Share

4

Penulis: Widia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-02 13:29:50

Pukul 19.40 – Area parkir kawasan industri lama.

Zephyr berdiri di balik mobil hitam tanpa tanda. Jaket kulit gelap membungkus tubuhnya, dan earpiece di telinga kirinya terus menyala.

"Semua tim, posisi. Neil terdeteksi masuk lokasi pukul 19.16. Kita lakukan penyergapan saat jarum menunjuk pukul 20.00 tepat. Jangan ada tembakan kecuali gue perintahkan," ucapnya tegas lewat radio.

Empat tim disebar.

Tim Alfa: menyusup dari pintu utama.

Tim Bravo: menunggu di pintu samping barat.

Tim Charlie: berjaga di ventilasi dan jalur pembuangan.

Tim Delta: cadangan, menyamar di sekitar area luar.

Zephyr sendiri memilih ikut dengan Tim Alfa. Matanya menatap jam tangan. 19.59. Tangannya mengangkat isyarat tiga jari—hitung mundur.

Tiga... dua... satu...

"Eksekusi!"

Mereka bergerak cepat. Pintu didobrak. Ruangan megah di lantai basement itu nampak kosong. Hanya suara langkah kaki berderap di seluruh penjuru.

Zephyr memasuki ruangan target lebih dulu. Pandangannya menyapu cepat, suntikan bekas di lantai, tapi tidak ada Neil di sana.

"Kosong. Target lolos. Cari jalur alternatif sekarang!"

Tim Charlie melapor dari kanal radio:

"Saluran ventilasi bagian timur terbuka. Ada bekas jejak baru."

Zephyr mendekat. Ia menelusuri lubang sempit yang cukup dilewati satu orang dewasa. Napasnya mulai tidak sabar.

"Dia sudah pantau kita. Ada kemungkinan sistem kamera tersembunyi di lorong-lorong. Periksa dan bongkar semuanya."

Pencarian meluas ke permukaan. Tapi semuanya terlambat. Neil berhasil kabur.

20.23 – Area parkir, lokasi yang sama.

Zephyr berdiri bersandar ke kap mobil, menatap kosong ke bangunan di depannya. Timnya satu per satu kembali tanpa hasil.

“Tak ada jejak kendaraan keluar. Mungkin dia dibantu dari dalam sistem,” ujar salah satu petugas.

Zephyr menahan amarah. Rahangnya mengeras.

"Sial! Gue kehilangan buruan besar!" Gumamnya lirih.

Ia menoleh ke seluruh tim.

"Besok kita revisi strategi. Buka semua arsip digital tentang jejak komunikasi terakhir Neil. Panggil tim cyber. Dan mulai cari koneksi dia. Satu pun gak boleh ada yang luput."

Suaranya dingin, tegas.

"Kita gagal malam ini. Tapi itu cuma awal. Kali berikutnya, gak ada ruang untuk meleset. Tangkap dia hidup-hidup."

Zephyr masuk ke dalam mobil, diam, membuka tablet di dashboard dan mulai meninjau ulang footage CCTV di area luar.

Operasi malam itu gagal. Dan Zephyr tidak akan membiarkan kegagalan itu terulang dua kali.

***

Villa itu sunyi. Tak ada suara selain pemantik flip yang dimainkan oleh Neil dan hembusan angin yang mengayun pelan tirai jendela. Ia duduk membungkuk di tepi ranjang, satu tangan menopang kepalanya yang berat oleh banyak hal, bukan hanya oleh efek sisa fentanyl di tubuhnya, tapi oleh kabut curiga yang mulai menyusup perlahan ke dalam pikirannya.

Penyergapan itu terlalu rapi. Terlalu mendadak. Terlalu tepat sasaran. Hanya dia yang jadi target.

Dan yang lebih membuatnya terdiam bukanlah bahaya itu sendiri, tapi bagaimana polisi tahu dia akan ada di sana.

Tempat itu bukan persembunyian sembarangan. Terlalu tersembunyi untuk bisa ditemukan tanpa bantuan. Terlalu steril untuk disusupi begitu saja. Ia tahu persis siapa saja yang pernah menginjakkan kaki di sana. Dan jumlahnya bisa dihitung dengan jari.

Neil menunduk, menatap bekas suntikan yang samar di lengan kirinya. Luka kecil, tapi cukup untuk membuatnya berdiri tadi malam. Sakit di perutnya masih kadang datang seperti gelombang. Penyakit itu—seperti karma yang perlahan menyayat dari dalam. Tapi itu bukan yang paling menyakitkan. Yang lebih menyesakkan justru rasa curiga yang menyelinap dalam sunyi.

Wajah-wajah itu datang silih berganti di benaknya. Nama-nama yang ia percayai kini berderak pelan di kepalanya.

Saga sebagai orang kepercayaannya. Kaki tangan yang selama ini selalu setia. Tapi justru karena itu, Neil tahu persis betapa dalamnya Saga masuk ke dalam sistem mereka. Jika ada seseorang yang tahu semua hal tentang dirinya dan tempat rahasia... itu Saga.

Namun, Neil tidak bisa mengabaikan satu nama lain yang justru lebih mengganggunya.

Sea, kekasihnya. Wanita yang selama ini berada di sisinya. Lagipula akhir-akhir ini banyak yang berubah dari cara Sea memperlakukannya. Senyumannya seolah dibuat-buat. Dan ketika Neil diam-diam memeriksa ponsel Sea malam itu, ia menemukan sesuatu yang tidak ia harapkan, pesan-pesan terhapus, panggilan keluar tengah malam, dan nama-nama asing dalam log.

Dia belum tahu dengan siapa Sea berselingkuh. Tapi pengkhianatan yang terlihat kecil itu mulai menumbuhkan retakan yang lebih besar. Apalagi Sea tahu di mana tempat dia biasa 'menghilang' untuk memakai. Kalau memang ada yang membocorkan keberadaannya... Sea adalah pelaku utamanya.

"Wanita sialan itu" Neil tersenyum sinis sebelum akhirnya meraih hoodie dan berlalu meninggalkan villanya.

Mesin mobil menderu rendah saat Neil menyalakan kendaraan. Malam belum sepenuhnya hilang dari langit, meski fajar mulai menyelinap dari balik awan. Suara ranting terinjak saat ban mobil menyentuh jalan setapak yang membawanya keluar dari vila tersembunyi itu.

Tangannya mengarah ke ponsel, jari-jarinya dengan cepat menekan sebuah nama.

Nada sambung berdering hanya sekali sebelum suara berat itu menjawab.

“Halo, Bos?”

Neil menarik napas pelan. "Saga. Gue butuh laporan kondisi di sekitar gudang barang. Masih aman?"

Beberapa detik hening. Lalu suara Saga terdengar lagi, terdengar percaya diri namun berhati-hati.

“Semua Aman, Bos.”

Neil menyipitkan mata menatap jalanan kosong di depannya. "Loe yakin?"

“Yakin bos. Tidak ada tanda-tanda mencurigakan. Semua CCTV juga sudah di cek.”

Neil mengangguk kecil meski tak bisa terlihat. "Oke. Pastikan semuanya tetap waspada"

Saga kembali bertanya, kali ini dengan nada cemas yang ditahan. “Apa ada sesuatu yang sudah terjadi bos? Dan kalau boleh tahu… anda sekarang di mana? Tadi malam saya ke tempat biasa, tapi di sana kosong.”

Neil mengerem pelan saat sebuah tikungan muncul di depannya. Pandangannya tajam. “Gue hampir ditangkap semalam.”

Saga terdengar mengumpat pelan. "Bagaimana bisa bos? tapi anda baik-baik saja kan sekarang?”

“Loe gak perlu khawatir. Gue baik-baik aja!"

Suara Saga jadi serius. “Anda, tolong berhati-hati. Untuk saat ini sebaiknya anda bersembunyi di tempat yang aman, bos"

Neil menyeringai tipis. “Gue tahu, Saga. Gue bukan orang baru.”

“Maaf, Bos. Saya cuma khawatir.”

Neil mengangguk sekali, lalu mengakhiri dengan suara rendah. “Gue percayain gudang barang sama loe. Pastikan semua aman, Oh ya... kalau Sea datang jangan beritahu apapun tentang kondisi gue sekarang”

"Baik bos!"

Klik.

Sambungan terputus.

Mobil melaju lebih cepat. Udara pagi yang dingin terasa menggigit meski jendela tertutup. Neil bersandar sejenak, membiarkan kepalanya menengadah sambil berpikir.

Bukan Saga.

Nada suara, respons, dan detail yang disampaikan terlalu spesifik untuk sebuah rekayasa. Jika Saga yang melaporkannya, dia tidak akan bertanya dan khawatir akan keadaan Neil saat ini.

Yang membuat Neil terusik adalah sosok yang justru tak menghubunginya sejak kemarin.

Tangan Neil menggenggam setir lebih erat. Pandangannya tertuju ke arah tikungan besar di depan. Sekarang, ia harus bergerak lebih cepat menuju Caelyn. Perannya sangat dibutuhkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jeratan SANG MAFIA   7

    Zephyr menjatuhkan diri ke kursi dan membuka laptop kerja. Map laporan operasi semalam masih kosong dari hasil berarti. Ia menatap layar tanpa ekspresi lalu mulai mengetikkan ulang data yang ia terima dari awal. Ia butuh melihatnya lagi—dari awal—dengan kepala yang lebih jernih.Neil White. Usia 34 tahun.Data asli menyebut Neil adalah pemilik salah satu hotel mewah dan klub malam paling prestisius di pusat kota. Hotel Winner di bilangan Menteng dan klub malam eksklusif bernama Velvet room. Tempat para pesohor dan politisi muda sering terlihat berpesta larut malam.Zephyr mengangkat alis. Aneh. Ia mengetikkan lebih dalam, menggali berkas profile tentang Neil. Tak butuh waktu lama sampai matanya berhenti di satu bagian kecil yang sebelumnya lolos dari perhatiannya, tentang hubungan personal.Nama Sea Alverdine muncul.Zephyr menajamkan pandangannya. Ia tahu nama itu. Bukan dari dunia kriminal. Tapi dari papan iklan, majalah fashion, dan berita sosialita.Sea Alverdine, seorang model ke

  • Jeratan SANG MAFIA   6

    Caelyn meraih lengan Neil yang hampir mendorong pintu kamar. Jemarinya dingin, dan genggamannya lemah, namun cukup untuk menghentikan langkah pria itu."Loe yakin sama semua ini?" suaranya nyaris seperti bisikan, tapi terdengar jelas di antara keheningan lorong hotel yang mewah.Neil menatapnya dalam. Untuk sesaat, waktu seperti melambat.Caelyn tidak siap. Tidak sekarang. Tidak pernah, sebenarnya.Tidur dengan Neil, lelaki yang nyaris asing baginya di saat Ether terbaring koma di rumah sakit. Rasanya seperti mengkhianati segalanya. Bahkan hanya membayangkan kemungkinan itu pun membuat dadanya sesak. Tapi ia takut. Takut akan sikap Neil yang tidak bisa ditebak. Takut pada uang yang sudah telanjur digunakannya dan tak bisa ia kembalikan. Haruskah ia benar-benar melangkah sejauh ini, saat hatinya sendiri belum siap?“Kita udah sampai sini, loe ragu?” tanya Neil, serius. Wajahnya kini tak menampilkan sedikit pun sikap santainya. Sorot matanya gelap, tajam, seperti membawa gravitasi yang

  • Jeratan SANG MAFIA   5

    Pagi itu udara terasa sejuk. Langit masih kelabu, tapi lorong rumah sakit sudah mulai ramai oleh lalu lalang para perawat dan keluarga pasien. Di salah satu bangsal, Alea datang dengan langkah cepat, membawa tas jinjing berisi seragam kerja yang diminta Caelyn.“Hari ini gue gak kesiangan kan, Cael?” tanyanya sambil tersenyum kecil, mengeluarkan pakaian dari dalam tas.Caelyn yang sedang duduk di tepi ranjang Ether menoleh dan tersenyum samar. Rambutnya terikat seadanya, dan wajahnya tampak sedikit letih.“Iya, makasih ya, Al,” balas Caelyn lembut, tangannya langsung meraih baju itu.Pandangan Alea kemudian tertuju pada tubuh Ether yang masih terbaring lemah di ranjang. Selang oksigen masih menempel di hidungnya, dan mesin pemantau detak jantung terus berbunyi dengan irama stabil.“Gimana kondisi Ether? Ada perkembangan?” tanya Alea, suaranya pelan tapi terdengar jelas.Caelyn menggeleng pelan. “Belum ada kemajuan... tapi setidaknya dia udah gak mengalami kejang lagi. Gue ganti pakaia

  • Jeratan SANG MAFIA   4

    Pukul 19.40 – Area parkir kawasan industri lama.Zephyr berdiri di balik mobil hitam tanpa tanda. Jaket kulit gelap membungkus tubuhnya, dan earpiece di telinga kirinya terus menyala."Semua tim, posisi. Neil terdeteksi masuk lokasi pukul 19.16. Kita lakukan penyergapan saat jarum menunjuk pukul 20.00 tepat. Jangan ada tembakan kecuali gue perintahkan," ucapnya tegas lewat radio.Empat tim disebar.Tim Alfa: menyusup dari pintu utama.Tim Bravo: menunggu di pintu samping barat.Tim Charlie: berjaga di ventilasi dan jalur pembuangan.Tim Delta: cadangan, menyamar di sekitar area luar.Zephyr sendiri memilih ikut dengan Tim Alfa. Matanya menatap jam tangan. 19.59. Tangannya mengangkat isyarat tiga jari—hitung mundur.Tiga... dua... satu..."Eksekusi!"Mereka bergerak cepat. Pintu didobrak. Ruangan megah di lantai basement itu nampak kosong. Hanya suara langkah kaki berderap di seluruh penjuru.Zephyr memasuki ruangan target lebih dulu. Pandangannya menyapu cepat, suntikan bekas di lanta

  • Jeratan SANG MAFIA   3

    Caelyn berdiri terengah-engah di depan rumah sakit. Napasnya masih memburu akibat berlari mengejar pria menyebalkan itu. Ia mengedarkan pandangan, berharap bisa menangkap sosoknya, tapi hasilnya nihil. Entah memiliki jurus apa, Neil bisa bergerak secepat itu. Seperti menghilang.Caelyn berbalik, berniat kembali masuk ke rumah sakit, tapi pandangannya tiba-tiba menangkap sosok Neil di halte bus seberang jalan. Ia berdiri santai, seolah tak terjadi apa-apa, sambil menikmati permen gulali berwarna merah muda di tangannya.Tanpa pikir panjang, Caelyn kembali berlari ke arahnya.“Kesepakatan tadi, gue setuju!” katanya cepat, setibanya di depan pria itu.Neil menoleh, senyum lebar menghiasi wajahnya. “Kesepakatan yang mana? Gue udah lupa.”“Isi paperbag itu. Dan tidur sama loe,” ucap Caelyn tegas, tanpa berputar-putar.Neil tertawa kecil. “Duh, gue gak inget pernah ngomong begitu. Apa jangan-jangan lo salah orang?”Caelyn mengerang kesal. “Tolonglah, jangan bercanda. Keadaannya mendesak sek

  • Jeratan SANG MAFIA   2

    Setelah menerima penjelasan dari dokter, Caelyn keluar dari rumah sakit dengan kepala penuh beban. Pikirannya kalut. Ia mencoba menghubungi beberapa kenalan, tapi tak ada yang bisa membantu. Beberapa bahkan hanya membalas dengan permintaan maaf klise.Akhirnya, dengan berat hati, ia memutuskan mendatangi seseorang. Sahabat lama Ether yang dulu pernah begitu dekat.Caelyn kini duduk di ruang kantor milik Saga. Ruangan itu gelap dan dingin. Lampunya tidak terlalu terang, seolah sengaja dibuat redup untuk menjaga suasana tetap tegang. Beberapa pria bertubuh besar dan berwajah dingin berdiri di sekitar ruangan, menjaga dalam diam. Mata mereka menatap tajam seperti sedang menakar bahaya.Saga duduk di seberang meja, mengenakan kemeja gelap yang digulung sampai siku, dan jam tangan mahal melingkar di pergelangannya. Di depan Caelyn, ekspresinya datar. Tatapannya seperti bukan lagi sahabat Ether yang dulu ramah."Ada apa tiba-tiba menghubungiku?" tanya Saga datar, matanya menatap Caelyn taja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status