama tiri lo yang nggak lo sukai pun tetep sayang sama lo. Papa lo meskipun menyimpan rahasia yang menyakitkan dan mendapat perlakuan kasar dari lo, tetep sayang sama lo. Arga, yang nggak pernah lo sayangi pun tetep sayang juga sama lo. Itu semua bukti kalo lo itu emang pantes buat disayangi. Lo nggak perlu ngelakuin apa pun buat bikin orang lain sayang sama lo atau ngelakuin sesuatu buat bikin orang lain benci sama lo.”“...”“Dan lo juga harus bisa membuka hati lo buat orang lain yang sayang sama lo. Sayangi mereka juga yang sayang sama lo, Van. Lo nggak bisa terus-terusan terpuruk dalam kesedihan dan rasa bersalah, karena apa yang dibilang Papa lo itu bener. Kewajiban orangtua adalah melindungi anaknya, bahkan mempertaruhkan nyawanya demi anak yang mereka
Awalnya Amanda mau bilang ‘nggak mau’, tapi setelah dipikir-pikir nggak ada ruginya juga menerima tawaran Alvan ini. Toh semua itu kan permintaannya Aldy.Semua hal yang berhubungan dengan Aldy sudah pasti terbaik buat Amanda. Amanda selalu percaya sama cowok itu hingga sekarang. Meskipun Aldy sudah tidak ada, tapi Amanda tetap percaya pada Aldy.“Mau gue jagain lo?” tanya Alvan lagi dengan wajah lebih serius dari yang tadi.Kelihatannya kali ini cowok itu tidak main-main.Amanda berpikir sejenak untuk tetap imejnya kemudian mengangguk setelah mendapat ide. “Oke, deh. Gue mau lo jagain. Asal...”“Asal?”Wajah tegang Amanda pun berubah santai dan lebih kalem. “Asal lo nggak boleh sakit lagi.”Alvan terdiam. Wajahnya mulai terlihat melunak mendengar ucapan Amanda.“Gimana? Sanggup nggak lo?”“Sanggup.”Alvan mengangguk mantap. “Lagian gue juga nggak suka sakit-sakitan terus. Capek.”Amanda tersenyum senang plus lega. “Bagus, bagus. Itu yang namanya anak yang baik,” ujarnya sambil mengus
Deburan ombak pantai kembali menjadi pemandangan satu-satunya yang bisa dilihat Alvan dan Amanda sore ini. Sudah seminggu yang lalu Alvan keluar dari rumah sakit dan baru hari ini mereka bisa keluar berdua. Karena Alvan masih harus banyak istirahat, Amanda tidak berani ngajak-ngajak keluar.Selain itu kalau Amanda buru-buru ngajak Alvan pergi, pasti tuh cowok langsung mikir yang tidak-tidak karena sebenarnya Amanda memang sengaja menunggu Alvan sampai sembuh.Suasana sore hari di pantai yang tidak pernah berubah. Angin bertiup dengan kencangnya dan matahari semakin meredup karena hari sudah mulai sore.Belakangan ini angin memang sedang semangat-semangatnya bertiup kencang, seperti hari ini. Dan Amanda yang menguraikan rambut panjangnya pun kerepotan karena tiupan angin terus mengibar-ngibarkan rambutnya sampai berantakan tidak karuan.Amanda pun merogoh-rogoh saku celana sambil ngedumel sendirian dan kemudian mengikat rambutnya asal-asalan. Tidak apa-apa acak-acakan yang penting tida
Amanda membawa Alvan ke taman rumah sakit. Di taman itu mereka bisa menikmati pemandangan yang jauh lebih menyenangkan daripada di dalam ruang ICU, banyak tanaman bunga yang sedang mekar dengan indah.Buat Alvan juga sekalian nyari hiburan setelah seminggu lebih terkurung di dalam ruang ICU yang pengap dan menakutkan itu.“Apa lo sering dateng ke sini?” tanya Alvan membuka percakapan karena sejak tadi mereka cuma diam-diaman tak jelas.“Hah?” Amanda sempat kaget dan linglung. “Kenapa emangnya lo pengen tahu?”“Ya jelas gue pengen tahu,” jawab Alvan jutek. “Kenapa emangnya kalo gue pengen tahu?” Alvan balik bertanya.Cowok itu memang paling bisa membalikkan pertanyaan dan membuat Amanda mati kutu seperti sekarang ini. “Iya. Gue sering ke sini. Kenapa emangnya?”“Mau ngapain lo sering dateng ke sini? Nyapu halaman apa bantuin tukang kebun buat motong rumput?”GRRRR ....'Nih cowok meskipun sakit begitu tetap saja berhasil membuat Amanda gondok. Sifat menyebalkannya masih tetap sama.'Da
Setelah pulang sekolah, Amanda melakukan kegiatan rutinnya selama seminggu ini yaitu mengunjungi Alvan ke rumah sakit. Seperti hari biasanya juga Amanda datang dengan membawa buah-buahan segar berupa anggur merah kesukaan Alvan. Mama Alvan sempat cerita kalau Alvan paling suka sama anggur merah dan Amanda selalu datang membawakan yang segar dengan harapan saat cowok itu bangun akan merasa senang ada makanan kesukaannya.Dengan senyuman mengembang, Amanda berjalan sambil sesekali mengintip kantong plastik putih yang dibawanya. Di dalam kantong plastik itu terdapat satu kilogram anggur merah.Amanda membuka pintu ruang ICU dengan wajah ceria, karena dia sudah berjanji tidak akan menangis lagi saat mengunjungi Alvan seperti waktu pertama kali dia datang. Amanda sudah berhasil melakukannya selama beberapa hari ini.“Van, gue dateng.”Namun keceriaan Amanda sirna saat melihat ternyata ruangan itu kosong dan tempat tidurnya juga bersih tanpa ada Alvan di sana. Membuat Amanda bingung dan jug
Amanda pulang dari rumah sakit larut malam. Dia merasa capek banget dan juga ngantuk. Tubuhnya lemah karena terlalu lama menahan rasa kantuknya, bahkan tadi dia juga sempat tertidur sebentar di dalam taksi saat perjalanan pulang.Amanda tidak sanggup berjalan ke lantai dua untuk tidur di kamarnya, dan dia pun pasrah dengan menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Amanda tertidur dengan posisi miring dan memeluk bantal sofa.Belum sampai sepuluh menit Amanda tenggelam dalam alam tidurnya, dia sudah tiba di alam mimpinya.Amanda seperti berada di sebuah taman bunga yang indah banget dengan tanaman bunga mawar merah mengelilingi tempatnya berdiri saat ini. Amanda baru menyadari kalau dia memakai baju putih-putih dan saat dia menengadahkan kepalanya ke atas, dia melihat kabut tebal di atas kepalanya. Entah apa yang ada di atas kabut tebal itu.Langit? Bisa jadi.Karena dengan ketebalan seperti itu, tidak ada celah sedikit pun untuk Amanda bisa melihat apa yang ada di atas kabut tersebut.