"Kenapa, lo? Abis ketemu yayang, kok kusut gitu?"Elang menghempaskan tubuh di atas sofa yang diduduki Arya. Ia bergabung bersama saudara kembarnya yang tengah serius menatap layar laptop. Bukan sedang mengerjakan sesuatu, tapi lebih tepatnya sedang bermain game."Lo udah tau ya, kalo tadi sore gue yang nolongin Arinda dan gue gendong dia, terus akhirnya terjadilah keributan antara lo dan Arinda karena lo cemburu. Makanya sekarang muka lo kusut kayak kertas abis diremes-remes, terus dibuang ke tempat sampah. Hahaha."Arya terus saja mengoceh sambil memperhatikan Elang yang duduk setengah berbaring di sebelahnya. Game
Ini hari kedua Elang membuntuti Sarah.Kemarin Elang membuntuti Sarah dari toko bunga, tempat mereka bertemu lagi setelah tujuh tahun berpisah. Ia ingat saat itu si penjaga toko mengatakan pada Sarah bahwa bunga melati pesanannya bisa diambil di Rabu sore. Dari ingatan itu muncul ide dalam kepala Elang untuk membuntuti Sarah secara diam-diam. Ia hanya ingin tahu di mana mantan pacarnya itu tinggal sekarang. Apakah Sarah kembali tinggal di rumah orang tuanya yang dulu pernah ia kunjungi beberapa kali saat masih berpacaran ataukah tinggal di tempat lain?Dari hasil aksi memata-matai Sarah kemarin, Elang jadi tahu bahwa perempuan berjilbab itu tinggal di sebuah rumah sederhana nan asri di tengah kota bersama kedua a
Elang menggedor-gedor pintu kamar Arya sambil memanggil-manggil saudara kembarnya itu."Apaan, sih?" Wajah kesal Arya muncul dari balik pintu. Sebagian tubuhnya hanya dibalut dengan handuk. Ia baru saja selesai mandi."Ini." Elang menyodorkan ponsel. "Arinda nelpon. Sekarang waktunya lo beraksi."Raut wajah Arya berubah menjadi semringah. Segera ia terima ponsel tersebut. Semalam ia setuju untuk menyamar sebagai Elang di hadapan Arinda saja atas permintaan saudara kembarnya itu. Ia menyanggupinya karena tertarik pada Arinda. Ini pasti bakal menyenangkan, pikirnya.
Sebelum keluar dari kamar, sekali lagi Arinda memperhatikan bayangannya di cermin yang menyatu dengan lemari pakaian. Ia memeriksa kembali penampilannya. Apakah ada yang kurang dan ternyata tidak. Semuanya sudah sempurna. Mulai dari rambut, riasan wajah, pakaian, hingga alas kaki. Sekarang ia siap untuk pergi.Dengan langkah perlahan Arinda menuruni satu per satu anak tangga yang membawanya ke ruang tamu, di mana sang kekasih telah duduk menunggu. Ada rasa gugup, juga rasa malu yang menghinggapi dirinya. Gugup karena untuk pertama kali ia akan bertemu dengan keluarga besar Elang, dan malu akibat kejadian tempo hari. Kejadian cium pipi itu.Sejak saat itu untuk sementara Arinda jadi berhenti menghubungi Elang, bai
Jika saja Arinda tidak menyadari bahwa lelaki yang kemarin mengantarnya ke kampus adalah Arya, bukan Elang, maka malam ini akan menjadi malam indah baginya. Bagaimana tidak, acara makan malam ini begitu menyenangkan dan berkesan. Keluarga besar Elang menerimanya dengan sangat baik dan Elang memperlakukannya sangat manis di depan mereka. Namun sayang, semua itu seakan tak berarti saat tahu bahwa ia telah dibohongi.Kini di atas tempat tidur, Arinda berbaring sambil termenung. Dalam kepalanya berkecamuk pikiran tentang Elang dan Arya. Bertanya-tanya mengapa duo kembar itu tega menipunya. Apa tujuan mereka melakukan itu semua? Ia sungguh tak mengerti. Meski begitu ia berpura-pura tidak mengetahui. Ia bersikap biasa saja tadi, seperti tak terjadi apa-apa hingga Elang mengantarkannya pulang.
Arinda terus berlari sambil sesekali tangannya mengusap air yang gagal ia tahan agar tak keluar dari kedua matanya. Ia tak mempedulikan Arya yang memanggil-manggil sambil mengejarnya, juga tatapan heran dari orang-orang yang berlalu lalang. Kini ia hanya butuh ruang untuk menyendiri."Neng."Tak ada sahutan, hanya isak tertahan yang keluar dari mulut Arinda sementara kedua kakinya tak lelah berlari hingga membawanya ke tempat tujuan : toilet.Suara panggilan Arya tak terdengar lagi saat Arinda masuk ke ruangan yang di dalamnya terdapat beberapa bilik itu. Ia masuk ke salah satu bilik kemudian duduk di atascloset. Di sana ia menangis sepuasnya, sesunggukan. Ia tak peduli orang-orang yang ada di toilet mendengarnya.Bayan
Setelah puas menyanyi dan menari di tempat karaoke lalu dilanjutkan dengan makan mi ramen super pedas di sebuah kedai tak membuat Arinda ingin lekas pulang ke rumah. Ia masih ingin berkelana di luar sekedar untuk menghibur diri. Dan di sinilah ia dan Arya sekarang. Berdiri berdampingan di atas dermaga sambil memandangi birunya air laut dan langit sore yang berwarna jingga."Maaf ..."Suara Arya memecah keheningan di antara mereka. Mungkin inilah saat yang tepat untuk menjelaskan semuanya."Karna udah ngebohongin aku?" ucap Arinda tanpa mengalihkan pandangan dari ombak yang bergulung-gulung menyapu pasir di bibir pantai.Arya menghela nafas berat lalu menatap langit. "Iya," jawabnya pelan.
Pagi ini begitu hangat dan cerah berbanding terbalik dengan hati Arinda. Hatinya masih terasa sakit dan hampa tapi ia bertekad akan bersikap ceria seperti biasa. Ya, ia harus melupakan semua kepahitan serta kepedihan akibat putus cinta dan segeramoveon. Hidupnya tak akan berhenti begitu saja hanya karena putus cinta. Masih banyak hal yang lebih penting yang harus dipikirkan ketimbang terus menerus larut dalam kesedihan akibat berpisah dari lelaki itu. Salah satunya skripsi.Patah hati tak membuat Arinda melupakan skripsi yang sedang ia susun. Jangan hanya karena putus cinta tugas akhir kuliahnya itu jadi terbengkalai. Tidak, Arinda tidak ingin seperti itu. Putus cinta memang menyakitkan dan menyedihkan apalagi ini merupakan pengalaman pertama baginya namun meski begitu kehidupannya harus terus berjalan normal. Dan pagi ini ia sudah berjanji dengan dosen pemb