Time flies so fast!
Sudah Selasa lagi, Hari Sampah lagi. Oke, dimulai dari lantai paling atas dulu, hehe. Walaupun bisa dikatakan sangat sangat sangaaat jarang menginjakkan kaki di lantai tiga plus balkonnya, aku ingin membersihkan rumah secara total hari ini. Yeaaahhh, aku kan, ibu rumah tangga yang baik? Rapi, bersih dan wangi. Hehe. Siapa dulu dong, papanya? Palung Segara Asmara gitu, looohhh!
Tap, tap, tap!
Perlahan-lahan namun pasti, aku menaiki tangga. Langsung menuju lantai tiga tanpa ada niat sedikit pun untuk berhenti di lantai dua. Untuk apa? Mengintip Kenzy yang masih terlelap di alam mimpi? Oh, wait a moment, please! Kenzy di
Dalam suasana hati yang timbul tenggelam, aku melangkah keluar dari ruang konsultasi. Om Dirga mengikuti di belakang. Jangan tanyakan lagi, bagaimana terserpihnya perasaanku saat ini. Oh, ampas kopi pun masih lebih bagus dan bermanfaat. Eh, sorry, mungkin aku ngelantur. Tapi sejujur-jujurnya kukatakan, nggak bisa menggambarkan segenap perasaan ini dengan kata-kata. Well, terlalu abstrak."Anyelir!" tenang, Om Dirga memanggilku. Panggilan yang dalam sekejap mata menghentikan langkah sekaligus menolehkan leherku ke samping.Tap, tap, tap!Om Dirga mempercepat langkah, mendekatiku. Sekarang, kami berdiri berhadapan, saling menatap dan
Dug!Begitulah bunyi detak jantungku ketika tiba-tiba Zio menghentikan mobilnya di tepi sebuah danau kecil. Eh! Dimana ini? Zio membawaku kemana? Katanya, katanya mau mengantarkan aku ke rumah sakit? Katanya lagi, Kenzy sudah sadar dan ingin bertemu denganku sekarang. Oooh, ooohhh, my God! Apakah Zio yang selama ini aku kenal hanyalah sebuah topeng juga, sama seperti Elize. Sandiwara. Sebundel cerita fiksi yang dengan kata lain, aku sudah tertipu besar-besaran. Haha. Haha. Pasti karena aku bodoh, kan? Lemah dan kadang-kadang terlalu mudah percaya. Tersihir oleh fatamorgana."Anyelir, let's go down, with me!" kata Zio tanpa perasaan rikuh ataupun bersalah sedikit pun, "I will show you a beautiful thing to night …?"
Jelas dong, aku merasa sangat bersalah, walaupun nggak ada seorang pun yang menyalahkanku. Papa Snoek pun nggak. Berterima kasih malah, karena sudah berhasil membuat Kenzy membangun tekad dalam dirinya untuk berhenti mengkonsumsi obat-obatan terlarang di seluruh penjuru dunia itu. Berhasil membuat Kenzy memusnahkan semua minuman kerasnya, tanpa sisa. Bahkan botol bekasnya pun nggak ada yang tertinggal.Apakah yang membuatku merasa bersalah?Kalau boleh jujur, pertengkaran kami dua malam yang lalu. Malam Selasa, sebelum kami masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat. Well, sebenarnya aku belum pernah bertengkar dengan siapapun sebelumnya. Jangankan bertengkar, berbantah-bantahan saja rasanya nggak bisa. Nggak suka dan nyaris
Dua puluh empat jam!Itu waktu yang kumiliki untuk menyiapkan kamar Papa Snoek dan sekarang aku terbelalak dalam arti yang sesungguhnya. Ini sudah jam sembilan lebih sepuluh menit. Artinya, harus segera berlari ke halte bus. Well, kalau nggak mau tertinggal bus yang berangkat jam sembilan lebih dua puluh menit. Nah, pulang sekolah nanti, harus segera pulang ke rumah tanpa acara 'sekalian mampir' dimana pun dan dalam bentuk apapun. Warning! No window shopping, allright?Sampai di rumah, langsung membersihkan kamar tamu di lantai tiga dan segala keperluan Papa Snoek. Eh! Memangnya apa saja yang diperlukan Papa Snoek selama di sini? Kenapa bisa lupa menanyakan pada Om Dirga tadi? O'ooo, nggak ada waktu lagi sekarang. Kecuali aku
Betapa rindu!Betapa cinta!Betapa kasih sayang!Betapa hati yang tak pandai berdusta!Betapa jiwa yang yak pandai mengingkari!Betapa, betapa dan betapa itulah yang membuatku gemetar, menggigil. Ternyata Galih nggak hilang, masih ada dan sekarang suratnya sedang aku dekap dengan sepenuh perasaan. Jiwa dan raga. Ternyata, mereka nggak mendepakku dari Life Circle. Tapi, enggg, tapi … Sebentar, aku belum membaca suratnya. Mataku terlalu lamur tadi, oleh genangan air mata. Oooh, ooohhh, my God. 'Galih, my
"Ha halooo, bi bisa saya bicara dengan Arunika?" aku menyahut dengan gugup, segugup-gugupnya karena meyakini dalam hati kalau yang menerima teleponku tadi Galih, my Love, "Ha halooo?"Nggak ada sahutan sama sekali, hanya suara kreeeseeek-kreeeseeek lembut yang terdengar, tanda kalau telepon kami masih tersambung. Situasi beku inilah yang justru memperkuat keyakinanku, kalau benar, itu Galih. Damar Galih, my Love. Oooh, ooohhh, my God! Rasanya, rasanya jantungku terlepas dari tempatnya dan sekarang sedang menggelinding-gelinding sampai ke perut. Apakah enggg apakah ummm bagaimana bisa, Galih di rumah Arunika malam-malam begini? Berarti, sudah dua kali ini yang aku tahu, Galih ada di rumah Arunika.Auuuhhh, apa yang sebenarnya t
Fiyuuuhhh, akhirnya Kenzy tidur juga!Sekarang aku bisa mencurahkan segala perasaan pada Angel, diary kesayangan yang lucu, imut-imut dan menggemaskan. Satu lagi, setia seratus persen. Hihi. Baik hati---jangan tertawa membaca ya, membaca pujianku untuk Angel yang Ini?---sabar menerima segala sikap, perkataan dan luapan emosiku. Satu lagi, paling bisa dipercaya dan mempercayaiku. Sungguh, semua itu ada pada Angel, my best diary. My best friend.Keep spirit!Perlahan-lahan, sambil terus memperhatikan Kenzy, aku mengambil Angel dari dalam tas. Mengambil pulpen dan mulai curhat. Oooh, belum-belum air mataku sudah tumpah. Menangisi Galih, me
Dengan raut wajah bersaput kesedihan yang begitu besar, Papa Snoek masuk ke ruang perawatan. Om Dirga dan Tante Bethanny mengikuti di belakangnya dengan raut wajah yang tak kalah sendu. Mata Tante Bethanny bahkan terlihat berkaca-kaca dan mengembun, nyaris tumpah air beningnya, ketika sampai di sisi tempat tidur Kenzy. Aku? Sebenarnya, aku nggak tahu, apa yang saat ini kurasakan.Apakah sedih karena Kenzy sakit atau Galih yang telah membawa pergi seluruh cintaku padanya? Apakah remuknya hati ini murni karena kepergian Galih atau karena Kenzy yang masih harus dirawat di sini sampai beberapa hari ke depan? Ah, atau karena ada Papa Snoek yang bisa saja langsung memfungsikan diri sebagai guru yang menungguku mengumpulkan PR?I don