"Jadi ayahku yang membiayai sekolahmu?" tanya Clara tak percaya. Cangkir di tangannya bergetar hebat, saking bingungnya dengan semua kebaikan sang ayah yang tak pernah ditunjukkan pada putri semata wayangnya.Sebagai anak, Clara merasa begitu tak tahu diri. Bukan hanya dalam hal berbakti, tapi juga mengetahui sifat dan sikap sang ayah, yang sebenarnya. Semua kebaikan yang dilakukan Tuan Bernardo hanya bisa ia dengar tanpa pernah ia ketahui dengan mata kepalanya sendiri.Seperti yang sudah diterima oleh David. Semenjak lepas dari pekerjaan pengawalnya yang lama, pria itu ternyata sudah direkrut oleh sang ayah dan langsung disekolahkan kembali. Pria yang kala itu masih menjadi karyawan baru, mendapatkan banyak sekali keuntungan yang bisa saja dimanfaatkan menjadi tak baik.Namun David yang pada dasarnya memang ingin menuntut ilmu membuat kepercayaan Bernardo semakin besar. Tak hanya itu, suami dari Clara De Quinn itu terus setia, kapanpun dan di mana pun sang ayah berada. Belum cukup sa
"HATCHI!"Clara memeluk dirinya sendiri bersama selimut tebal di atas kasur empuk. Pendingin ruangan yang biasanya menyala, mendadak padam. Tentu saja karena kondisi sang pemilik yang sedang tak enak badan.Sejak pulang dari restoran, gadis itu langsung membersihkan diri dengan air hangat. Ditambah lagi semangkuk sup hangat dan secangkir teh yang nampaknya belum cukup mengobati rasa dingin yang semakin menusuk tubuhnya. "Kau yakin tak ingin ku antar ke rumah sakit?" tawar David yang masih bertahan dengan sofa empuk di ujung ranjang.Jarak keduanya memang tak terlalu jauh. Tapi keduanya masih setia untuk menjaga privasi masing-masing dengan pisah ranjang. Selain untuk menjaga diri, juga untuk meyakinkan bahwa semua hubungan ini hanya sebuah kesalahan yang diawali dengan ulah licik seseorang."I'm okay!" katanya dengan jari telunjuk dan jempol yang membentuk lingkaran pertanda ia masih baik-baik saja.Namun tak demikian yang dilihat oleh David. Mata istrinya berair, dengan ingus yang m
"Tuan Putriku sedang sakit?" Wajah Leo yang masuk tanpa permisi ke kamar keponakannya mendapat sambutan dingin. Gadis yang masih tergeletak di atas ranjang itu hanya memandang sengit. Tangannya menggenggam ujung bantal, siap melakukan lemparan jikalau pamannya itu mulai menyebalkan."Mau ku panggilkan dokter pribadiku? Atau ku antar ke rumah sakit untuk periksa?" tawarnya dengan senyum yang nampak ramah di luar.Clara memutar matanya malas. Ia sudah tahu betul bahwa kehadiran Leo hanya untuk mengejeknya yang sedang sakit. Tak ada maksud baik di hati pria yang sudah tinggal bersamanya sejak sang ibu meninggalkan rumah. Leo dan Amy berkedok malaikat yang akan menjaga keponakannya yang menderita, tapi kenyataannya tak demikian.Dua orang dewasa itu hadir untuk menjaga harta sang ayah, untuk dimiliki dan dikuasai berdua. Dan saat ini, semua nyaris menjadi nyata. Jika Clara tak segera bangkit dan terus bertumpu pada David yang memang banyak memberikan bantuan."Sudah ku katakan sejak awal
"Apa yang terjadi?" tanya David dengan telepon yang tersambung dengan pengeras suara di mobilnya.Pria itu mendengarkan dengan seksama penjelasan demi penjelasan yang diutarakan mantan bawahannya. Kepalanya berdenyut kencang setiap kali sesuatu terjadi pada sang istri. Bukan hanya karena Clara tengah sakit dan beristirahat di rumah, tapi juga karena secara kedewasaan, gadis itu masih cukup muda untuk mengemban tanggung jawab sebesar itu.Kakinya menginjak pedal gas semakin dalam, bersama fokus mata yang tak teralihkan dari jalanan. Tangannya memegangi kepala yang terus memutar otak untuk membuat gadisnya semakin kuat. Bukan untuknya, tapi minimal untuk diri Clara sendiri. Dan itu adalah tugas yang cukup berat bagi David.Clara hidup dengan bergelimang harta dengan jutaan pengawal dan pelayan yang biasa membantunya. Dengan kondisinya kini, ditambah keberadaan Amy dan Leo yang terus merongrong hartanya, maka semua tak akan bisa kembali seperti sedia kala. Gadis itu harus bisa belajar ma
"Mobil sudah siap, kita berangkat sekarang!" teriak David dari luar kamar.Satu kalimat dari pria itu membuat Clara tersentak. Gadis itu diam untuk beberapa saat. Sejak semalam sikap mereka menjadi canggung. Lebih tepatnya sejak ciuman yang didaratkan suaminya itu tanpa aba-aba.Tentu saja itu bukan ciuman pertama mereka. Namun kali ini begitu membekas karena David membuat permainan mereka semakin dalam dan nyaris terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Beruntung keduanya masih cukup sadar diri.Gara-gara perbuatannya, David harus menerima takdir untuk tidur di luar. Ya, Clara mengusirnya dan melarang pria itu untuk tidur di kamar yang sama dengannya. Karena ia butuh istirahat dan melihat wajah suaminya membuatnya semakin tak bisa tidur."Aku turun!" katanya seraya bergerak untuk memulai hari.Dengan satu set pakaian kantor yang rapi, Clara pergi bersama David. Hanya mereka berdua tanpa ditemani sopir. Keduanya sepakat untuk bersama menjalankan tantangan dari Leo. Sehingga intensitas di
"Jadi apa yang harus aku katakan pada mereka?" tanya Clara yang sudah mondar-mandir sejak tadi.David membaca berkas yang sempat terlewat kemarin. Karena buru-buru pulang, ia mengambil keputusan tanpa pikir panjang. Dan akibatnya, hari ini ada sekelompok masyarakat yang melakukan demo di depan gerbang pabrik, hingga keduanya harus melalui pintu samping.Clara mengintip lewat jendela ruangannya. Matanya terkejut mendapati peserta demo yang semakin banyak. Sebagian dari mereka menuntut pencabutan keputusan pemecatan untuk beberapa orang, termasuk Ratna yang ternyata juga merupakan salah seorang putri daerah. Ialah alasan dari kegiatan demo kali ini."Tunggulah sebentar lagi, kita keluar setelah ada pihak kepolisian."Namun Clara langsung mengambil posisi di samping suaminya. Hatinya tak tenang, karena ini adalah pertama kalinya ia berhadapan dengan segerombolan orang yang tak dikenal. Bukan hanya itu, sikap anarkis dan teriakan penuh makian menggambarkan dengan jelas bagaimana kepribadi
"Aku tak mau dan tak akan pernah mau menikah!" seru gadis cantik yang langsung membalikkan wajahnya dengan angkuh.Seketika tangannya bergerak cepat mengambil tas dengan berlogo huruf H besar di sofa dan keluar dari ruangan tanpa pamit. Ditinggalkannya Bernardo De Quinn, pria 60 tahun yang sudah merawatnya sepenuh hati tanpa didampingi sang istri yang sudah lebih dulu pergi."Ikuti dia, jangan biarkan dia sendiri dan melakukan hal gila lagi!" perintah Bernardo pada pria berpakaian serba hitam yang mengangguk seketika.Tangan tuanya memegangi dada yang terasa sakit setiap kali berurusan dengan gadis nakalnya. Clara Quinn, putri semata wayang yang ia besarkan seorang diri nyatanya harus tumbuh menjadi anak pembangkang dan selalu menolak permintaan sang ayah. Kali ini, bukan yang pertama kalinya Bernardo harus menelan obat-obat dokter untuk mengurangi sakit jantung yang kambuh akibat ulah putri semata wayangnya.Sementara langkah kaki Clara menyusuri anak-anak tangga dengan cepat. Tubuh
"Siapa yang meneleponku pagi-pagi sekali?" teriak Clara seraya mengambil ponsel yang entah ada di mana.Tangannya bergerak mencari-cari ke seluruh arah, karena matanya masih berat untuk terbuka. Berdasar indera pendengar dan peraba yang bekerja sama, Clara akhirnya menemukan ponselnya dan mulai menekan tombol hijau tanda panggilan masuk."Halo!" sapanya ketus."Kau di mana? Keributan apa lagi yang sudah kau perbuat, hah?"Rentetan pertanyaan yang kali ini keluar dari mulut orang lain membuat Clara terjaga penuh. Tubuhnya beranjak dengan mata abu terbelalak tak percaya. Maniknya berkeliling, memandangi semua yang ada di dekatnya kini."Kau sungguh keterlaluan! Berita tentangmu muncul di seluruh media, Clara! Kau sudah gila, hah?" cecar pria di seberang yang terus menekannya untuk memikirkan hal yang ia saja tak tahu."Berita? Berita ap..." Gadis itu terhenyak melihat notifikasi yang masuk ke ponsel dan menunjukkan video dirinya dengan seorang pria tampan yang tengah berciuman di lorong