Share

Bab 146

Penulis: Lalapoo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-22 23:51:35

Risa tengah duduk di depan cermin ketika Dante keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah, menetes perlahan di tengkuknya.

“Ada sesuatu?” tanya Risa, melihat tatapan Dante yang terasa berbeda.

Dante mendekat sambil mengembuskan napas pelan. “Aku memang mau ngomong sesuatu.” Ia mengulurkan tangan.

Risa langsung meraih tangan itu dan Dante menariknya ke dalam pelukan tapi tentu saja Risa melompat manja hingga Dante menggendongnya. Sudah menjadi kebiasaan: kalau Dante bicara serius, Risa justru makin manja.

“Kamu tahu Om Darma, kan?”

Risa mengangguk kecil. “Dia bilang aku cucunya… beberapa waktu lalu.”

Dante mencium pipinya sekilas. “Iya. Dia memang kakek kamu. Dan dia minta bicara sama kamu.”

Risa mengerjap. “Dia ayahnya ayahku atau ibuku?”

Dante menatapnya lembut. “Aku ingin kamu dengar langsung dari dia. Aku nggak mau jadi orang yang ngasih ceritanya setengah-setengah.”

“Kenapa?” Risa memiringkan kepala, memeluk leher Dante lebih erat.

“Karena kamu harus tahu yang sebenarnya. D
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Jerat Hasrat Ayah Angkat   Bab 147

    Risa menunduk, jemarinya menggulung ujung pakaiannya tanpa sadar. Dadanya naik turun pelan, mencoba mengatur napas.“Jadi Om Darma kakekku?” tanyanya nyaris berbisik.Darma yang duduk di hadapannya memejamkan mata sesaat, seperti butuh keberanian untuk mengaku pada cucu yang bahkan belum sempat ia lihat tumbuh. Ketika ia membuka mata, tatapannya penuh kerut luka.“Ya,” jawabnya pelan. “Aku kakekmu, Risa.”Risa mengangguk kecil, tapi jelas masih mencari pijakan. “Aku sudah dengar itu… tapi aku tidak tahu kau ayah dari siapa.”Darma mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan, gerakan orang yang sudah lelah menyembunyikan luka.“Aku… ayah dari Ruby. Ibumu.” Suaranya pecah di akhir kalimat, seakan setiap huruf mengiris dadanya.Risa membeku. Nama itu, Ruby yang selalu menjadi misteri dan bayangan. Nama yang tidak pernah dibahas tanpa ketegangan. Nama yang selalu terasa seperti pintu gelap yang tak boleh dibuka.Ia mendongak perlahan. “Kalau begitu… kenapa kamu tidak pernah mengat

  • Jerat Hasrat Ayah Angkat   Bab 146

    Risa tengah duduk di depan cermin ketika Dante keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah, menetes perlahan di tengkuknya.“Ada sesuatu?” tanya Risa, melihat tatapan Dante yang terasa berbeda.Dante mendekat sambil mengembuskan napas pelan. “Aku memang mau ngomong sesuatu.” Ia mengulurkan tangan.Risa langsung meraih tangan itu dan Dante menariknya ke dalam pelukan tapi tentu saja Risa melompat manja hingga Dante menggendongnya. Sudah menjadi kebiasaan: kalau Dante bicara serius, Risa justru makin manja.“Kamu tahu Om Darma, kan?”Risa mengangguk kecil. “Dia bilang aku cucunya… beberapa waktu lalu.”Dante mencium pipinya sekilas. “Iya. Dia memang kakek kamu. Dan dia minta bicara sama kamu.”Risa mengerjap. “Dia ayahnya ayahku atau ibuku?”Dante menatapnya lembut. “Aku ingin kamu dengar langsung dari dia. Aku nggak mau jadi orang yang ngasih ceritanya setengah-setengah.”“Kenapa?” Risa memiringkan kepala, memeluk leher Dante lebih erat.“Karena kamu harus tahu yang sebenarnya. D

  • Jerat Hasrat Ayah Angkat   144

    “Cilok? Apa itu?” Dante mengerutkan dahi, benar-benar bingung.“Hah?” Risa spontan memandangnya seolah baru mendengar hal paling mengejutkan di dunia.Dante menatapnya dengan wajah polos yang membuat Risa ingin menepuk dahinya sendiri.“Kamu nggak tahu cilok?” tanya Risa memastikan.Dante menggeleng perlahan.Astaga.Risa hampir tidak bisa menutup mulutnya. Bagaimana mungkin Dante Santoso, manusia yang bisa membedakan puluhan jenis anggur dari aromanya, tidak tahu cilok? Oh iya… tentu saja. Lahir dengan sendok emas, makanan yang pernah dia makan mungkin hanya yang diolah koki pribadi atau yang dia masak sendiri. Sementara Risa mengenal jajanan itu dari nongkrong bareng teman-temannya.Dengan sedikit frustrasi, Risa mengambil ponselnya dan mengetikkan “cilok” di pencarian. Puluhan gambar muncul.Dante menunduk melihat layar. “Ini bakso,” ucapnya pelan.Risa langsung nyengir kuda. Ternyata sang pewaris Santoso hanya mengenal yang versi “mahal”-nya.“Bakso sama cilok beda,” jelas Risa. “

  • Jerat Hasrat Ayah Angkat   Bab 144

    Dante baru saja melangkah keluar mobil ketika ia melihat seseorang berdiri tepat di tengah jalan menuju gerbang rumah besar itu. Darma. Wajahnya tegang, seolah sejak tadi menunggu hanya untuk menghadang Dante.“Apa?” tanya Dante datar, terlalu lelah untuk pura-pura sopan.“Tuan Besar memintaku menjelaskan siapa aku pada Risa.” Suara Darma mantap, namun sorot matanya ragu.Dante menghela napas panjang. Kepalanya masih penuh dengan urusan Enggar dan X, dan kini ia harus menghadapi masalah yang bahkan lebih dekat dengan rumah.“Aku akan bicara dengannya dulu. Setelah itu barulah kau bisa bicara.”Ia berjalan melewati Darma tanpa memperlambat langkah, namun suara Darma menghentikannya.“Aku akan melindunginya mulai sekarang.”Dante berhenti. Perlahan, ia menoleh, menatap Darma dengan sorot mata yang sulit ditebak.“Apa ada sesuatu yang kau ketahui?”Darma menelan ludah, lalu menghela napas. “Sebelum kejadian itu… Ruby meneleponku. Dia memintaku menjemput Risa.”Dante tidak bereaksi. Matan

  • Jerat Hasrat Ayah Angkat   Bab 143

    Dante memejamkan mata sebentar. Kata-kata itu menggantung, menyentuh benang yang paling sensitif di pikirannya.Vivian mencondongkan tubuh, suaranya lebih lembut. “Dante… apa kau masih menyangkal apa yang sebenarnya kau rasakan untuk Risa?”Dante diam. Diam yang terlalu jelas untuk disebut tidak ada jawaban.Vivian menghembuskan napas pelan. “Kau tahu, kan? Semua orang bisa melihatnya. Perasaanmu pada gadis itu… bukan hal yang lahir dari masa lalu, bukan karena ibunya. Kau mencintai Risa karena Risa sendiri.”Dante menatapnya, mata hitamnya dingin tapi tidak membantah.Vivian melanjutkan, “Lalu… kau datang ke sini karena apa? Merasa bersalah? Atau karena dunia menolak pilihanmu?”Dante menunduk sebentar, lalu berkata pelan tanpa ekspresi berlebihan tapi jujur.“Aku datang ke sini,” katanya, “karena kalau pulang terlalu cepat… aku akan langsung kembali ke Risa. Dan bagian diriku bagian yang… tidak seharusnya ingin itu terlalu cepat.”Vivian membeku.Itu pengakuan yang tidak pernah ia d

  • Jerat Hasrat Ayah Angkat   Bab 142

    Ruangan mendadak hening. Hanya suara lembaran kertas dibalik yang terdengar. Dante membaca cepat, sesekali menggigit bagian dalam pipinya. Diana membaca perlahan, memastikan setiap kata tidak luput.Setelah beberapa menit, Dante menutup berkasnya lebih dulu.“Aku sudah selesai,” katanya pelan.Diana tidak menjawab. Ia menandatangani dokumen di hadapannya, lalu mendorongnya ke tengah meja.Dante menatap pena itu sejenak, bagian kecil yang terasa seperti garis yang memisahkan masa lalu dan masa depan. Lalu ia menandatangani perjanjiannya sendiri, tanpa komentar, tanpa protes.Tuan Marcell mengambil kedua dokumen itu dengan rapi.“Baik. Dengan ini perjanjian resmi berlaku.”Diana berdiri, merapikan mantel tipisnya.“Terima kasih, Tuan Marcell. Kami selesai.”Dante bangkit menyusul, namun ia tidak menatap istrinya. Mereka keluar ruangan tanpa saling berbicara,dua orang yang terikat, tapi sudah lama berhenti berjalan ke arah yang sama.Begitu pintu ruang rapat tertutup, suasana berubah. Ko

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status