Share

ISI SALDO REKENING MAS DIRGA

(“Ngelus dada, ya, Mas … abis baca curhatan teman saya?”)

Aneh. Padahal Samudra tidak kenal dengan temannya Nami. Namun entah mengapa ketika membaca cerita tentang seorang gadis yang mengejar cinta teman Nami tersebut, padahal si gadis sudah punya pacar-mau tak mau membuat Samudra tersentil dengan setiap jawaban yang diberikan Nami.

(“Saya tertampar, Nona. Saya sangat jarang memiliki waktu untuk pacar saya. Sekarang saya mendadak kepikiran dengan pacar saya yang tidak ada merespon semua pesan saya. Saya percaya dia sebelum ini, tapi saya lupa jika pacar saya mungkin memiliki batas kesabaran.”)

Samudra yang biasanya bercerita tentang pacarnya kepada teman-teman satu grupnya. Sekarang meloloskan pemikirannya pada Nami begitu saja. Kadang kegundahan yang dialami manusia, membuatnya mudah percaya pada orang lain.

Sementara Nami yang mengetahui apabila cinta pada pendengaran pertamanya sudah memiliki pacar, hanya bisa tersenyum miris. Untung masih sekadar naksir. Belum yang baper sampai ke palung jiwa.

(“Di ponselnya mas juga nggak ada sama sekali pacar mas menghubungi. Apa bisa saya bantu melakukan sesuatu? Mungkin dengan mengirimkan hadiah kecil ke alamat rumahnya? Saya sekalian ngasih tau tentang ponsel kita yang nggak sengaja tertukar.”)

Nami mengantisipasi duluan agar tidak ada kesalahpahaman ke depannya. Tapi memang aneh. Kalau pacar, bukannya seharusnya pasti ada menghubungi?

(“Mungkin dia sibuk.”)

Samudra sangat positive thinking. Meski kecurigaan juga bercokol di kepalanya. Curiga jika sang kekasih sibuk dengan pria lain yang selalu ada untuknya dibanding dirinya yang super sibuk dan hanya bisa menemui sesekali.

(“Maaf, Mas. Sesibuk-sibuknya orang, kalau prioritas, sih … pasti dihubungi walau cuma minimal semenit. Emang sesibuk apa sampai pasangan sendiri diabaikan?”)

Lagi, dalam satu waktu … Nami menghantamnya dengan kata-kata telak.

Samudra jadi kepikiran jika sang kekasih sudah terbiasa tanpa kabar darinya.

(“Jadi saya salah, karena lebih mementingkan karir daripada pacar saya, Nona? Padahal saya tidak bermaksud mengurutkan siapa yang nomor satu. Akan tetapi, karir saya lebih penting dari nyawa saya.”)

Nami merinding membaca pengakuan seorang Mas Dirga. Namun Nami tidak menganggap salah apa yang diungkapkan oleh pria itu. Di dunia ini, tidak semua orang mementingkan kekasih memang. Menurut Nami itu wajar-wajar saja. Apalagi bila pembandingnya adalah karir.

Karir adalah sesuatu yang memang paling sulit dimiliki di era modern. Tak semua orang mencicipi apa yang namanya kesuksesan dalam berkarir. Namun sayangnya, kesuksesan antara karir dan asmara … rata-rata tidak menemukan keseimbangan. Banyak yang hanya beruntung salah satunya. Bahkan ada yang sial di dua urusan tersebut.

(“Nggak salah, Mas. Apalagi kalau mas meniti karirnya nggak gampang. Saya paham banget, sulitnya perjuangan untuk sampai ke titik yang kita harapkan. Jadi nggak bisa nyalahin mas juga kalau kehadiran pacar nggak bikin mas menomorduakan karir.”)

Samudra sontak menepukkan telapak tangannya sebanyak satu kali dengan terlampau kencang setelah membaca pendapat Nami. Ketika banyak wanita di luar sana yang ramai menyalahkan para pria yang terlalu berdedikasi dengan karir, sehingga pasangannya mencak-mencak merasa diabaikan. Maka Nami memiliki pemikiran dari sudut pandang yang berbeda.

(“Saya senang sekali setelah ada yang memahami jalan pikiran saya. Sumpah, bukan maksud saya mengabaikan pacar. Namun pekerjaan saya sekarang membuat saya terpaksa menutupi hubungan dari khalayak.”)

Nami kembali menebak tentang apa pekerjaan pria yang awalnya ia kira seorang selebgram atau influencer. Jika seseorang begitu mengkhawatirkan karirnya, sepertinya bukan influencer ataupun selebgram. Setahu Nami, orang dengan dua profesi itu, tidak begitu risau mempublikasikan pasangannya. Apakah seorang Dirga begitu banyak pemujanya sampai tidak bersedia mempublikasi hubungan?

(“Intinya kalau memang mas serius sama pacar mas. Jangan diabaikan seharian aja, Mas. Semenit pun perempuan udah happy dikabarin.”)

Apalagi Nami yang malah sangat bahagia jika memiliki pasangan yang menceritakan tentang kesehariannya. Nami merasa benar-benar seperti orang penting di hidup si pacar.

Sayang, pacarnya tidak ada.

(“Hmm, sepertinya memang saya yang salah. Pacar saya orang yang nggak mempermasalahkan kesibukan saya juga sebenarnya, tapi saya malah menganggapnya enteng.”)

(“Maaf, Nona. Tidak seharusnya nona menyimak hal begini. Nona boleh lanjutkan pekerjaannya.”)

Nami tidak masalah bila si Mas Dirga ingin sharing dengannya. Justru Nami merasa tidak kesepian. Gara-gara ponselnya tertukar, otomatis satu-satunya orang yang berhubungan dengannya hanyalah Samudra seorang. Untung nyambung-nyambung saja saat dirinya dan Mas Dirga mengobrol.

(“Nggak masalah, Mas. Kerjaannya sudah finish. Semoga nggak ada senior yang tiba-tiba naroh kerjaannya di meja saya.”)

Apakah ini saatnya Samudra harus menyinggung masalah lingkungan kerja Nami?

(“Jangan sampai ketahuan kalau kerjaan nona sudah selesai. Nona pura-pura ngetik apa gitu. Hehe.”)

Nami di meja kerjanya tertawa seraya membekap mulut. Bisa melucu sekaligus berbicara informal juga Mas Dirga ternyata.

Kira-kira usia Mas Dirga berapa, sih? Nami jadi bertanya-tanya lagi. Ingin langsung menanyakannya pada Mas Dirga, takut jatuhnya kurang sopan.

Nami jadi curiga kalau sebenarnya Mas Dirga ini bapak-bapak bujang lapuk. Makanya bahasanya kaku sekali saat bertukar pesan.

Ah, Nami teringat jika ia tinggal log in ke akun sosial medianya Mas Dirga saja untuk mengetahui bagaimana rupa dan mungkin bisa menemukan profesi serta kesehariannya.

Nami hampir menekan salah satu icon aplikasi sosial media dari layar ponsel Mas Dirga, ketika bertepatan dengan masuknya pesan dari seseorang bernama Kak Benua.

(“Sam, uangnya belum masuk ke rekeningku.”)

Sam?

Meski Nami bingung dengan sapaan Mas Dirga yang lain. Nami mengirimkan screenshot pesan dari orang bernama Kak Benua tersebut ke nomornya.

(“Astaga, saya hampir lupa! Nona Nami, saya minta tolong untuk masuk ke m-banking saya dan kirimkan uang sejumlah tiga ratus juta kepada rekening yang bernama Benua Armada Putra.”)

Nami buffering beberapa detik. Tidak salah, kah, pria asing ini meminta tolong padanya mentransfer uang dengan m-bankingnya yang sendiri?

Siapapun tahu jika m-banking itu tidak bisa diakses oleh orang lain, karena bisa disalahgunakan.

(“Oh, iya. Pin m-banking saya, tiga belas nol enam tiga belas.”)

BUSYET!

Bola mata Nami membesar memelototi pesan terakhir Mas Dirga yang dengan entengnya memberikan pin m-bankingnya!

(“Mas, serius ini saya dipercaya untuk mengakses m-bankingnya? Saya tremor ini, Mas!”)

Nami tidak berlebihan mengatakan demikian. Nami memang gemetar.

(“Haha. Tidak masalah, Nona. I trust you. Thank u sebelumnya. Kak Benua itu kakak saya. Uang tadi untuk pengobatan ayah kami.”)

Astaga!

Nami harus mengesampingkan rasa shocknya. Ia harus cepat mengirimkan uang tersebut kepada kakaknya Mas Dirga.

Nami pun menarik napas dan menghembuskannya sebanyak dua kali untuk menenangkan diri. Ia lemaskan jari-jarinya sampai akhirnya ia berhasil memasukkan enam digit pin ke akun m-banking Mas Dirga.

Beranda depan akun m-banking pun terbuka dan dengan jelas terpampang jumlah saldo seorang Mas Dirga yang membuat Nami sontak lebih melotot dari sebelumnya.

WHAT?!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status