Datin Maria berjalan menghampiri kedua gadis yang duduk di gazebo, sementara Nenda sedang duduk di sebuah kursi di bawah pohon yang rindang, mungkinkah mereka mendengar pembicaraan antara Rania dan Suhana tadi?
“Mama.. ”
“Saya sudah dengar semuanya, apalagi yang akan kamu jelaskan?”
“Nia bukan hamil diluar nikah, Ma. Kami memang menikah tanpa sepengetahuan orang tua, tapi kami nikah sah secara agama.” Datin Maria menatap tajam pada Rania.
Gadis polos itu ternyata mempunyai masa lalu yang kelam. Siapa sangka gadis sopan santun dan terlihat lugu itu pernah menikah siri dengan kakaknya sendiri. Menyesal ia dulu merestui anaknya menikah dengan Rania. Ini sangat memalukan kalau sampai orang lain tahu, anak dari keluarga terhormat menikahi seorang gadis yang memiliki masa lalu buruk.
“Ini tidak mudah diterima akal, dah lah! Makin panas pula hati ini.”
“Auntie, dengar
Desiran angin seolah membawa angan Rania jauh pergi menjemput masa lalunya, kebahagiaan bersama seorang insan bergelar suami seperti bukan takdirnya. Dua kali pernikahan dua kali juga ia terluka.Pernikahan pertama harus berpisah saat hati telah seutuhnya diberi pada sang suami, pria pertama dan cinta pertamanya. Sekilas wajah mantan suami merangkap kakak tirinya terlintas. Pria yang pernah sangat mencintainya, menjaganya setiap waktu, memberikan seluruh hidupnya hanya untuk gadis biasa seperti Rania, mati-matian ia mencoba menerima takdir dalam hidupnya.Dan lihatlah kini, setelah hatinya sembuh karena usaha keras seorang pria yang kini menjadi imamnya, Harris Iskandar. Tidak bisa dimiliki seutuhnya. Ia harus berbagi dengan wanita lain.Lamunan Rania buyar ketika ia mendengar obrolan manja di samping taman tempatnya duduk sekarang. Itu Safina dengan Harris. Safina sedang duduk di atas pangkuan Harris. Bahagianya mereka. Harris sudah me
Seminggu berlalu, resepsi pernikahan Harris dan Safina digelar dengan begitu meriah, Opah Jannah ibu kepada Dato' Jamal yang tinggal di daerah Pahang juga turut hadir untuk menyaksikan persandingan cucu sulungnya, meskipun dalam hati tuanya sangat menyayangkan tindakan Harris tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya memberi semangat pada Rania, cucu menantunya.Tiga tahun yang lalu saat honeymoon ke Genting Highlands bersama Harris, Rania memang diajak mampir dulu ke rumah neneknya. Opah Jannah sangat menyukai Rania karena sifatnya yang sederhana dan sopan terhadap orang tua. Siapa sangka cucunya akan menikah lagi dengan wanita lain. Saat resepsi itu berlangsung Rania tampak tenang, tapi Opah Jannah tahu wanita muda itu menyimpan banyak luka dalam hatinya.“Opah sudah makan?” sore itu setelah acara resepsi selesai, Rania menghampiri Opah Jannah yang sedang duduk di sofa panjang sebelah dapur. “Opah belum lapar, Sayang. Mari sini duduk sama O
Harris mendengus pelan mendengar pertanyaan dari istri keduanya, tidak dijawab tapi ia bergegas menuju ke kamar mandi. Emang apa salahnya kalau ia bercinta dengan Rania. “I mau mandi.” “Bie, jawab dulu soalan i!” jeritan Safina tidak dihiraukan. Harris menghilangkan diri di balik pintu setelah mengambil bathrobe-nya. “Tuh kan benar, you memang habis bersama Rania kan?” Safina langsung menodong suaminya setelah melihat rambut Harris basah. “Fina, tak salah kan kalau i bersama dia, dah dia juga istri i. Seminggu ini i tak jumpa dia sama sekali, kalau i tak adil dengan kalian berdua, i yang tanggung dosa tau.” Harris heran dengan kemauan Safina, Rania juga ada hak atas dirinya. Mendengar jawaban Harris membuat Safina kesal. Memang benar kalau Rania itu juga istri dari suaminya. Tapi, tunggulah saat tiba jatah pembagian hari pada mereka berdua, bukan saat Harris dan dia sedang sibuk dengan urusan pesta mere
Rania segera mengusap air mata yang jatuh di kedua pipinya, Opah yang mendengar suara Aira di ambang pintu dapur menoleh ke arah Rania.“Eh, Aira. Taklah, kakak tidak menangis, ini pedih karena kupas bawang merah.” Rania mengangkat satu siung bawang merah dan ditunjukkan pada birasnya. Aira tersenyum, ia tidaklah bodoh sangat sehingga tidak tahu mana air mata karena pedih mata dan mana tangis pedih hati.Opah menghentikan kerja tangannya, Aira menggantikan Opah Jannah mengaduk-aduk kuah gulai daging di atas kompor.“Kalau terlalu pedih, biar Opah yang buat nanti. Gulai sudah mau masak, bawang merahnya butuh sedikit saja, Nia.”“Sudah selesai Opah, ini.” Rania memberikan baskom berisi bawang pada wanita tua yang baik hati itu.5 wanita berbeda generasi itu menyiapkan makan malam sehingga menyusun rapi semua hasil masakan di atas meja makan.
Safina mengetatkan rahang dan mengepalkan tangannya, kesal dengan Rania, madunya itu ternyata tidak selemah yang dikira selama ini. Rania kembali berjalan di samping Safina, ia masih meneruskan langkah untuk membantu para asisten rumah tangga membawa piring-piring kotor ke dapur, tapi tidak sedikitpun ia menoleh pada Safina, ia cuek seolah wanita itu tiada di sana, malas ribut lagi.Selesai acara makan malam, Rania meminta diri untuk naik ke kamar atas, ia akan menata barang-barangnya yang akan dibawa pulang ke Jakarta. Setelah menutup resleting travel bagnya, Rania masih berpikir lagi, karena ada beberapa barang yang tidak masuk. Rania berdiri di dekat jendela sambil memijat pelipisnya, ia menarik nafas dalam-dalam. Lalu menghembuskan dengan kasar.Rania kembali mengeluarkan beberapa baju dan selendangnya dari travel bag, itu akan ia tinggal saja, toh di Jakarta juga bajunya sudah banyak. Akhirnya setelah beberapa helai baju dikeluarkan, travel bag itu ada
Air mata Nyonya Gisel bercucuran melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya, putra yang sangat ia rindukan. Putra yang telah ia sakiti hatinya. Alex Rayyan mendekati Pak Heru, tangan pria berumur itu dicium dengan hormat. Alexa berdiri dan memeluk kakaknya. Air matanya jatuh, melihat wajah tenang sang kakak, jalan hidupnya yang penuh duri tidak mengubah sedikitpun pribadinya, dia tetap menjadi seorang kakak yang sayang pada semuanya.“Kak Ray, gimana kabarnya?”“Kakak baik.” rambut adiknya diusap dengan sayang.Alex Rayyan melepaskan pelukannya, ia berjalan menghampiri surganya, tangan Nyonya Gisel diraih, dan dicium penuh kasih.“Maaf, Ma. Ray baru bisa pulang. Kenapa sampai sakit begini.” Wanita pertama dalam hidupnya, ibu yang melahirkan ia ke dunia dipeluk erat.“Maafkan, Mama. Maafkan Mama.” Nyonya Gisel masih terisak-isak dalam pelukan putranya.
Alexa kaget mendengar ucapan dari kakaknya, baru kemarin ia telpon Rania, tidak ada cerita tentang suaminya sama sekali, bahkan suara Rania juga ceria seperti tidak ada masalah berat dalam hidupnya.Alexa memandang kakaknya.“Apa maksud Kak Ray? Ini serius banget, tapi Rania tidak pernah cerita, Kak Ray tahu dari mana?” ditanya seperti itu Alex Rayyan hanya diam.“Jangan bilang, Kak Ray masih mengikuti perkembangan Rania sampai sekarang, itu salah Kak, dia istri orang!” Alexa kembali berkata karena belum juga ada jawaban. Alex Rayyan menarik napas berat.“Tidak perlu tahu Kakak mengetahui semua ini dari mana, yang jelas, dia sekarang tengah tidak bahagia. Dia tidak seperti yang kita duga.”Alex Rayyan bangun dan berjalan menuju jendela kaca yang menampakkan pemandangan halaman belakang.“Kalau ini memang benar, berani sekali Harris Iskandar itu, seenaknya saja
Rania ketakutan, ia berdiri untuk keluar dari mobil. Hatinya berdoa semoga ada orang yang lewat dan menolongnya, tapi jalanan sepi begini mana ada orang.“Anda siapa? Saya bisa laporkan ini sebagai perampokan, bukankah Anda harusnya mengantar saya sampai tujuan?”Pria itu mengacungkan pisau tajam kepada Rania.“Jangan banyak bicara, Nona! Keluarkan semua barang berharga yang kau miliki, sekarang!”“Saya tidak memiliki apa-apa.”“Jangan banyak omong! Atau pisau ini yang akan berbicara!” lelaki itu menghardik Rania, pisau tajam berkilat yang diacungkan membuat Rania ketakutan.Sebuah motor sport berkuasa tinggi, berhenti tepat di belakang mobil milik lelaki yang sekarang mengancam Rania dengan sebilah pisau.“Hentikan!” pria yang baru datang itu membuka helmet yang dipakai lalu meletakkannya di atas motor.Seketika Rania dan lelaki