Share

Jodohku Dokter Tampan
Jodohku Dokter Tampan
Penulis: Nelliya Azzahra

Anak Perempuan Secantik Peri

Aira menatap nanar bangunan bercat putih di depannya dengan halaman cukup luas yang dikelilingi pagar besi. Di mana sebagian pagar tampak mulai karatan. Di sebelah kiri bangunan berdiri plang besar bertuliskan Panti Asuhan Bunda.

Aira meremas ujung rok dengan perasaan bergolak. Dia tidak menyangka, bahkan dalam mimpi pun, nasibnya berakhir di panti asuhan ini setelah kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya. Lalu, sang paman menolak merawatnya.

Aira tahu ketidakberdayaan sang paman karena mendapatkan istri pemarah seperti Bibi Mey. Alasan Bibi Mey menolaknya karena beban hidup mereka sudah berat dengan empat orang anak, jika ditambah Aira, maka akan semakin memberatkan.

Jadi di sinilah keputusan pamannya menempatkan dirinya. Awalnya Aira menolak, dia tidak ingin tinggal jauh dari sang paman. Sementara itu, Dion tak ada pilihan lain, dia tak tega melihat Aira dimarahi istrinya saban hari.

Apa salahnya anak perempuan itu sehingga harus bernasib malang. Andai Aira bisa memilih, tentu saja dia tidak ingin menjadi yatim piatu.

Mata Aira berkaca-kaca membayangkan akan seperti apa hidupnya di tempat ini. Gadis berusia delapan tahun itu hanya bisa berdoa semoga saja dia betah dan tak berusaha melarikan diri. Ah, memangnya dia akan kabur ke mana. Tak ada tempat bisa dia tuju.

Satu-satunya keluarga yang dia miliki telah menolaknya. Bulir bening luruh satu persatu di pipi putih Aira. Dia berharap saat ini orang tuanya masih hidup. Mereka pasti tak akan membiarkan putri semata wayangnya menghabiskan waktu di panti asuhan ini.

Namun, harapan menjelma menjadi kemustahilan. Bukankah apa pun yang terjadi hidup harus terus berlanjut. Mau itu bahagia atau duka, hidup tak bisa berhenti meski menginginkannya sekalipun.

"Aira dengar," kata Dion, "Paman akan sesering mungkin mengunjungimu."

Aira menggeleng. "Paman jangan tinggalkan Aira di sini," rengek Aira seraya menarik ujung jaket Dion.

Lelaki bercamata itu mengusap kasar wajahnya. Ia meraih tangan Aira dan meletakkan sebuah kalung berliontin kupu-kupu.

"Ini ambillah."

"Paman ini ...."

"Itu milik mamamu," potong Dion. Dia yakin mendiang kakaknya ingin Aira menyimpan benda itu.

Aira mengusap liontin yang di dalamnya ada foto dirinya. Sekilas terlintas senyum manis mamanya. Tiba-tiba rasa rindu menghujam tanpa ampun. 

"Mama," bisik Aira dengan suara bergetar. Ia berusaha meredakan suara isakannya. Menyeka air mata menggunakan ujung baju. 

Tak lama seorang wanita kisaran usia tiga puluhan mendekati mereka. Wanita itu tampak tak ramah sama sekali. Perawakannya kurus dengan kulit cokelat. Dari gestur tubuh dan ekspresi wajahnya, wanita itu tak menyuka Aira. Sebenarnya, dia memang tak menyukai anak-anak.

"Jadi ini anaknya," katanya menunjuk Aira.

"Iya, tolong rawat dia," ujar Dion. Dia mengamit lengan Aira agar memberi salam.

"Banyak anak yang harus kami rawat di sini!" sinis wanita itu. Aira yang mendengarkan sedikit gemetar. Dia merapatkan diri pada pamannya. Aira berharap Paman Dion berubah pikiran sehingga mau membawanya kembali pulang.

"Aira pergilah."

Aira maju ke depan mendekati wanita kurus tadi yang menatapnya dengan sorot tajam. Aira berbalik, dia mendapati pamannya menatap sendu lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Dengan langkah besar Dion menuju mobil yang terparkir tak jauh dari Aira berdiri.

"Paman!" teriak Aira. Air mata kembali membanjiri pipinya.

Dia ingin berlari mengejar pamannya, tetapi dengan gesit tangan wanita itu berhasil mencekal pergelangan tangan Aira.

"Jangan cengeng!" bentak wanita itu. "Ayo, masuk!" Wanita itu berjalan tergesa mendahului Aira.

Dengan langkah gontai Aira mengekor. Dia sibuk mengusap air mata sampai di depan pintu panti. Sebuah ruangan menyerupai aula menyambut Aira untuk pertama kali.

Di sana berkumpul anak-anak dari yang besar sampai yang bayi. Ada yang asyik bermain, berteriak ada juga yang sedang belajar. Melihat kedatangan Aira, berpasang-pasang mata itu tertuju pada anak perempuan cantik itu.

Mereka terpana melihat kecantikan gadis itu, seperti peri dalam buku dongeng yang sering mereka baca. Mata belo, hidung mencung, kulit seputih salju dan rambut hitam lurus sepunggung. Mereka menebak Aira pasti anak orang kaya, tapi kenapa sampai berakhir di panti asuhan. Sebagian mereka berasumsi mungkin saja orang tua Aira terjerat hutang.

"Anak-anak kenalkan ini Aira. Mulai hari ini dia akan tinggal di sini," ujar wanita kurus tadi.

Anak-anak itu bersorak, menyeringai, sebagian terbahak-bahak menyambut anggota baru yang akan merasakan kehidupan panti sama seperti mereka. Sementara itu, Aira tak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia hanya mengangguk kemudian berlalu mengikuti wanita kurus tadi menuju kamarnya.

Di dalam kamar yang sekarang Aira berdiri, terdapat tempat tidur disusun bertingkat. Aira mendapatkan tempat tidur di bagian atas. Ia tak punya pilihan lain, karena hanya tempat itu yang kosong. Di sudut kamar ada lemari pastik. Aira diminta wanita kurus tadi meletakkan bajunya di dalam sana. 

Selesai menyusun baju-bajunya ke dalam lemari, Aira keluar menuju aula tempat anak-anak tadi berkumpul. Dengan canggung Aira duduk di kursi panjang di ruangan itu. Beberapa anak kembali memperhatikan disebabkan penampilannya yang mencolok.

"Hai, aku Mia," sapa anak perempuan dengan  rambut potongan dora, ramah.

"Aku Aira." 

"Kenapa kamu sampai berakhir di sini?" tanya Mia. Ia mengambil tempat kosong di samping Aira.

"Hmm ... orang tuaku meninggal," terang Aira. Dia sengaja tidak mengatakan alasan lainnya.

"Ah, aku turut berduka cita. Semoga kau betah di sini. Percayalah, tempat ini tak senyaman di rumah sendiri." 

Aira tersenyum. Dia sudah tahu. Mana mungkin sama. Di rumah biasanya ada mama dan papa yang mengasihinya sepenuh hati. Kasih sayang yang tak dia dapatkan bahkan di rumah Paman Dion.

Mia menyentuh pundak Aira. Ia menunjuk dua orang yang baru memasuki ruangan itu. Anak perempuan bertubuh kurus yang mengenakan gaun selutut, satunya lagi anak laki-laki bertubuh gempal. Mia berkata, "Kau jangan membuat mereka tersinggung jika tak ingin dapat masalah."

"Memangnya kenapa?" tanya Aira ikut memperhatikan dua anak itu.

"Mereka anak pemilik panti ini. jika kau berurusan dengan mereka berdua, dapat kupastikan kau dalam masalah." 

Aira mendesah. Dia harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. Aira mengingat nasihat Mia barusan agar tak berurusan dengan kedua anak itu. Dirinya tak ingin dapat masalah dihari pertama menjejak panti asuhan ini.

Waktu makan malam tiba. Selesai salat Magrib semua anak berkumpul di meja makan dengan kursi panjang berjajar. Setiap anak memegang piring dan sendok.

Aira berdiri di belakang Mia menunggu antrian mengambil makanan. Suasana riuh tak terelakkan. Aira hanya memperhatikan dalam diam. Tibalah waktunya dia maju mengambil makanan. Tangannya menyendok nasi, gulai ayam serta sepotong tempe. 

Sial, karena kurang hati-hati saat berbalik Aira menabrak seorang anak laki-laki yang lebih tinggi darinya. Menyebabkan piring di tangan Aira berakhir di lantai.

"Hahaha." Anak laki-laki itu tertawa keras. "Kau akan kelaparan malam ini," ejeknya lalu meninggalkan Aira yang berjongkok hendak memungut makanannya. Perutnya sangat lapar, tadi paman hanya membelikan sebungkus roti.

"Jangan diambil!" 

Mendadak tangan Aira yang tadi memasukkan nasi ke dalam piring berhenti. Suara di belakangnya membuat dia terpaksa menoleh.

Seorang anak laki-laki berambut coklat dengan garis wajah tampan menyorotnya tanpa berkedip.

Aira menilai anak laki-laki itu pasti lebih tua beberapa tahunnya darinya.

"Makan punyaku saja," kata anak itu.

"Tapi ...."

"Sudahlah, jangan banyak berpikir." Anak laki-laki itu menarik tangan Aira, mengajaknya duduk di bangku.

"Kita makan bersama," ujar anak laki-laki itu seraya seraya tersenyum.

"Terima kasih, aku Aira."

"Aku Shin."

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Nelliya Azzahra
makasih kesayangan
goodnovel comment avatar
Nelliya Azzahra
ajak ke rumah ya mbak
goodnovel comment avatar
Eka Suryati
yang sabar ya aira sayang, kalau nggk betah di panti asuhan, sini ketempatku sayang......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status