Share

Pengantin Raja Direwolf
Pengantin Raja Direwolf
Author: cyllachan

1. Upeti Kaisar

Author: cyllachan
last update Last Updated: 2021-10-01 18:59:27

"Dia?!" tunjuk Grand Duke Everon. Mata para bangsawan lain tertuju pada wanita itu. "Dia yang akan menikah dengan Yang Mulia Raja?!" tanya Grand Duke Everon sekali lagi.

"Benar Yang Mulia Grand Duke," jawab Marquess Riven. Ia tak berani menatap Grand Duke Everon barang sedetik saja. Atau bangsawan manapun di ruangan itu.

Marquess Riven tertunduk dengan memegangi topi beludrunya. Wajah pria paruh baya itu memerah seperti mau menangis.

"Yang Mulia! Ini namanya penghinaan!" sahut bangsawan yang lain.

"Ya! Itu benar!" gemuruh gerutuan para bangsawan bersahut.

Pria yang duduk di kursi tahta menatapnya. Mungkin di seluruh ruang tahta, dia yang paling kaget. Mulutnya menganga seperti ikan kod. Entah sudah berapa lama. Mata emasnya memandang nanar. Belum lagi, dia adalah orang yang harus melakukan ikatan sakral dengan wanita ini.

Dari bawah ke atas, dari atas ke bawah. Hatinya mencelos. Dari panggung berundak dengan kursi tahta yang ia duduki sebagai puncaknya, dia bisa melihat itu semua. Melihat keseluruhan wanita itu menunduk menatap lantai marmer kuning keemasan yang mengilap.

Pria itu menelan ludah, perlahan tubuhnya bangkit. Para bangsawan di sana berbisik. Kakinya melangkah turun menuruni anak tangga marmer dengan bersahaja.

Perawakannya tinggi. Tubuhnya kekar proporsional. Dibalut jubah kerajaan yang resmi nan mewah berwarna biru tua, nyaris hitam. Sulaman emas menghias bagian bawah jubah itu. Rahang menawan dengan bibir merah muda alami. Ada jambang halus yang tertabur di pipinya. Mata pria itu berwarna emas, menyelidik seperti elang, mengilap seperti manik-manik. Hidungnya tinggi, halus dan tajam.

Tak lupa sebuah mahkota emas bertengger di kepalanya. Masih menampakkan sepasang telinga anjing kecil. Mengintip dari balik rambut hitam legam yang menutupi sebagian dahi.

Dialah Raja Ditrian von Canideus.

Kini, ia sudah berdiri jarak setengah meter dari bahan makian para bangsawan hari itu.

Seisi ruangan hening memperhatikan laku raja mereka.

"Berdirilah," ucap Raja Ditrian.

Perlahan dengan ragu dan penuh ketakutan, wanita itu berdiri. Ia belum berani menatap Raja Ditrian.

Seketika pria itu mengernyit muak. Jijik. Dari jarak sedekat ini, ia bisa melihat dengan jelas wanita itu.

Kumal mengenakan baju terusan untuk tahanan. Bentuk giginya yang tak beraturan, berbalap dengan bibirnya yang tebal sekali. Bahkan hampir sulit untuk menutup mulutnya dengan rapat dan normal. Giginya sudah menjorok keluar seperti tidak bisa dikendalikan lagi. Hidungnya besar dengan beberapa kutil menempel di sana. Bentuk matanya aneh, terlalu berjauhan. Betul-betul tidak normal. Dia seperti gabungan antara kuda dengan ... entahlah. Katak mungkin.

Rambut wanita itu berwarna pirang keemasan, kusut serabutan dan kotor oleh tanah dan debu-debu. Baru kali ini ia melihat wajah wanita yang hampir mirip kuda. Mungkin ibunya saja yang bisa mencintai wajah itu.

"Yang Mulia, tolong pikirkan baik-baik. Kami tidak bisa memiliki ratu seorang manusia!" protes Grand Duke Everon lagi.

"Tetapi Yang Mulia Grand Duke ... ini adalah titah Baginda Kaisar Julius," suara Marquess Riven lirih berusaha menyanggah. Masih bisa terdengar oleh Raja Ditrian.

"Anda juga, Tuan Marquess! Kenapa Anda tidak protes pada Baginda Kaisar?!" balas Grand Duke Everon. Nada bicaranya meninggi. "Kalau sudah begini kita harus bagaimana?!"

"Cukup," ucap Raja Ditrian setengah berteriak.

Pria-pria itu membungkam mulut mereka seketika. Mata emas Raja Ditrian belum beralih dari wanita buruk rupa di hadapannya. Dia seperti berusaha keras, namun mulutnya cuma bisa bergetar pilu.

"Aku ... akan menikahi wanita ini-," ucapnya dengan lirih ... terdengar sangat terpaksa.

"Yang Mulia!" pekik Grand Duke Everon. "Kami mohon Yang Mulia!"

Kelancangan Grand Duke Everon membuat sang raja menggedik dan mengangkat tangan kanannya. Tepat sebelum bangsawan lain membuka mulut mereka.

"Aku akan menikahi wanita ini ... bukan sebagai ratu. Tetapi seorang selir."

Sesaat berikutnya timbul bisikan-bisikan lainnya. Mungkin mengutuk perempuan itu.

xxx

Dua hari berikutnya, pernikahan mereka pun tiba. Seperti yang diramalkan oleh Raja Ditrian, tak banyak bangsawan yang datang. Tapi di antara tamu-tamu itu, Grand Duke Everon hadir. Wajahnya masam dan terlihat kesal.

"Dengan ini, aku nyatakan kalian sebagai suami dan istri," tutup Pontifex. "Yang Mulia, Anda boleh mencium mempelai Anda."

Ditrian berdiri di altar dengan pakaian dan jubah biru tua yang rapi serta mewah. Sementara Putri Sheira mengenakan gaun putih anggun dengan renda emas yang telah disiapkan oleh dayang istana.

Perlahan tangan Ditrian mengangkat tudung putih transparan yang menutupi wajah istri barunya. Masih buruk rupa. Mata wanita itu sama sekali tak menatap. Wajahnya datar dan terlihat enggan dengan ini semua. Begitu juga Ditrian. Tapi ia harus mencium wanita itu agar semua ritual ini bisa diakhiri.

Kepalanya sudah mendekat, lalu ia mencium pipi putih Putri Sheira sesingkat itu.

Beberapa tamu di sana bertepuk tangan dengan malas. Grand Duke Everon bahkan hanya menatap sinis dari jauh sambil masih memasukkan tangannya ke kantung celana. Seusai ritual itu, selir baru Raja Ditrian digiring oleh para dayang. Para bangsawan menyelamatinya lalu pulang.

Bukan pesta pernikahan yang apik untuk seorang raja. Tidak ada suka cita.

Raja Ditrian duduk di salah satu meja yang sengaja disiapkan untuk pernikahannya. Ia duduk di sana, meminum anggur yang tadi disiapkan untuk momen bersulang. Kuil sudah lebih lengang, hanya ada beberapa ksatria, dan Patricius berlalu lalang dengan jubah putih mereka di dalam kuil.

"Aku tidak tahu harus memberimu selamat atau tidak," ucap Grand Duke Everon. Tangannya masih ada di dalam saku. Tubuhnya sudah berdiri dekat.

Ditrian tersenyum pahit lalu menuangkan botol anggur lagi ke dalam gelasnya. Everon menggeser kursi kosong di sana agar bisa duduk dekat dengan Ditrian.

"Aku sepupumu, sahabatmu dari kecil. Saat kau jadi raja, kupikir pernikahanmu akan jadi yang paling meriah. Kau bisa menikah dengan Direwolf yang paling cantik, diarak ramai-ramai ke seluruh kota dan rakyat di seluruh kerajaan bersorak untukmu."

Ditrian kembali menyesap anggur merah ke dalam mulutnya.

"Sebagian besar bangsawan menentang pernikahan ini. Bahkan Pontifex pun sebenarnya tidak mau menikahkanmu." Mata Everon menunjuk ke Pontifex di salah satu sudut kuil, membuat Ditrian memperhatikannya juga. Pria itu hanya melirik rajanya dengan iba, lalu kembali mengobrol dengan dua orang Patricius di sana.

"Kalau aku yang jadi raja, pernikahan ini tidak akan terjadi. Aku akan menolak mentah-mentah!"

Ditrian meletakkan gelas anggurnya, menyebabkan hentakan kecil pada meja itu.

"Lalu membangkang pada kekaisaran? Kau mau kita berperang lagi?" Ditrian terlihat lelah.

Everon hanya mendengkus sambil memutar matanya dengan malas. Ia juga paham soal itu. Ditrian hanya melakukan apa yang harus dilakukan seorang raja. Pria itu akan selalu begitu.

"Sudahlah." Ditrian menepuk bahu sepupunya. Ia menghela nafas dengan berat.

Wajah Everon masih pahit.

"Lalu, kau akan punya anak dengan selirmu itu?" ketusnya.

Ditrian hening sejenak. "Aku tidak tahu ... tapi dia istriku sekarang."

xxx

Ditrian menyusuri koridor istana ratu yang tenang. Sudah memakai jubah tidurnya. Ia tak menuju ke kamar ratu, tetapi menuju ke ruangan lain yang lebih kecil. Dahulu ini adalah bagian kastil yang selalu ia kunjungi, setidaknya saat makan siang untuk bertemu dengan mendiang ibunya, sang Ratu. Namun setelah kedua orang tuanya tiada, ia nyaris tak pernah lagi. Mungkin setelah sekian lama akhirnya ia menyusuri koridor berpilar yang punya pemandangan taman bunga yang asri. Seperti sebuah nostalgia. Meskipun begitu ... ia punya dugaan bahwa akan merasakan sesuatu yang asing malam ini.

Seperti yang telah dia sebutkan, Putri Sheira hanya dijadikan seorang selir. Jadi dia tidak berhak untuk menempati kamar ratu. Dua orang penjaga terlihat berjaga di depan sebuah pintu putih tinggi dari pohon ek. Ia telah sampai.

"Aku ingin menemui Putri Sheira," ucap Ditrian pada mereka. Keduanya membungkuk singkat, lalu meninggalkan pintu itu.

Ditrian bergeming di tengah koridor yang sepi. Ia menatap lurus cukup lama pada hiasan khas Kerajaan Canideus pada pintunya. Lalu menghela nafas. Sendu.

Istriku ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sera Mayumi
ceritanya bagus...
goodnovel comment avatar
SalsaDCArmy
ceritanyaa menarik.. mampir jugaaa ke ceritaku yaa.. maakaasihh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengantin Raja Direwolf   117. Aliansi

    Ditrian telah menceritakan segalanya. Soal pernikahannya, soal Evelina. Ia membawa kembali Sheira ke ibukota. Sedangkan Everon, dengan berat hati ia patuh untuk tetap membangun wilayah Galdea Timur dan menetap di sana. Everon patah hati. Namun ... dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.Sementara itu, di antara kemelut dan tragedi meninggalnya Evelina von Monrad dan Duke Gidean von Monrad di dalam istana, pernikahan mereka tetap dilaksanakan. Sheira von Stallon telah dinobatkan menjadi ratu dari Kerajaan Canideus. Kemudian Fred yang telah dibebaskan menyelidiki penyebab tindakan bunuh diri dan dari mana Evelina mendapatkan ramuan sihir pencekik itu. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukanlah bahwa ini ada campur tangan dengan Kaisar Alfons. Termasuk ketika anak dalam kandungan Sheira gugur. Duchess Anna yang telah kehilangan kewarasannya selalu mengatakan hal itu berulang-ulang, berkali-kali dengan sumpah serapah."Apakah bagi Anda ini adalah masalah pribadi, Raja Ditrian?"Ditrian meng

  • Pengantin Raja Direwolf   116. Taman

    Padang rumput di sini begitu luas dan tenang. Lebih indah daripada yang ada di kerajaan Canideus. Sepuluh orang ksatria Direwolf menyertai Raja Ditrian von Canideus.Raja yang telah dengan sengaja membatalkan pernikahannya sendiri. Mereka berangkat subuh-subuh, berangkat diam-diam dari istana tanpa membuat keributan, tanpa seorang pun tahu akan kepergian mereka. Meski pun begitu, Ditrian sudah meninggalkan surat perintah pembatalan pernikahannya. Mereka kini beristirahat di tengah perjalanan menuju ke Galdea Timur.Seorang di antara mereka menghampiri Ditrian. Ia menyerahkan sebuah surat."Yang Mulia ... ada pesan dari istana."Ditrian membuka gulungan surat itu. Pastilah burung merpati dari istana terbang menyusul rombongan mereka.Sebuah kabar yang mungkin tak diduga oleh Ditrian. Sudah tiga hari ia dan rombongannya meninggalkan istana. Katanya, Evelina von Monrad, Regina istana meninggal bunuh diri meminum racun. Duke Gidean von Monrad wafat karena mengalami sakit jantung. Duchess A

  • Pengantin Raja Direwolf   115. Kebahagiaan

    Para bangsawan sudah bersuka cita. Mereka telah membawa perasaan itu ketika berangkat dari rumah. Meskipun mendadak, kabar pernikahan Raja Ditrian dan Lady Evelina von Monrad, anak Duke Gidean von Monrad yang tersohor akan dilaksanakan. Kabar itu menyebar sangat cepat bagai lumbung gandum yang dilalap api. Mereka sudah bersiap dan duduk dengan khidmat di kursi aula. Dekorasi istana hari ini bernuansa biru tua dan emas. Juga bendera-bendera Kerajaan Canideus yang berlambang serigala menganga sudah dipasang.Di luar istana, rakyat juga tak kalah heboh. Nampaknya seluruh jalanan begitu ramai karena mereka pun ikut merayakannya. Festival-festival dan hiburan rakyat membuat hari ini kian riuh. Pontifex sudah bersiap di altar, hendak memberkati pernikahan mereka berdua.Termasuk Lady Evelina. Ia sudah cantik, mempesona luar biasa. Wajahnya dirias begitu elok. Rambut coklatnya tersanggul menawan dengan sebuah tudung transparan menutupi wajahnya. Ia menggenggam seikat bunga berwarna putih. Dia

  • Pengantin Raja Direwolf   114. Sophia

    Beberapa hari ini Evelina begitu bahagia. Setiap malam, setiap hari, ia selalu bisa melihat Ditrian. Evelina kian terbuai dengan kisah kasih bersama pujaan hatinya itu. Raja Ditrian von Canideus yang gagah perkasa dan rupawan. Ini semua bagaikan mimpi bagi Evelina. Dia tidak pernah mengira jika angan-angannya sejak dulu akhirnya terwujud. Apalagi, mereka selalu bercinta, hingga Ditrian menjanjikan jika suatu hari nanti mereka akan mempunya anak. Evelina pun yakin akan itu. Entah sudah berapa kali mereka melakukannya. Benih-benih dari Ditrian sudah berada di dalam tubuhnya.Setiap malam mereka memadu kasih. Begitu romantis, bergairah dan bernafsu. Ini yang membuatnya semakin tidak akan pernah melepaskan Ditrian. Namun ia juga sadar, jika ini hanyalah sebuah kepalsuan. Evelina paham betul, hal yang begitu hebat mengubah hati Ditrian adalah karena setetes ramuan ini. Ramuan cinta dari Kaisar Alfons. Ia tengah memikirkannya, botol itu yang ada di kotak rahasia berlapis beludru.Botol merah

  • Pengantin Raja Direwolf   113. Surat

    Langit hari itu sangat cerah. Kepulan awan di atas sana yang berwarna putih begitu indah. Sudah beberapa hari berlalu sejak Everon meninggalkan ibukota. Sejak ia meninggalkan istana dan kemelut politik di kerajaan. Mungkin baru kali ini ia keluar dari huru-hara itu setelah sekian lama. Everon tak ingat kapan terakhir kali kepalanya merasa setenang ini, sehening ini.Di tanah lapang ini, pasukan dan para ksatria Direwolf telah mendirikan tenda-tenda berwarna putih. Ada bendera juga yang tertancap di tenda yang paling besar, tenda miliknya. Bendera itu berlambangkan simbol Kerajaan Canideus dengan latar biru tua dan kepala serigala berwarna emas tengah menganga menghadap kedepan.Everon memerhatikan kesibukan dan lalu-lalang prajurit dan ksatria Direwolf di sekitar perkemahan. Itu membuatnya sedikit lupa jika ia belum benar-benar bisa berbicara dengan pujaan hatinya, Lady Sheira, begitulah kini panggilannya. Ia telah menjadi seorang Viscountess. Gelar kebangsawanan yang biasanya diberika

  • Pengantin Raja Direwolf   112. Eksekusi

    Di dalam kamar yang hangat dan remang-remang, cahaya lilin bergetar lembut di dinding, menciptakan bayangan yang menari-nari seolah menyaksikan saat penuh asmara yang tengah berlangsung. Raja Ditrian duduk di tepi tempat tidur, wajahnya dipenuhi ketegasan dan kelembutan.Di bibir ranjang yang luas ini, mereka sudah duduk saling bersebelahan. Ditrian yang gagah itu hanya mengenakan jubah tidur. Sedari tadi ia mengamati Evelina dari ujung kaki hingga kepala, berbalutkan gaun tidur malam berwarna putih mutiara."Evelina," suara Ditrian dalam, penuh emosi, saat ia meraih tangan Evelina, menggenggamnya dengan lembut. "Setelah segalanya yang terjadi, terimakasih telah setia berada di sampingku. Setelah semua yang kulakukan padamu ... terimakasih kau masih ingin bersamaku. Maafkan aku atas sikap-sikapku dulu."Hati Evelina diselimuti rasa haru, ia nyaris meneteskan air matanya. Evelina menggeleng pelan. "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Aku selalu mencintaimu bagaimana pun keadaanya, Ditrian.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status