Share

Bab 2

Author: Fara Kinara
Natalie terkejut. "Kamu ... kamu tahu siapa aku, tapi kamu masih ...."

"Masih tidur denganmu?" Denzel menyunggingkan senyuman sinis, matanya penuh ejekan. "Nggak ada pria yang menolak wanita yang menawarkan diri sendiri."

Apalagi, Natalie punya wajah yang cukup cantik. Ucapan pria itu tidak sedikit pun menyembunyikan hinaan. Wajah Natalie memerah karena malu dan marah. Sayangnya, dia hanya bisa menahan diri, menatap Denzel dengan mata berkaca-kaca.

"Pak Denzel, karena kita sudah pernah tidur bersama, apa kamu bisa lepasin kakakku? Jangan biarkan dia masuk penjara. Berapa pun biayanya, kami akan berusaha menggantinya!"

Natalie nekat melakukan semua ini demi menyelamatkan kakaknya, tetapi ternyata malah berbalik menghancurkan dirinya sendiri.

Tiga hari lalu, kakaknya, terlibat perkelahian dengan seorang anak orang kaya. Anak itu terluka parah dan dirawat di rumah sakit. Keluarganya pun menyewa pengacara termahal, bersikeras menuntut hukuman seumur hidup untuk Robert.

Pengacara itu tidak lain adalah Denzel, pengacara dengan reputasi tak terkalahkan, yang dibayar mahal.

Keluarga Mansyur hanyalah keluarga biasa. Tidak punya kuasa, tidak punya koneksi. Satu-satunya yang bisa Natalie manfaatkan adalah tubuhnya. Makanya, dia pura-pura mabuk di bar untuk merayu Denzel, berniat menggunakan tuduhan pemerkosaan agar dia mundur dari kasus Robert.

Namun, dia salah perhitungan. Denzel bukan pria yang bisa dijebak semudah itu.

Sekeliling sunyi senyap. Denzel mengembuskan asap rokok, lalu tersenyum. "Kamu menjebakku, terus sekarang masih punya muka untuk minta tolong?"

Natalie terbatuk dua kali karena asap rokok. "Memang aku yang terlalu gegabah. Tapi kalau kamu nggak membantu orang jahat, aku juga nggak akan berbuat begini."

Denzel terkekeh-kekeh. "Membantu orang jahat? Gimana aku bisa percaya kakakmu orang baik? Karena mulutmu saja?"

Dia mendekat, meneruskan dengan nada nakal, "Mulut yang pintar melayani bukan berarti yang diucapkan adalah kebenaran."

Pikiran Natalie dipenuhi adegan memalukan semalam. Telinganya yang mungil seketika memerah. Dia menyergah dengan kesal, "Diam!"

Denzel menatap telinga merah itu, lalu sudut bibirnya terangkat. "Videonya nggak bakal kuhapus. Penampilanmu semalam pantas untuk disimpan."

"Kamu ...!" Wajah Natalie semakin merah, kali ini bukan karena malu, melainkan karena marah.

Sisa harapan yang ada di dalam hatinya benar-benar hancur. Hatinya dipenuhi penyesalan. Dia menggigit bibir dan berbalik pergi.

Semalam, Denzel memperlakukannya dengan sangat kasar di ranjang. Cara berjalannya pun terlihat aneh dan kaku karena tubuhnya terasa sakit.

Denzel melirik punggungnya. Di leher putih itu masih tampak bekas gigitannya. "Kasih aku kode QR-mu. Akan kutransfer uang."

Langkah kaki Natalie terhenti. Amarahnya memuncak. "Aku bukan pelacur! Nggak perlu bayar untuk tidur denganku!"

Dia salah paham. Denzel menjelaskan dengan santai, "Itumu robek. Sebaiknya periksa ke rumah sakit."

Ini pertama kalinya bagi Natalie. Miliknya terlalu kecil, sementara milik Denzel terlalu besar, makanya bisa sampai robek. Sebenarnya dia berniat mengantar Natalie ke rumah sakit, tetapi Natalie malah buru-buru ingin menjebloskannya ke penjara.

Mendengar itu, Natalie sontak teringat rasa sakit yang hebat semalam. Meskipun dia mahasiswa kedokteran dan sudah banyak melihat anatomi, dia belum pernah melihat yang seukuran Denzel. Namun, dia tidak akan menerima uang dari Denzel!

Tanpa menoleh, Natalie berjalan pergi dengan tertatih-tatih sambil menahan rasa sakit. Denzel mengembuskan asap rokok. Tatapannya suram dan misterius ....

Setelah kembali dari kantor polisi, Natalie memikirkan banyak hal. Jalur Denzel sudah buntu, dia hanya punya satu cara terakhir.

Tubuhnya masih penuh bekas Denzel, bahkan baunya masih ada. Dia harus membersihkannya dulu. Sesampainya di asrama, kedua teman sekamarnya tidak ada.

Natalie mengambil peralatan mandi dan pakaian bersih, lalu ke kamar mandi. Dia membersihkan sekujur tubuhnya. Setelah itu, dia berdiri di depan cermin, menutup bekas-bekas ciuman di leher dengan concealer dan foundation.

Selesai berdandan, dia mengambil tas bahunya dan buru-buru keluar menuju Rumah Sakit Sakinah.

Begitu membuka pintu ruangan, dia langsung melihat seorang wanita paruh baya berpakaian mewah duduk di samping tempat tidur. Di atas ranjang, terbaring pria muda dengan wajah lebam.

Begitu melihatnya, wanita itu mengerutkan alis. "Kamu siapa?"

Natalie masuk dan berdiri dengan sopan di hadapannya. "Aku Natalie, adik Robert."

Ekspresi wanita itu langsung berubah. Tatapannya tajam saat membentak, "Ngapain kamu ke sini? Kakakmu yang gila itu belum cukup menghancurkan anakku?"

Memutarbalikkan fakta seakan-akan mereka tidak bersalah. Padahal, sudah jelas mereka yang menghancurkan kakaknya.

Natalie menarik napas dalam-dalam, menahan amarahnya, dan merendahkan diri. "Bu, aku ingin bicara empat mata dengan Pak Marlon."

"Keluar kamu! Nggak ada yang perlu dibicarakan ...."

"Ibu, keluar saja dulu." Marlon duduk, menatap Natalie dengan mata menyipit. "Aku mau bicara dengannya."

Wanita itu tidak senang, tetapi seperti biasa, dia tak bisa membantah anak kesayangannya. Setelah melotot pada Natalie, dia keluar dari ruangan.

Natalie menggigit bibir, lalu berlutut di depan Marlon. "Pak Marlon, aku mohon, tolong lepaskan kakakku. Berapa pun biayanya, kami akan bayar. Aku mohon ...."

Tatapan Marlon mengamati tubuh Natalie dari atas ke bawah, lalu berhenti di dada Natalie dengan penuh nafsu. Wajah cantik dan tubuh seksi Natalie memang tak mungkin tak membuat pria tergoda.

Marlon tertawa sinis. "Robert menusukku dan menendang selangkanganku. Alat kelaminku hampir rusak dibuatnya. Kenapa aku harus memaafkannya? Nggak semudah itu. Kecuali ...."

"Kecuali apa?" Mata Natalie menatap penuh harap.

Marlon menjilat bibirnya. "Tukar kakakmu dengan dirimu."

Pupil Natalie mengecil. Dia bukan orang bodoh. Sudah jelas apa maksud Marlon.

"Jadi wanitaku, biarkan aku mainkan selama setahun. Dengan begini, aku baru akan pertimbangkan mencabut tuntutan," jelas Marlon dengan terus terang.

Tanpa pikir panjang, Natalie langsung menolak. "Pak Marlon, aku cuma mahasiswi biasa. Tolong ajukan syarat lain."

"Syaratku cuma satu. Kalau nggak mau, tunggu saja kakakmu membusuk di penjara!" Marlon begitu yakin dirinya bisa mendapatkan Natalie. Toh dia selalu mendapatkan wanita yang diinginkannya.

Tawaran sudah di depan mata. Natalie mulai merasa putus asa. Dia memejamkan mata, tubuhnya bergetar. "Kalau aku setuju, kamu akan ...."

Sebelum selesai berbicara, suara batuk terdengar dari pintu. Denzel berjalan masuk dengan santai, tatapan dinginnya menyapu Natalie yang berlutut di lantai.

"Sepertinya aku datang di saat yang nggak tepat. Kamu lagi ada tamu."

Tatapannya pada Natalie seperti melihat orang asing.

Dipergoki dalam keadaan seperti ini oleh Denzel, Natalie malu bukan main. Namun, dia tidak bisa kabur, hanya bisa berdiri dan bergeser ke sisi ruangan.

Ekspresi Marlon langsung berubah. Dia tersenyum sopan dan menyanjung. "Kak Denzel, ada urusan apa? Kamu sampai datang sendiri lho."

Denzel melirik ke samping, lalu Marlon segera berkata kepada Natalie, "Kamu keluar saja dulu."

Natalie tahu saat ini bukan waktunya bernegosiasi. Dia pun keluar dari ruangan, tetapi tidak pergi jauh dan menunggu di koridor.

Sepuluh menit kemudian, sosok tinggi dan tegap keluar dari ruang rawat. Natalie mengangkat wajah. Tatapan mereka bertemu. Sorot mata Denzel mengandung ejekan.

"Saudari Natalie memang luar biasa. Karena gagal menggoda pengacara, sekarang beralih ke korban."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 428

    Natalie juga merasa bingung.Di desa, pandangan yang lebih memihak anak laki-laki daripada perempuan memang umum terjadi. Dulu ketika Ainur tidak menyukainya, Natalie masih bisa menenangkan diri dengan berpikir bahwa itu karena pengaruh pola pikir seperti itu.Namun, setelah melihat bagaimana Ainur memperlakukan Stella dengan begitu baik, dia benar-benar tidak mengerti lagi. Apakah dia benar bukan anak kandung?"Kalau begitu, mau coba tes DNA saja?" Denzel mengusulkan.Natalie tampak ragu. Setelah berpikir beberapa detik, dia tetap menggeleng. "Lupakan saja. Mau dites atau nggak, hasilnya juga nggak akan membuatku bahagia. Kalau hasilnya menunjukkan aku memang anak kandungnya, aku bakal lebih sakit hati. Tapi kalau ternyata bukan, aku juga nggak bakal senang."Denzel sedikit bingung. "Kenapa begitu?"Natalie tersenyum pahit. "Kalau aku memang anak yang dia lahirkan, tapi dia masih memperlakukanku seperti ini, rasanya jauh lebih menyakitkan. Tapi kalau aku bukan anak kandungnya, berarti

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 427

    "Dia adalah individu yang berdiri sendiri, warga negara yang dilindungi oleh hukum. Kamu nggak punya hak untuk menamparnya."Denzel melepaskan tangan Ainur dengan tegas, lalu berdiri di depan Natalie. Wajahnya sedingin es.Sosoknya yang tinggi dan tegap membuat orang merasa aman. Mata Natalie memanas tanpa sadar. Hatinya yang terluka akhirnya mendapatkan sedikit penghiburan. Setidaknya, di dunia ini masih ada seseorang yang benar-benar melindunginya dengan sepenuh hati.Ainur terdiam, tidak tahu harus membalas apa setelah dibentak oleh Denzel.Liana yang berdiri di sampingnya dan masih mencemaskan Stella, tak tahan untuk bersuara, "Ini urusan keluarga kami. Walaupun kamu pacarnya Natalie, kamu tetap nggak punya hak untuk ikut campur, 'kan?"Tatapan dingin Denzel melirik ke arah Liana. "Janin yang dibunuh Stella mengandung separuh darahku. Kamu pikir aku nggak punya hak untuk ikut campur? Sepertinya kalian nggak puas karena Stella nggak masuk penjara. Kalau begitu, biar aku kirim dia ke

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 426

    Natalie menatap Ainur yang sedang memarahinya. Matanya memerah. "Stella membuatku keguguran, membuatku mungkin selamanya kehilangan kemampuan untuk punya anak. Dari awal sampai sekarang, Ibu nggak pernah menanyakan keadaanku sekali pun.""Tapi demi dia, Ibu menamparku, bahkan memakiku dengan kejam. Aku ini anak kandung Ibu atau bukan sih?"Tatapan Ainur sedikit bergetar. Dia menghindari pandangan Natalie yang penuh kekecewaan, tetapi nada bicaranya tetap keras. "Stella masih muda, dia cuma terbawa emosi dan khilaf. Cukup suruh dia minta maaf padamu. Kamu nggak perlu bertindak sejauh itu, sampai merusak hubungan keluarga.""Muda?" Natalie tertawa pelan, matanya dipenuhi keputusasaan. "Tapi aku hanya dua tahun lebih tua darinya. Nggak masalah kalau Ibu cuma pilih kasih pada Kak Robert, tapi kenapa sekarang bahkan anak orang lain pun Ibu perlakukan lebih baik daripada aku? Saat Ibu memohon untuk Stella, pernahkah Ibu memikirkan betapa sakitnya aku yang kehilangan anakku?""Tapi kamu sekar

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 425

    Denzel menerima berkas itu, lalu mengenakan kacamata berbingkai emas dan mulai membacanya dengan saksama.Louis melirik secangkir kopi yang sudah setengah diminum di meja, lalu tak kuasa berkata, "Kudengar Bu Ivy kali ini pulang untuk fokus pada kariernya. Dia sekarang sudah menjadi manajer umum di perusahaan keluarganya. Proyek yang akan kita jalankan ini harus berhubungan langsung dengannya. Bapak yakin ingin bekerja sama?"Denzel mengangkat pandangan dari berkas, menatap dengan sedikit bingung. "Kenapa? Ada masalah?"Louis ragu sejenak, lalu meneruskan dengan suara pelan, "Bagaimanapun juga, Bu Ivy adalah cinta pertama Bapak. Kalau proyek ini berjalan, Bapak pasti akan sering berhubungan dengannya. Kalau Bu Natalie tahu, mungkin dia akan marah."Denzel meletakkan berkas itu, menatap Louis dengan mata hitam yang dalam, lalu menyipit sedikit. "Sejak kapan kamu jadi begitu peduli pada Natalie?"Tentu saja karena dia ikut taruhan! Jelas dia berharap Natalie yang menang! Namun, hal itu j

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 424

    Denzel membuka kotak itu. Di dalamnya ada sebuah jam tangan yang harganya tidak murah."Aku nggak kekurangan jam tangan. Kamu nggak perlu kasih ke aku. Bawa kembali saja."Ivy tersenyum tipis. "Hadiah yang sudah diberikan nggak seharusnya diambil kembali. Lagi pula, dulu kamu memberiku begitu banyak hadiah. Sekarang aku cuma membalasnya, itu wajar."Denzel sedikit mengernyit. "Nggak perlu.""Denzel, apa hubungan kita sekarang sudah sedingin itu sampai kamu bahkan nggak mau menerima hadiah dariku?" Suara Ivy terdengar sedikit sedih.Denzel menggeleng. "Aku sekarang sudah punya pacar. Menerima hadiah dari wanita lain bukan hal yang pantas."Hati Ivy seolah-olah tertusuk duri tajam. Matanya dipenuhi kesedihan yang sulit diungkapkan.Dulu ketika mereka masih bersama, Denzel juga seperti ini. Menjaga jarak dari semua wanita, selalu memberi rasa aman.Dia memang berbeda dari kebanyakan pria. Terhadap wanita yang tidak memiliki hubungan dekat dengannya, dia selalu bersikap sopan dan berjarak.

  • Jebakan Meluluhkan Hati Pengacara Dingin   Bab 423

    Bagi seorang pria, leher adalah bagian tubuh yang sangat menggoda.Tatapan Denzel menjadi sedikit gelap. Dia perlahan mengulurkan tangan yang beruas jelas, dengan gerakan yang membawa sedikit godaan. Jemarinya menyentuh lembut leher Natalie yang jenjang dan pucat.Gerakannya lembut, tetapi penuh keinginan.Ketika ujung jarinya yang hangat menyentuh kulit itu, rasanya seperti ada arus listrik kecil mengalir, membuat tubuh Natalie bergetar halus. Bibirnya tanpa sadar sedikit terbuka, menampakkan ujung lidah mungil berwarna merah muda."Natalie ...." Suara Denzel terdengar serak, perut bawahnya terasa menegang. Jakunnya bergerak naik turun, sementara tatapannya semakin dalam dan gelap.Tepat ketika dia hendak berbuat sesuatu, ponsel di saku celananya berdering tidak pada waktunya.Denzel langsung menolak panggilan itu, menunduk ingin mencium Natalie. Namun, ponsel kembali berdering."Kamu angkat dulu saja," ujar Natalie dengan wajah memerah sambil mendorongnya pelan.Denzel menyentuh pipi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status