Share

Kepergian Tari (6)

Author: Mutiara Sukma
last update Huling Na-update: 2024-12-12 17:01:42

"Mas, aku ke rumah Ibu. Ibu sakit." tanpa salam Tari langsung mengutarakan maksudnya.

"Oh, ya sudah. Hati-hati, ya." 

"Iya."

Sambungan langsung terputus. Aku mengernyit heran. Tumben dia ga minta u4ng. Biasanya pasti minta jatah jajan anak-anak atau untuk belanja selama tinggal di rumah Ibunya.

"Kenapa?" Rani menatapku lekat.

"Gapapa, istriku pamit mau ke rumah Ibunya. Biasa mertua lagi sakit."

"Oh ..." sahutnya sembari mengangguk-anggukkan kepala.

"Eh, istriku kamu yang buka toko kue itu bukan sih, Ar?"

"Toko kue? toko kue apaan? istriku jangankan bikin kue, menyapu rumah aja dia ga sempat." aku terkekeh.

"Hah? serius? tapi, toko kue Lestari Jingga itu punyamu kan?" aku makin melebarkan tawa.

Bagaimana mungkin mau punya toko kue. Walau nama toko itu hampir mirip dengan nama Tari, tapi mustahil. Mana mungkin.

"Tari itu kalau dirumah kerjaannya main hp. Setiap pulang kerja hal yang bikin kita selalu cekcok itu ga jauh-jauh karena urusan rumah yang ga keurus. Hah, aku udah capek, Ran. Anak-anak kotor, dekil. Kadang malah aku yang membantu pekerjaan istriku itu." Tari menyimak, wajahnya terlihat penuh empati. 

"Makanya, Mama suka kasian. Katanya lebih baik cari istri yang bisa mengurus rumah. Kasian akunya."

Rani menyesap jus didepannya perlahan.

"Kenapa kalian ga mencari pembantu aja sih? anak kamu tiga kan?"

"Tari nya ga mau. Katanya, hanya mengurangi pahala dia sebagai seorang istri." Rani menggeleng-gelengkan kepala. Terpaksa aku memberikan alasan seperti itu, kalau aku bilang yang sebenarnya, pasti Rani pun akan ilfeel padaku.

"Bagus sih alasannya. Tapi, ga logis. Secara dia aja keteteran. Dicarikan pembantu malah nolak. Aneh istri kamu itu!"

"Iya begitu lah. Aku terpaksa sabar, tapi sampai kapan? kamu lihatkan, aku sendiri udah seharian di kantor. Kalau harus bekerja lagi dirumah, capeknya dobel."

Rani meraih tanganku. Matanya juga menatap dalam mataku. Tak kusangka gadis ini begitu percaya dengan cerita yang kukarang dadakan itu. Namanya juga lagi nyari simpati kan?

"Kamu sabar, ya. Aku janji akan menjadi istri yang sempurna untuk kamu nanti."

Yees!!

***

Hari demi hari kedekatan ku dengan Rani makin intens. Setiap hari Rani mengajak ketemuan selepas jam kantor. Dihari libur dia selalu datang ke rumah Mama. Membawa kue yang katanya dibeli dari toko Lestari Jingga itu. Penasaran sih. Tapi masih belum ada waktu untuk kesana. Tari sendiri sibuk mengurus Ibunya. Tak masalah justru itu menguntungkanku.

Sudah hampir dua Minggu tari dan anak-anak menginap dirumah Ibunya. Sangat jarang perempuan itu menghubungiku. Jika, tidak aku yang menelepon maka dia tak akan ingat padaku. Keterlaluan.

"Dek, Ibu belum sembuh?" sore ini entah kenapa ada perasaan rindu pada Tari dan anak-anak.

"Belum." seperti biasa jawabnya singkat.

"Kan ada Mas Fatan? Kamu kan masih punya tanggung jawab mengurus suami?" bantahku.

"Iya, aku tahu. Tapi, saat ini ibu benar-benar tak bisa ditinggal." jawabnya biasa. Aku menghela nafas panjang. 

"Anak-anak sehat?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Sehat." 

"Aku pulang kerja ke rumah Ibu, ya?" aku sengaja memancing tanggapan Tari.

"Jangan ... Ga usah. Kamu langsung pulang ke rumah aja. Ibu kalau habis Maghrib udah harus istirahat. Aku takut Ibu terganggu."

"Kamu ga kangen sama aku, Dek?" 

"Mas, udah ya. Abrar bangun." sambungan terputus. Si4l. Tari kenapa berubah begitu sekarang. Apa dia benar-benar sudah bisa hidup tanpa suami? buktinya kemarin aku gajian, dia bahkan ga meminta uang padaku. Bagus sih, tapi aneh aja.

Malam ini baru ada rasa sepi. Tak ada Tari dan anak-anak sepi juga ternyata. Dari pada bengong. Aku menghubungi Rani. Hampir sejam aku ngobrol. padahal, tadi sore kami juga sudah bertemu. Tapi tetap candu. Malam ini aku berharap bisa tidur dan memimpikan punya istri sesempurna Rani. Semoga.

Keesokan harinya.

"Mama seneng liat hubungan kalian makin dekat. Sebentar lagi mama bakal punya mantu baru." seru Mama begitu melihatku datang. Aku membuka helm dan menaruh di atas motor.

"Mama, Arsen baru datang udah ngomongin Rani aja." sungutku pura-pura jengkel padahal seneng.

"Mama ga sabar." Mama berjalan di depanku langsung menuju meja makan. Mama tau aku belum sarapan.

"Tari mana mengijinkan, Ma. Arsen takut nanti malah mengecewakan Rani. Tapi, sejujurnya Arsen masih cinta sama dia." aku menyendok makanan ke dalam piring.

"Halah, ga usah mikirin Tari. Dia kan anak orang susah. Mana mungkin mau berpisah. Paling dia yang akan mengemis-ngemis biar kamu ga menceraikan dia."

"Iya juga sih, Ma. Bulan depan ada pemilihan manager baru. Arsen pasti menang. Dan kalau benar menang, Arsen akan segera melamar Rani."

"Terus kalau kalah?" aku menatap Mama.

"Kalau kalah tetap nikah lagi juga. Mau gimana lagi, Arsen sudah nyaman sama Rani."

Mama tertawa kencang. "Dasar kamu ih!" 

Sesampainya di kantor. Remon menepuk pundakku kencang.

"Seneng banget romannya Bro?" aku tertawa kecil.

"Biasa aja, Bro."

"Eh, istri lu hebat juga, ya?"

"Hebat apaan?" aku mengernyitkan kening.

 Remon memang teman yang paling dekat denganku juga Tari. Dia sering kerumah apalagi saat kelahiran anak-anakku, dia selalu yang pertama datang membawakan kado.

"Tulisannya viral. Buku-bukunya pasti laris manis."

"Tulisan? Buku? apaan sih lu! Tari ga nulis. Dia sibuk ngurus anak!" aku tertawa kencang. Mana mungkin Tari sehebat itu. Mana punya waktu dia

"Lah, masih merendah. Istri gw ngefans tuh sama. istri lu. Kapan lu open house? gw mau ajak Istri gw ketemu istri lu!" 

"Jangan becanda, Mon!" sentakku. Tapi, Remon hanya menggelengkan kepala lalu tertawa terbahak-bahak

"Masa lu ga percaya sama gw. Pernah ga gw bohong?" 

Aku terdiam. Kemarin Rani yang bilang Tari punya toko kue. sekarang malah Remon. Apakah keduanya sengaja nge-prank aku

?

Lagian, mustahil, mustahil Wei, Tari sehebat itu. Dia kalah jauh sama Rani. Istri yang hanya bisa mengeluh.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nadiara Fashion
Menarik juga nih ceritanya, lain daripada yg lain
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 98

    Sudah hampir tiga minggu sejak Gian melamar Aleeya. Cincin sederhana dengan mata kecil berbentuk daun masih terpasang manis di jari manis Aleeya. Tapi meski hati mereka sudah yakin satu sama lain, jalan menuju pelaminan ternyata tidak semudah harapan.“Aku pengen nikah sederhana aja,” ucap Aleeya suatu malam, sambil rebahan di sofa bersama Gian. “Yang penting sah, ada keluarga, udah cukup.”Gian tersenyum. “Tapi kamu juga berhak bahagia, Lee. Kalau bisa kita rayain bareng-bareng, kenapa nggak?”Aleeya mendesah. “Aku takut ribetnya, Gian. Takut… malah jadi momen penuh tekanan.”Gian menggenggam tangan Aleeya erat. “Kalau kamu capek, aku yang hadapin semua. Tapi aku mau hari itu jadi hari paling bahagia buat kamu. Hari yang bisa kamu kenang, sampai tua nanti.”Aleeya menatap mata Gian lama-lama, lalu tersenyum.“Aku tuh beruntung banget nemuin kamu, tahu nggak?”“Tahu dong. Tapi kamu juga beruntung. Soalnya aku tampan, sabar, dan—”Aleeya melempar bantal ke wajah Gian sambil tertawa. Su

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 97

    Hari ke-14 dalam program. Alisa sudah mulai terbiasa dengan rasa sakit kecil di sekitar perutnya. Tapi yang tak terbiasa adalah… rasa takut. Takut gagal. Takut berharap.Pagi itu, ia duduk termenung di ruang keluarga. Hanan sedang memanaskan air, sementara televisi menyiarkan berita ringan.“Sayang,” Hanan datang membawa dua gelas jahe hangat. “Kamu masih pucat. Gimana kalau kita istirahat dulu dari suntikan?”Alisa menggeleng. “Aku takut kalau berhenti, nanti… gagal lagi.”Hanan memegang wajah istrinya dengan lembut. “Kamu nggak gagal, Sa. Kamu kuat. Bahkan saat kamu nangis diam-diam malam-malam... kamu tetap perempuan paling kuat yang aku tahu.”Alisa tak kuasa menahan tangisnya.Hanan mendekapnya erat.“Aku ingin kamu hidup. Bahagia. Bukan cuma ngotot punya anak dan ngelupain dirimu sendiri.”Alisa mengangguk dalam tangis. Hari itu mereka memutuskan break dua minggu dari terapi. Hanya untuk berlibur. Menikmati waktu berdua, tanpa target.**ALEEYA & GIANDi sisi lain kota, Aleeya d

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 96

    Siap! Kita lanjutkan kisah Aleeya & Gian serta Alisa & Hanan secara paralel, dengan alur yang mengalir, drama rumah tangga yang menyentuh, emosional, dan pastinya lebih panjang. Di bab ini, dua saudara perempuan itu menjalani fase hidup berbeda—yang satu mencoba memperbaiki hati, yang lain berjuang menanti hadirnya buah hati.**Malam semakin larut di studio Gian. Aleeya masih duduk di sofa kecil sambil menggenggam cangkir teh hangat, matanya sembab karena terlalu lama menahan tangis dan malu.“Kamu tahu,” ujar Gian pelan, “aku bahkan sempat mikir kamu benci aku.”Aleeya menunduk. “Aku nggak benci kamu. Aku benci diriku sendiri... karena nggak percaya sama kamu.”Gian tersenyum kecil. Ia melangkah ke arah lukisan di sudut ruangan—lukisan wajah Aleeya yang belum selesai.“Aku terus lanjutin ini, meski kita udah nggak bicara. Karena aku tahu... cinta itu bukan soal status. Tapi keberanian buat bertahan.”Aleeya memandang lukisan itu. Sebagian warna sudah memudar, seperti kisah mereka ya

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 95

    “Ngidam?”Alisa diam saja sambil terus menatap layar ponsel.Hanan mengangkat alis, meletakkan gelas susu hangat di meja kecil dekat tempat tidur. “Lis, kamu denger nggak? Kamu ngidam ya?”“Hmm…” Alisa bergumam tanpa menoleh. “Aku lagi nonton video ibu-ibu melahirkan.”Hanan refleks mengerutkan dahi. “Kok kamu… ya Allah, kenapa sih nonton kayak gitu sekarang? Bukannya malah makin parno?”Alisa meletakkan ponsel. Wajahnya datar tapi matanya berkaca. “Han, itu perjuangan. Aku ngerasa terharu aja. Mereka semua nangis… suaminya cium kening… anaknya digendong. Aku juga pengen kayak gitu.”Hanan duduk di samping istrinya, mengusap rambut Alisa perlahan. “Dan kamu bakal ngalamin itu juga. Tapi pelan-pelan ya, jangan semua ditonton sekarang. Nanti kamu keburu takut duluan.”Alisa mengangguk pelan. Tapi ia tetap diam. Hanan tahu, diamnya Alisa bukan karena tenang. Tapi karena ada begitu banyak hal yang sedang dipikirkan istrinya.**Beberapa hari kemudian…Mual mulai datang di pagi hari. Kadan

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 94

    "Udah telat seminggu," ucap Alisa pelan sambil duduk di tepi tempat tidur, memandangi test pack kosong yang belum ia buka.Hanan keluar dari kamar mandi, rambutnya basah, handuk melilit di leher. Ia menatap istrinya yang tampak cemas, lalu duduk di sampingnya."Tes aja, Sayang."Alisa menggeleng. "Takut.""Takut kenapa?""Takut kecewa. Kayak bulan lalu."Hanan menghela napas dan menggenggam tangan istrinya. “Kita udah sepakat jalanin ini bareng, kan? Kalau hasilnya negatif, kita coba lagi. Kalau positif… kita sujud syukur sama-sama.”Alisa akhirnya mengangguk.Tangannya gemetar saat membuka bungkus test pack, lalu masuk ke kamar mandi. Lima menit yang terasa seperti seabad.Begitu ia keluar lagi, wajahnya datar. Tak bersuara. Ia menyerahkan alat itu ke Hanan.Hanan melihat—garis satu.Lagi-lagi.Alisa langsung duduk dan menutup wajah dengan kedua tangan. “Aku capek…”Hanan menariknya dalam pelukan. Tak banyak kata, hanya keheningan yang penuh empati. Pelukannya erat, seakan ingin meng

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 3 bab 93

    Hujan turun perlahan di malam itu. Udara kosan Aleeya berembus dingin, membuat aroma tanah basah menyusup masuk lewat jendela yang sedikit terbuka.Aleeya belum beranjak dari tempat tidurnya sejak sore. Kalung liontin pena pemberian Gian masih tergenggam erat. Matanya bengkak, tubuhnya lemas, dan pikirannya kacau.“Aku benci ini,” gumamnya pelan.Benci karena rindu. Benci karena harapannya tak bisa ia matikan begitu saja, meski ia mencoba keras menutup semua celah untuk lelaki itu.Tiba-tiba suara pintu diketuk. Pelan, tapi cukup jelas."Aleeya, aku di luar. Buka pintunya, ya…"Suara Alisa.Aleeya malas menjawab. Tapi Alisa sudah memutar gagang pintu dan masuk dengan wajah cemas.“Kamu ngapain diem aja di kamar? Kamu belum makan apa-apa dari siang, Leeya.”Aleeya menutup wajah dengan bantal. “Aku nggak pengen ngomong sama siapa-siapa.”Alisa duduk di pinggir tempat tidur. Tangannya menyentuh bahu kakaknya dengan lembut."Aku tahu kamu lagi mikirin Gian. Dan aku… aku minta maaf."Aleey

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status