“Nona Heta,” panggil seseorang yang saat ini berjalan dengan santai ke arah Vivian.
Tanpa menoleh pun Vivian bisa tahu siapa orang di belakangnya. Jantungnya berdegup kencang mendengar langkah kaki laki-laki di belakangnya tiba-tiba berhenti. ‘Dia di belakangku,’ batin Vivian.“Apa yang sedang kamu lakukan di ruanganku, Nona?” tanya Raven dengan tenang.Vivian pun menoleh dan dengan cepat berdiri. “Maafkan saya Tuan, saya sedang mencari benda milik saya yang hilang,” ujarnya sambil menunjukkan sebuah kalung yang baru dia tarik dari lehernya sesaat yang lalu.“Oh ya?” Terlihat jelas keraguan dari ekspresi wajah Raven.“Benar Tuan. Saya baru menyadari kalau kalung ini hilang ketika akan tidur, jadi saya terburu-buru kemari,” jawabnya sambil menunjukkan piyama yang saat ini dipakainya.Raven pun manggut-manggut seolah percaya. “Jadi seperti itu.”“Tadi saya juga mencari di ruangan saya, tapi kalung ini tidak ada. Jadi saya terpaksa mencarinya di sini, Tuan,” terangnya lebih lanjut.“Oke, semakin kamu menjelaskannya mungkin saya akan semakin percaya, Vivian,” ujar Raven sembari menahan pinggang wanita di depannya itu dengan satu tangannya.Vivian pun segera berusaha melepaskan diri dari pelukan mantan suaminya. “Anda salah Tuan, saya buk—“ Kalimatnya terhenti ketika tiba-tiba Raven melepaskan kaca matanya.Raven dengan cepat menjatuhkan kaca mata tersebut dan menginjaknya begitu saja.“Lepaskan!” Vivian semakin keras memberontak.Tentu saja sejalan dengan Vivian, maka Raven pun makin kuat menahan tubuh wanita di depannya itu. “Kamu pikir hanya dengan merubah penampilanmu, kamu bisa menipuku? Naif sekali.” ‘Apa yang harus aku lakukan?’ batin Vivian yang berusaha mencari solusi untuk keadaannya saat ini. ‘Ayo Vivian, pikir ... pikir, ayo tipu dia lagi.’Sesaat kemudian ....“Hiks! Huhu ....” Vivian dengan cepat menangis sekeras yang dia bisa.“Hentikan tangisanmu!” bentak Raven.Seketika Vivian berhenti menangis dan menunjukkan ekspresi ketakutan luar biasa di wajahnya. “Ampuni saya Tuan, saya benar-benar bukan Vivian. Saya mohon, ampuni saya.”Tiba-tiba Raven melonggarkan pelukannya dan Vivian pun langsung berlutut di lantai. “Saya bersumpah, saya bukan Vivian dan saya tidak mengambil apa pun. Anda bisa menyuruh orang mengecek hal itu, jika—““Hentikan omong kosongmu!” sergah Raven. “Pergi!” usirnya.Vivian pun dengan cepat berdiri dan segera berlari meninggalkan ruangan itu.Sedangkan Raven yang saat ini masih berada di ruangan itu dengan pelan duduk di sofa yang ada di dekatnya. “Sial!” teriaknya.Dia kesal bukan karena dia percaya dengan tipuan Vivian, tapi dia kesal karena dia tetap tidak bisa berbuat kejam pada Vivian, padahal wanita itu sudah meninggalkannya dan menjadikan dirinya bahan candaan semua orang lima tahun yang lalu.“Kenapa aku selalu lemah pada dia, kenapa?” teriak Raven sembari menghempaskan vas bunga di atas meja yang ada di dekatnya hingga terlempar jauh dan pecah berkeping-keping.“Vivian, kamu memang harus dikurung,” geram Raven. Sementara itu, saat ini Vivian yang sudah berhasil keluar dari gedung perusahaan pun segera membawa motornya meninggalkan tempat itu.“Apa dia percaya,” gumam Vivian ketika mengingat bentakan Raven tadi. Dia tahu kalau Raven tidak semudah itu dikelabui, tapi jika Raven tidak tertipu, kenapa dia justru mengusir dirinya dan bukan menangkapnya?Pertanyaan tersebut terus berputar-putar di kepala Vivian. Dia yang saat ini sedang mengendari motor, bahkan hampir terjatuh karena tidak bisa berkonsentrasi pada jalanan di depannya.“Astaga!” teriak Vivian sambil berhenti di pinggir jalan raya karena hampir saja terjatuh untuk yang kedua kalinya. “Sial!” maki Vivian sambil mengacak-acak rambutnya karena kesal tak bisa memecahkan pertanyaan-pertanyaan di dalam kepalanya.Tiba-tiba sebuah suara muncul dari alat yang dia pasang di belakang telinganya.“Bagaimana?” Suara Jessy dari dalam alat tersebut.“Gagal.”“Kamu ketahuan?” Jessy bertanya kembali dengan cepat, menandakan kalau dia sedang khawatir saat ini.“Ya.”“Lalu bagaimana sekarang? Kamu di mana?”“Tenang, aku berhasil kabur. Raven melepaskanku,” jawab Vivian sembari kembali menarik gas motornya.“Dia mengenalimu atau tidak?” cecar Jessy.“Aku tid—“ Kalimat Vivian terhenti ketika tiba-tiba saja ia harus mengerem motornya mendadak. Bahkan suara decitan remnya pun sampai pada Jessi.“Ada apa Vi?”“Jalanan di blokir,” jawab Vivian dengan suara lirih.“Pemblokiran?” tanya Jessy yang ada di dalam panggilan tersebut.“Iya, mungkin akan ada pertarungan seru di sini,” sahut Vivian sambil menghembus napas panjang.Sesaat kemudian dia dengan tenang menstandarkan motornya dan turun dari motor tersebut.“Maaf Tuan-Tuan, apa kalian bisa memberiku jalan?” tanya Vivian dengan sopan pada beberapa laki-laki yang saat ini menggunakan mobil-mobil mewah di belakang mereka untuk memblokade jalanan tersebut.Para laki-laki tersebut saling memandang dan kemudian kembali menatap Vivian dengan tajam.“Kenapa mereka menatapku seperti itu?” gumam Vivian yang merasa aneh. ‘Atau jangan-jangan pencurian kemarin terbongkar,’ pikir Vivian yang menjadi lebih waspada.“Ada apa Vi?” tanya Jessy yang masih tersambung.“Sepertinya ada masalah,” jawab Vivian.“Ada apa? Tunggu, aku akan melacakmu,” ucap Jessy lalu diam kembali.“Hiss ...,” desis Vivian.Kemudian tujuh laki-laki tersebut pun langsung maju ke arah Vivian.“Maaf Nona, Anda harus ikut kami,” ucap salah satu dari para laki-laki berjas hitam rapi tersebut, mewakili yang lainnya.‘Mereka orangnya siapa?’ batin Vivian yang menyadari kalau mereka adalah orang-orang yang memang ditugaskan untuk menangkap dirinya. Namun, siapa orang yang ingin menangkap dirinya? Apakah itu Raven atau mungkin salah satu dari pengusaha yang berliannya sudah dicuri oleh dirinya dan Jessy?“Maaf, kalau boleh tahu kalian ini siapa ya?” tanya Vivian masih dengan sopan dan gaya khas gadis polos yang diperankannya.“Anda akan tahu setelah ikut kami,” jawab laki-laki tadi sekali lagi.“Maaf, tapi saya ini hanya orang kecil. Saya tidak pernah bermaksud membuat masalah dengan siapa pun, tolong ampuni saya,” ujar Vivian lagi sembari membungkukkan tubuhnya.Para laki-laki tersebut seolah tak mendengarkan apa yang Vivian katakan, mereka justru berjalan semakin dekat ke arahnya.Tak lama kemudian, tiba-tiba saja dua orang dari mereka dengan cepat memegangi lengan Vivian.‘Sial! Tidak bisa bicara baik-baik sepertinya’ batin Vivian yang langsung mengepalkan tangannya.“Nona, kami harus mem—““Sudah kukatakan, aku hanyalah orang kecil,” sela Vivian sembari mulai memberontak.“Tenanglah Nona Vivian, Tuan kami hanya ingin membicarakan sesuatu dengan Anda.”Vivian kemudian mengubah ekspresi wajahnya. “Sesuatu ya,” ujarnya sambil tersenyum menyeringai.Sedetik kemudian, Vivian mengeluarkan pisau lipat di balik lengan bajunya.“Akh!” pekik kedua laki-laki yang memegangi tangan Vivian karena Vivian baru saja menggores tangan mereka dengan luka cukup dalam.Setelah terlepas dari dua orang tersebut, Vivian pun menatap santai ke arah orang-orang yang mencegatnya. Kali ini dia menunjukkan wajah aslinya.“Ck, aku tidak suka mencuci noda darah,” ujar Vivian sambil menatap lengan pakaiannya yang terkena cipratan darah orang yang digoresnya tadi.“Kamu,” geram salah satu laki-laki tersebut karena terpancing oleh tingkah Vivian. Perkelahian tak bisa terhindarkan, dan tentu saja Vivian berhasil melumpuhkan orang-orang tersebut. Bagaimana tidak, dia dulu pernah dididik dengan keras oleh Raven hingga bisa menguasai berbagai seni bela diri dan tindak pertahanan diri.Bahkan, dia berhasil menjuarai berbagai pertandingan seni bela diri saat masih menjadi istri sang Tentara yang berjuluk Lion King itu. Dan oleh sebab itulah mereka pernah dianggap sebagai pasangan paling serasi di masanya.“Katakan, siapa yang mengirim kalian?” tanya Vivian sembari menarik kepala salah satu laki-laki yang baru diserangnya beberapa saat yang lalu.“Dia ....” Laki-laki itu menatap ke belakang Vivian.Vivian yang menyadari arah pandangan tersebut pun langsung menoleh dan ....“Akh!”Empat jam lebih berlalu, akhirnya Vivian pun bangun. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya karena merasa pandangannya sedikit buram.‘Di mana ini?’ batin Vivian sembari memijat keningnya yang terasa masih sedikit pusing akibat hantaman di kepalanya tadi.Setelah pandangannya terasa lebih baik, akhirnya Vivian pun menatap sekitar dan melihat dekorasi mewah yang terasa tak asing baginya, hingga ....“Dia!” pekiknya yang terkejut ketika melihat seorang laki-laki tampan yang kini berbaring di sampingnya.“Kenapa berisik sekali?” tanya laki-laki yang ada di sampingnya itu sembari bangun dan mengusap-ngusap wajahnya.“Kamu, kamu kenapa di sini?” tanya Vivian.“Aku? Ini rumahku,” jawab laki-laki tersebut dengan santai.Tiba-tiba Vivian tersadar akan sikapnya yang salah. ‘Kamu harus berpura-pura Vi, siapa tahu dia masih bisa ditipu,’ pikirnya.“Tuan sa—““Apa kamu masih mencoba untuk menipuku?” tanya Raven yang saat ini menatap Vivian dengan ekspresi malas yang tercetak jelas di wajahnya.“Menipu
Ia benar-benar terkejut saat Raven mengusap bibirnya yang tentu saja sedang belepotan dengan makanan. ‘Kenapa dia tidak marah,’ geram Vivian di dalam hati. Rasa kesal Vivian pun semakin bertambah, ingin rasanya ia melempar makanan yang ada di piringnya ke wajah mantan suaminya itu. Namun, ia masih cukup sadar karena ia pasti tak akan bisa menganggung kemarahan Raven, jika ia melakukan hal seperti itu.“Kamu mendengar aku atau tidak?” tanya Vivian sekali lagi. “Di mana motorku, aku ingin pergi.”“Aku akan menyuruh orang untuk menyiapkan motormu,” jawab Raven dengan tenang.“Hiss,” desis Vivian sambil melengos karena semakin kesal melihat ketenangan yang terpancar dari wajah Raven.‘Dia pasti melakukan semuanya karena ingin membalasku,’ pikir Raven sembari terus bersikap santai. ‘Tapi kamu harus tahu Vi, aku bukanlah orang yang sama. Tidak akan ada sedikit pun kesempatanmu untuk kabur kali ini,’ imbuhnya di dalam hati sembari menyesap teh di cangkirnya. Lebih dari sepuluh men
“Nyonya, kami di sini meminta keterangan Anda untuk masalah kematian Tuan Grek,” ucap salah satu laki-laki tersebut.“Baik-baik silahkan masuk. Tapi tolong sedikit dipercepat ya Pak, karena saya harus mendaftarkan anak saya sekolah serta berangkat kerja pagi ini,” ucap Vivian dengan sopan sambil membuka lebar pintu tersebut.Setelah itu tiga orang polisi itu pun masuk ke dalam rumah itu seperti yang seharusnya. Mereka pun berbicara panjang lebar, hingga akhirnya sebuah pertanyaan mengejutkan Vivian.“Kami mendengar dari saksi kalau Anda dan Tuan Grek masuk ke dalam restoran tersebut hanya berselisih satu menit, apa itu benar?” tanya salah satu Polisi sembari menatap Vivian dengan penuh perhatian.‘Sial, mereka mencoba menjebakku,’ batin Vivian yang langsung menangkap ada hal yang aneh dari pertanyaan tersebut.Vivian langsung mendongakkan wajahnya dan menatap ke arah jam dinding yang ada di ruangan itu. “Waktu itu aku datang ke sana sekitar jam setengah tiga, tapi aku tidak tahu tepat
Vivian pun dengan cepat melempar pisau lipat tersebut ke semak-semak ketika ia berbalik. Namun, ketika ia benar-benar berbalik, betapa terkejutnya dia ketika melihat laki-laki di belakangnya itu adalah orang yang dikenalnya di masa lalu.“Vivian,” ucap laki-laki di belakangnya tersebut.‘Sial, kenapa aku harus bertemu dia,’ batin Vivian sembari berekspresi aneh.“Maaf Tuan, saya bukan Vivian,” jawabnya dengan tenang.“Tidak mungkin, kamu pasti Vivian ‘kan?” tanya laki-laki tersebut sembari mencengkeram kuat lengan Vivian.“Sungguh Tuan, saya bukan Vivian,” jawab Vivian sekali lagi sembari mengeluarkan kartu pegawai dari dalam sakunya. “Tolong Anda baca, nama saya Heta,” imbuhnya sembari mengangkat kartu karyawannya tersebut.Lalu laki-laki di depannya tersebut mengamati dengan teliti nama dan juga foto di dalam kartu karyawan tersebut. “Kamu bukan Vivian?” tanyanya sekali lagi. ‘Apa-apaan Rain ini, kenapa dia sulit sekali percaya,’ batin Vivian yang cukup kesal karena pertanyaan yan
Sean tiba-tiba saja ditabrak oleh seseorang yang baru saja berlari masuk ke ruang itu.Mereka berdua pun jatuh bersamaan dengan posisi Sean berada di bawah. Sean pun langsung berdesis ketika kepalanya terbentur lantai sekaligus berbenturan dengan kepala wanita yang menabraknya.“Belum selesai?” tanya Raven dengan volume suara tinggi.Seketika Sean langsung membuka matanya dan menggeleng-gelengkan kepalanya agar bisa melihat dengan jelas siapa wanita yang berada di atas tubuhnya itu. “Kamu!” pekiknya yang dengan cepat mendorong tubuh wanita di atasnya itu hingga membuat wanita tersebut terjerembab di lantai.“Hei!” teriak wanita tersebut sembari masih memijat-mijat keningnya.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Sean sembari menatap ke arah wanita yang baru saja menabraknya itu. Wanita tersebut pun bangun dengan pelan sembari menjawab, “Tentu saja karena aku ini asisten pribadinya. Apa kamu lupa, bukankah kamu sendiri yang mengatakan hal itu kemarin.”Sean mengangkat alisnya mendengar ha
“Aku ingin menolong seorang wanita cantik yang terlihat kelelahan,” jawab laki-laki di depan Vivian tersebut.Langsung saja Vivian kembali menatap ke arah laki-laki di depannya itu dengan ekspresi terkejut. ‘Cih, bisa-bisanya dia ingin menggombal di pertemuan kedua. Dasar Playboy cap kadal,’ batinnya namun terus menunjukkan ekspresi terkejut dan seolah sedang terpesona.“Kamu tidak apa-apa kan Nona Heta?” tanya laki-laki tersebut sembari meraih tangan Vivian dan dengan lembut membantu Vivian berdiri.Langsung saja Vivian menundukkan wajahnya, bertingkah seolah sedang tersipu malu. “Terima kasih, Tuan Rain,” ucapnya.“Iya, sama-sama,” sahut Rain sembari tersenyum hangat menatap Vivian yang masih berpura-pura malu.Sedangkan laki-laki yang datang terakhir pun langsung berekspresi aneh melihat kejadian itu. ‘Mual rasanya melihat ekspresi wanita iblis ini. Aku pernasaran, apa yang sebenarnya membuat Raven tergila-gila pada dia,’ batinnya.Sesaat kemudian Vivian berganti menoleh ke arah
“Aku di sini karena ingin membicarakan proyek kerjasama untuk pameran di Itali,” ujar Rain sembari duduk di sofa yang ada di dalam ruangan Raven tersebut “Bagaimana menurut kamu, apakah kamu tertarik?”“Maksud kamu pameran yang proposalnya diajukan beberapa hari yang lalu?” Raven memperjelas apa yang sedang dibicarakan oleh sepupunya tersebut.Tentu saja Raven tidak akan menyambut baik perihal proyek yang sedang dibicarakan oleh Rain tersebut. Ia tahu dengan jelas jika akan ada sesuatu yang akan merugikan perusahaanya jika ia setuju dengan proyek itu, karena selama ini perusahaan miliknya dan perusahaan pamannya adalah saingan.“Benar. Kerjasama ini akan menguntungkan perusahaan kita,” bujuk Rain.“Tapi aku tidak berpikir seperti itu,” tukas Raven. “Dari proposal yang diajukan kemarin, ada beberapa kerugian yang akan kami miliki jika alu menyetujui hal ini.”Langsung saja Rain tersenyum mendengar tanggapan tentang proposal yang diajukan kemarin. ‘Padahal aku sudah sangat hati-hati,’ b
Setelah cukup lama mendengarkan ceramah panjang orang yang ada di dalam panggilan tersebut, kemudian Raven pun berkata dengan tenang, “Sudah aku katakan, aku sudah memiliki orang lain.”“Aku tahu kamu selalu menipuku dengan gadis-gadis bayaran yang kamu kirim ke sini itu,” omel laki-laki yang ada di dalam panggilan tersebut. “Pokoknya nanti malam kamu harus datang ke restoran yang sudah Kakek atur, gadis itu gadis baik-baik dan dia itu cucu dari temanku, mengerti?” “Iya, aku mengerti,” jawab Raven dengan malas. “Baiklah kalau begitu aku akan rapat.” Kalimat terakhir itu sekaligus menjadi kalimat penutup sebelum akhirnya ia memutus panggilan tersebut secara sepihak.Sebuah hembusan panjang mewakili isi pikiran Raven yang tiba-tiba saja terasa penuh sesak.**Malam harinya. Setelah pulang bekerja, Raven dengan segala kekuasaannya akhirnya berhasil memaksa Vivian untuk menemani dirinya ke sebuah restoran