MasukDavin merasa sangat gugup, selama di perjalanan dia tak berhenti mengatur nafasnya yang terasa sangat berat sekali. Tak pernah terbayangkan kalau hari H pernikahan akan sangat gugup seperti ini. Jantungnya sampai berdebar-debar sampai membuatnya merasa lemas karena saking gugupnya.
"Jangan gugup, Davin. Semuanya akan baik-baik saja," ujar sang ayah yang bernama Tama. Ayahnya duduk di kursi depan bersama supir yang membawa mereka untuk pergi ke rumah pengantin perempuan. Ibunya Sora tampak terkekeh geli saat melihat raut wajah putranya yang terlihat masam akibat mendengar perkataan ayahnya, perlahan dia genggam tangan anaknya yang terasa dingin, lalu dia usap dengan lembut, "Semuanya akan baik-baik saja." Davin merasa tenang kala mendengar perkataan ibunya, dengan perlahan dia menganggukan kepalanya sembari tersenyum hangat. "Apa nanti setelah menikah abang gak akan tinggal di rumah kita lagi?" Celetuk adiknya Rayhan yang baru saja berumur 17 tahun. "Iya tentu saja, setelah menikah abangmu akan tinggal di rumah sendiri bersama istrinya," balas Tama sembari menganggukan kepalanya. "Alhamdulillah." Dengan spontan sang adik berseru dengan penuh rasa syukur. "Heh!" Davin merasa sangat tersinggung, "Apa maksudnya kamu ngomong kek gitu? Bahagiakah kamu karena abang gak akan tinggal di rumah lagi? Oh, kamu senang karena supaya gak ada yang ngomel kan kalau kamu begadang karena game?" Omelnya. Rayhan tersenyum lebar sembari menganggukan kepalanya, "Yoi, di rumah nanti aku akan sangat bebas. Kenapa gak dari dulu aja sih Mah abang di nikahinnya, kenapa baru sekarang. Tapi gak apa-apa, lebih baik terlambat dari pada gak sama sekali," ujarnya sembari tertawa keras. Kedua orang tuanya hanya bisa tertawa saat mendengar seruan anak bungsunya. ,memang sudah tak heran, kedua anaknya itu suka sekali ribut. Yang namanya adik kakak pasti selalu ribut, meski begitu kedua anaknya itu saling menyayangi satu sama lain. "Meski pun abang gak akan tinggal sama kamu lagi, bukan berarti abang gak akan ngawasin kamu, Ya Rayhan!" Rayhan memutar bola matanya malas, tampaknya dia tidak akan sebebas yang dia kira. Tetap saja abangnya akan sangat protektif padanya. Davin menghela nafasnya panjang, dia menoleh pada jendela mobilnya yang dimana keadaan jalanan yang terlihat cukup ramai. Dia beberapa kali menghembuskan nafasnya dengan berat untuk menghilangkan rasa gugupnya. Hingga akhirnya tak terasa kalau mobilnya dan rombongannya telah sampai di rumah pengantin perempuan mereka. Davin terlihat semakin gugup saja, tapi sebisa mungkin dia mencoba untuk tetap tenang dan tersenyum kala melihat calon mertuanya tengah menunggunya di depan sana dan menyambutnya dengan kemeriahan yang di berikan oleh calon mertuanya itu. Davin tersenyum hangat sembari mencium punggung tangan kedua calon mertuanya itu, kedatangannya tentu saja disambut dengan sangat baik dan hangat, mereka menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Sementara di kamar pengantin perempuan, Rara hanya bisa diam dengan raut wajahnya yang tidak ada senyuman sama sekali. Sedari tadi Rara terlihat melamun, bahkan setiap MUA bertanya soal make up apa yang Rara inginkan, Rara menyerahkan semuanya pada MUA tersebut karena dia terlihat sangat pasrah dan tidak bisa melakukan apa pun. Rara terlihat sangat cantik dengan kebaya putih yang begitu pas di tubuhnya yang cantik, dari make up dan segalanya dia tampak sangat cantik. Terlihat sederhana, tapi terlihat juga kesederhanaan yang dimiliki Rara sangat elegan sampai membuat beberapa orang yang mengintip merasa terpesona. Namun sayangnya, Rara sama sekali tidak menampilkan senyuman. Sudah beberapa kali iparnya terus menyuruhnya tersebut, tapi Rara terlihat sangat terpaksa dan tidak peduli. Rara sudah mendapat kabar kalau calon suaminya telah sampai ke kediamannya, namun Rara sama sekali tidak peduli. Dia hanya peduli pada ponselnya yang sedari tadi mati. Dia tengah menunggu kabar dari kekasihnya, tapi semenjak Rara tak bisa menolak pernikahan ini, kekasihnya tiba-tiba hilang kabar seakan-akan pergi meninggalkan dia tanpa pamitan. 1 minggu yang lalu, kekasihnya kecewa karena mereka tidak bisa kabur karena Rara yang berhasil dibawa kembali oleh kedua kakaknya. Kekasihnya pasti sangat terluka kalau tahu hari ini Rara akan segera menjadi istri orang lain. Akan tetapi Rara pun tak bisa melakukan apa pun, dia sudah tidak punya tenaga untuk membantah atau pun menolak. "Rara, calon suamimu sebentar lagi akan segera mengucapkan ijab kabul untuk kamu," ujar Nisa, kakak iparnya yang pertama tampak terlihat bahagia memberikan kabar baik itu. Rara hanya bisa menghela nafasnya dengan kasar, hanya tinggal hitungan detik sebentar lagi statusnya akan berubah. Dia akan menjadi seorang istri dari suami yang tidak dia inginkan. Rasanya dia ingin menangis, tapi air matanya tampaknya sudah mengering. Dia pun sudah lelah menangis, karena tangisannya sama sekali tidak di dengar oleh semua keluarganya. "Dengar kan ini, calon suamimu akan ijab kabul," ujar Keira, kakak ipar keduanya dari kakak keduanya. Rara masih saja diam. Namun telinganya bisa mendengar kalau suara mic terdengar dari luar rumah sana. Rara meremas jari jemari tangannya dengan sangat kasar sembari terus menerus mencoba menenangkan dirinya. Ternyata, meski pun pernikahan ini terjadi karena perjodohan, Rara juga bisa merasakan gugup kala menunggu calon suaminya ijab kabul untuknya. "Sodara Davin Putra Nugraha, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya, yang bernama Rara Safira Ardana Binti Dito Ardana dengan mahar berupa uang tunai sebesar 200 juta, di bayar tunai!" Kedua mata Rara terpejam dengan erat saat mendengar suara ayahnya yang telah menjadi walinya. Lalu dia semakin gugup kala mendengar suara lantang dari calon suaminya. "Saya terima nikah dan kawinnya Rara Safira Ardana binti Dito Ardana dengan mahar uang tunai sebesar 200 juta dibayar tunai!" Dalam sekali tarikan nafas Davin mengucapkan kalimat sakral itu terucap dengan sangat lantang dan penuh wibawa, beberapa orang yang menghadiri ijab kabul itu ikut menahan nafasnya karena merasa gugup. Namun syukurlah, sang pengantin pria mengucapkan ijab kabul tanpa mengakibatkan kesalahan apa pun. "Bagaimana para saksi, sah?" "SAH!" Detik itu juga semua orang langsung berucap syukur, kompak mereka ikut berdoa atas rasa syukurnya ijab kabul yang berjalan dengan lancar, lalu berdoa untuk keselamatan rumah tangga mereka dan tentunya berdoa supaya rumah tangga mereka berjalan dengan baik dan langgeng hingga tua. Sementara itu di dalam kamar, Rara menahan nafasnya dengan sangat berat, jantungnya berdebar-debar tak menyangka dengan tangannya yang semakin berkeringat dingin. "Rara selamat, akhirnya kamu sama Davin sah juga, sekarang kalian berdua adalah suami istri," ujar Nisa dan Keira yang terlihat sangat bahagia karena adik iparnya sekarang telah resmi menjadi seorang istri. "Istri?" Rasanya masih belum Rara percayai kalau ternyata statusnya telah berubah dalam hitungan detik.1 minggu telah berlalu...Hari ini adalah hari libur, rencananya hari ini Rara akan membeli kebutuhan selama sebulan di rumahnya bersama suaminya yang tidak bekerja di hari libur ini. Tadinya mereka berniat untuk bermain keluar, tapi Rara menolak dengan mengatakan kalau hari libur ini dia ingin menghabiskan waktunya di rumah saja.Sebelum itu, Rara harus membeli kebutuhan keduanya selama sebulan nanti. Dan dengan senang hati suaminya akan mengantarnya. Semakin hari Davin semakin posesif padanya, Rara tidak dibiarkan untuk pergi sendiri, Davin harus selalu ikut kemana pun istrinya itu pergi.Sebelumnya Rara akan merasa risih karena terus menerus di ikuti oleh Davin. Tapi sekarang semuanya telah berubah, justru Rara pun merasa tak bisa jauh jauh dari suami tampannya. Dia merasa nyaman dan damai jika ada suaminya disampingnya.Sebisa mungkin Rara hanya ingin bersama Davin. Setiap Davin pergi bekerja, Rara akan merasa sedih, dia akan merasa kalau dia kesepian jika tidak ada Davin disampin
"Raisa, buka pintunya, kenapa kamu diam terus di kamarmu. Buka pintunya, nak. Kamu belum makan dari sejak kita pulang dari rumah sakit. Ini sudah malam, jangan sampai kamu telat makan, mamah takut kamu kenapa kenapa lagi, nak. Mamah mohon."Entah sudah keberapa kalinya Gina datang ke kamar putrinya sembari membawa nampan berisi makanan untuknya. Pasalnya sedari mereka pulang dari rumah sakit, Raisa tiba tiba mengurung dirinya di kamarnya dan tak keluar sama sekali, dia juga menguncinya sehingga membuat Gina sulit untuk masuk ke dalam kamarnya.Gina sangat cemas, baru saja dokter mengatakan kalau Raisa semakin pulih, tapi tiba tiba saja Raisa mogok makan. Bagaimana kalau seandainya kondisi Raisa kembali memburuk?"Nak, mamah mohon," pinta Gina sangat memohon.Namun tak ada jawaban sama sekali. Karena di dalam sana Raisa tampak tengah merenung di bawah lantai dingin dengan bersandar pada ranjangnya. Tatapan matanya yang kosong melirik ke luar jendela sana yang menampilkan rembulan malam
"Aku sudah menikah."Apa katanya? Sudah menikah? Sungguh, Raisa amat sangat terkejut mendengarnya. Tubuhnya sempat membeku dan debaran jantungnya terasa seperti berhenti kala merasa sangat terkejut dengan perkataan yang baru saja terlontar oleh mulut mantan kekasihnya yang dia rindukan itu."S-sudah menikah?" Raisa mencoba memastikan semuanya.Davin menganggukan kepalanya. Meski rasanya dia ragu mengungkapkan pernikahannya, tapi secara spontan dia mengungkapkan semuanya, dan kini dia pun tak sadar telah menunjukan cincin pernikahan yang terpasang di jari manisnya.Raisa menatap tak percaya pada cincin yang terpasang di jari manis milik Davin, ini benar benar mengejutkan. Rasanya ini seperti mimpi yang tidak pernah dia duga. Dia hanya tak menyangka kalau ternyata Davin menikah, dia pikir Davin tidak akan sampai menikahi perempuan lain.Apa yang Raisa harapkan? Apa dia berpikir kalau Davin akan menunggunya? Dan dia pikir apa Davin akan menikahinya? Raisa lupa, kalau hidup ini harus teru
Siang ini Raisa dan ibunya akan pergi ke rumah sakit untuk kontrol, meski Raisa sudah berhasil selamat dari penyakit yang hampir saja merenggut nyawanya itu, tetap saja Raisa harus melakukan kontrol rutin untuk menjaga kesehatannya tetap baik.Dan siang ini, Raisa dan ibunya baru saja sampai di rumah sakit tempat dimana dia akan kontrol. Keduanya telah memiliki janji, setelah mengantri hampir 30 menit, akhirnya namanya dipanggil dan detik itu juga dia dituntun untuk masuk ke ruangan yang dimana Dokter telah menunggu kehadirannya.Selama kontrol berlangsung Raisa tampak terlihat tenang, dia sama sekali tidak menunjukkan tanda tanda cemas atau pun takut. Namun dibalik itu sang ibu tampak sangat cemas, dia tak berhenti menggenggam erat tangannya sampai berkeringat. Raisa paham perasaan ibunya, karena penyakit yang dia derita membuat ibunya sudah tidak pernah menemukan ketenangannya lagi.Banyak sekali yang dibahas selama disana dan banyak sekali hal hal yang di periksa kembali, hingga ak
Dengan langkah yang tergesa-gesa Syera melangkah memasuki rumah sakit dengan heelsnya. Raut wajahnya terlihat sangat tak baik-baik saja, tampaknya ada sesuatu yang membuatnya merasa ada yang berbeda hari ini.Namunnya, bukannya pergi menuju ruangannya. Justru Syera malah melangkahkan kakinya menuju salah satu ruangan yang ada di lorong sana. Dengan mengetuk pintu beberapa kali, dia meminta izin pada pemilik ruangan itu untuk masuk, hingga akhirnya terdengar suara pemilik ruangan itu yang mengizinkannya untuk masuk."Davin," panggilnya.Davin yang baru saja memakai jas kedokterannya itu pun langsung berbalik dan menoleh ke belakang. Keningnya mengerut bingung kala melihat kedatangan Syera yang menurutnya terlalu pagi untuk menghampirinya."Kenapa?" Tanya Davin dengan kebingungan.Entah harus mulai dari mana dulu Syera bertanya, dia tampaknya masih sangat syok dan saat ini tengah mencoba untuk menenangkan dirinya."Kenapa Syer?" Tanya Davin sekali lagi."Aku masih syok Davin. Tapi apa k
"Raisa, tengah apa kamu malam malam di balkon sendirian? Masuk sayang." Gina menatap putrinya dengan raut wajahnya yang terlihat cemas kala melihat anak perempuannya duduk sendirian di ayunan balkon kamarnya dengan udara malam yang sangat dingin.Raisa menoleh sekilas pada ibunya sebelum akhirnya dia tersenyum, "Tidak Ma, aku tengah mencari udara segar. Sudah lama rasanya aku tidak menikmati udara segar seperti ini," balasnya.Gina menghela nafasnya panjang, "Kamu sangat merindukan suasana malam ternyata."Raisa menganggukan kepalanya, "Benar, aku sangat merindukan suasana malam dan suasana di luar sana. Semuanya terasa sangat berbeda, ada banyak hal yang berubah. Tapi aku merasa sangat senang, setidaknya aku masih diberi kesempatan untuk tetap melihat dunia luar. Setelah sekian lama aku berpikir kalau aku mungkin tidak akan melihat dunia luar lagi."Mendengar itu Gina merasa sangat sedih, dengan lembut dia mengusap tangan putrinya yang terasa dingin karena udara, "Mama juga sangat se







