Share

4. Lady Evelina

Author: cyllachan
last update Last Updated: 2021-10-12 21:07:27

Ditrian canggung. Sungguh, demi dewa, dia ingin sekali bisa leluasa berbincang dengan Evelina. Dan Grand Duke Everon memasang wajah itu!

Ya. Wajah yang mengatakan pada Ditrian, 'Ayolah kawan! Jangan buang kesempatan ini!'

Dan Ditrian tahu apa maksudnya.

Pria itu dengan hati-hati menoleh pada Sheira.

"Mm ... Tuan Putri-"

"Aku merasa haus," potong Sheira tiba-tiba. Seakan bisa membaca situasi itu, Sheira menyergah kalimat Ditrian. "Yang Mulia Raja, Yang Mulia Grand Duke, dan Lady Evelina ... aku mohon pamit. Silahkan berbincang. Jika Yang Mulia Raja membutuhkanku, aku akan berada di sebelah barat aula. Permisi, dan nikmati pestanya," Putri Sheira tersenyum sembari melepaskan gandengan pada Ditrian. Ia mendesis singkat pada dekat punggung Ditrian hingga hanya dirinyalah yang bisa mendengar bisikan Sheira berikutnya. "Seperti angin." Ia mengingatkan pada lelaki Direwolf itu sebuah janji sebelum pesta tadi. Sheira membungkuk sedikit pada mereka bertiga, lalu pergi.

Tanpa Ditrian sempat mengangguk atau mengijinkan, ia melengos begitu saja. Melenggang melewati tamu-tamu seolah merasa tidak akan ada yang memperhatikannya. Tapi para bangsawan Direwolf ini tentulah menatap sinis saat ia lewat. Ditrian masih menatapi punggung Sheira hingga ia menghilang dalam kerumunan tamu bangsawan.

"Syukurlah dia pergi," Everon menggumam lirih. Ia beralih lagi, "Yang Mulia ...."

"Y-Ya?" Ditrian disadarkan oleh Everon. Wajahnya kembali tertengok pada mereka berdua.

"Anda bilang padaku kemarin ingin berbincang dengan Lady Evelina."

'Apa iya?'

Everon mengedipkan sebelah matanya.

'Oh ....' Ditrian paham kedipan itu.

"Saya merasa tersanjung karena ternyata Yang Mulia juga memperhatikan saya," ucap Evelina.

"A-ah begitu ...."

Evelina mengangguk sambil tersipu malu.

"Yang Mulia Grand Duke Everon bilang, Yang Mulia Raja menanyakan tentang saya sesekali. Saya merasa sangat terhormat."

"Sepertinya Grand Duke Everon memang pandai menyampaikan sesuatu." Mata Ditrian menatap puas sepupunya itu. Everon hanya cengar-cengir. Ia merasa tugas utamanya malam ini sudah selesai.

"Baiklah. Aku akan meninggalkan Lady Evelina dan Yang Mulia Raja. Aku masih harus menemui beberapa bangsawan. Selamat menikmati pestanya."

Begitu sengaja Everon meninggalkan mereka berdua.

Ditrian yang gugup kini menghadapi sosok Evelina yang berbinar. Gadis itu terlihat bersemangat. Namun sang raja tidak tahu harus mengobrol apa. Rasa-rasanya, ini memang pertama kali dirinya memiliki sebuah niat untuk mendekati seorang gadis. Ia begitu berusaha menenangkan jantungnya yang seperti genderang perang. Ia bisa merasakan bulir keringat menetes di tengkuk dan pelipis.

Biasanya Ditrian akan seperlunya saja pada gadis-gadis bangsawan. Namun yang ia hadapi sekarang adalah anak perempuan dari Duke Gidean von Monrad. Mau dikata bagaimanapun, Everon benar. Evelina berhasil memikatnya. Meskipun sebetulnya Everon menugasi lelaki itu untuk mendapatkan simpati Duke Gidean.

Musik dansa mulai terdengar. Beberapa tamu mulai berdansa. Sebuah ide muncul entah dari mana.

"Lady, apakah Anda mau berdansa denganku?" ajak Ditrian sembari tersenyum.

Evelina terkejut. Senang sekali kelihatannya. Senyuman Ditrian itu memang bisa memikat wanita manapun. Ia sering tidak sengaja tersenyum pada putri bangsawan di suatu pesta. Berujung mendapatkan surat-surat dari mereka di keesokan harinya.

"Tentu! Tentu saja Yang Mulia!" Ia berusaha menahan tubuhnya untuk berjingkrak. Berusaha tetap anggun. Padahal wajah memerahnya menyiratkan segalanya.

Raja Ditrian dan Evelina putri Duke Gidean von Monrad pun menuju lantai dansa. Beberapa tamu yang tengah berdansa memberikan mereka ruang. Musik dimainkan. Bisik-bisik mulai muncul di antara kipas-kipas bangsawan wanita. Keduanya membungkuk memberi hormat, saling memeluk dan berpegangan tangan, lalu mulai berdansa.

"Ini luar biasa! Yang Mulia Raja berdansa dengan Lady Evelina!" gumam orang-orang di sekitar.

"Lihatlah mereka! Cocok sekali! Sangat serasi seperti sepasang merpati!" seru tamu yang lain.

Ya. Mereka begitu mempesona. Raja Ditrian yang rupawan dan gagah. Dengan Evelina yang sangat cantik dan elok.

Tidak ada tamu lain yang berdansa kala itu. Lantai ruang dansa sepenuhnya diberikan dengan suka cita pada mereka berdua. Sungguh romantis.

Pelukis kerajaan yang mengabadikan pesta sampai mengangkat kanvas baru. Ia buru-buru melukis mereka berdua. Gaun hijau zamrud Lady Evelina begitu luwes terbang landai mengikuti kemana ia berputar. Tatapan mereka berdua begitu lekat. Begitu dalam. Seolah hanya ada mereka berdua di ruangan itu. Seolah hanya ada mereka di pijakan dunia ini.

Seperti sepasang kekasih di negeri dongeng yang punya akhir bahagia. Semua orang bersorak. Evelina dan Raja Ditrian berdansa dengan harmonis. Terlebih lagi dengan wajah cantik Evelina yang memancarkan segala kelembutan dan keanggunan dari dirinya. Hingga dansa selaras mereka berakhir, Evelina masih tersenyum. Apalagi begitu dekat tubuh mereka, begitu lekat tatapan Ditrian padanya. Semua ini terasa seperti mimpi.

Sorakan dan teriakan serta gemuruh tepuk tangan memenuhi aula pesta. Grand Duke Everon-lah yang terlihat paling bersemangat.

"Itu baru sepupuku!" serunya.

Semua bangsawan di sana terlihat senang melihat mereka berdua. Keduanya pun melangkah keluar dari lantai dansa utama. Bagian ruang pesta itu kembali dipenuhi oleh tamu-tamu lain dan pasangan mereka.

"Terimakasih telah mengajak saya berdansa, Yang Mulia," ucap Evelina. Ia sedikit berkeringat, tetapi wajahnya begitu cerah.

"Semoga kita bisa melakukannya lagi lain waktu, Lady Evelina. Dan ... jika ada kesempatan ... aku berharap bisa menemui Duke Gidean."

Pipi Evelina kembali merah padam. Pikirannya macam-macam. Mengapa Raja Ditrian ingin menemui ayahnya?! Apa jangan-jangan ... dia ingin melamar?!

Wajah Evelina menyiratkan semua itu.

"Aku berharap Duke Gidean bisa membantu kerajaan," ucap Ditrian meluruskan.

"Yang Mulia ... apakah ... apakah kita bisa ke tempat yang lebih tenang?" Evelina menjadi terbata. Tangannya terlihat agak gemetar.

"Ada apa Lady? Apa Anda sakit?"

Evelina menggeleng dengan gugup. "Ada ... yang ingin saya sampaikan pada Yang Mulia."

"Katakan saja," ucap Ditrian tenang.

"Saya ... tidak bisa mengatakannya di sini. Terlalu ramai," mata hijau gadis itu melirik kesana kemari, ke kerumunan tamu-tamu.

Ditrian melihat sekitar. Ya. Memang sangat ramai dan bising. Dia bisa melihat Everon di suatu sudut tertawa terbahak-bahak dengan para bangsawan.

"Baiklah."

Akhirnya mereka menuju ke sebuah sudut aula istana. Ada tirai beludru mewah dan berat di sana. Di balik tirai itu terdapat sebuah balkon yang menunjukkan pemandangan taman istana di malam hari.

Agak gelap. Namun cahaya rembulan membantu mereka menatap satu sama lain.

"Ada apa Lady?" tanya Ditrian sekali lagi. Suara bising pesta terredam oleh tirai beludru tebal.

Evelina tertunduk. Ia tak lagi bisa mengendalikan wajahnya. Gugup segugup-gugupnya. Evelina mulai mengulum bibirnya. Tangannya saling bertautan dengan canggung, memainkan ujung jari.

"Y-Yang Mulia ... sejujurnya ...," ia mendongak perlahan. "Saya ... saya ... mencintai Anda." Ia memandang Ditrian sungguh-sungguh.

Jantung Evelina berdebar begitu dahsyat. Matanya berkaca saat menatap Ditrian. "Saya sangat mencintai Yang Mulia!" serunya lagi.

Ditrian memaku. Ia hanya bisa menatap wanita cantik itu berkaca-kaca di hadapannya. Entah berapa lama bagi otak Direwolf-nya untuk memahami semua itu. Evelina yang menunggu-nunggu pun mulai tidak sabar.

"Apa ... Yang Mulia ... tidak menyukai saya?" tanyanya mengiba.

"Ah ... bukan begitu Lady. Hanya saja ...," Ditrian tidak bisa meneruskan kalimatnya. Ia kehabisan kata-kata. Ini semua begitu tiba-tiba baginya. Dia tak tahu harus berucap apa.

"Jadi ... Yang Mulia juga menyukai saya?" mata hijau gadis itu menatapnya penuh harap.

Di dalam relung hatinya, dia tidak tahu. Apakah dirinya terpikat pada Evelina sejak pandangan pertama? Apakah dia juga menyukai gadis itu? Ayolah! Gadis ini sangat sempurna!

Tiba-tiba, wajah Duke Gidean von Monrad tergambar di kepalanya.

Ah. Itu Benar.

Ini semua demi simpati Duke Gidean! Dan ia tidak mungkin menghancurkan malam terindah putrinya kali ini. Mungkin ... Ditrian tidak akan menyesal jika ia bisa bersama dengan Evelina. Ditrian masih bungkam. Gadis itu terlihat sempurna dari ujung kaki hingga rambut. Sikap dan latar belakang keluarganya juga sempurna. Betul kata Everon. Dia sangat cocok jika dijadikan ratu.

Apakah ... sebaiknya Ditrian mengambil kesempatan ini? Mungkinkah dia akan mencintai wanita ini?

Cukup lama Ditrian bergeming. Kaki gadis itu perlahan mendekat. Hanya ada mereka berdua. Angin lembut menyapu wajah keduanya. Menerbangkan beberapa helai rambut Lady Evelina. Sinar perak rembulan memantulkan cahaya yang menawan dari mata hijau gadis itu.

Tangan putih Evelina yang ramping meraba lembut ke dadanya. Merambat ke baju mahal milik raja. Menyentuh setiap sulaman emas di kain sutera biru tuanya. Ia bisa merasakan sentuhan hangat Evelina.

Wajah gadis itu mendekat. Ia menaikkan tumitnya, ingin menggapai Ditrian yang jangkung itu.

Tangannya tadi ternyata sudah sampai ke tengkuknya. Menekan perlahan dan ....

"Mmmh."

Sebuah ciuman terjadi. Bibir Ditrian merasakan sentuhan yang lembut dan hangat. Mata Evelina terpejam seluruhnya. Mereka begitu dekat. Darah Ditrian mendesir hebat dengan jantungnya yang menderu tak karuan. Munafik jika mengatakan ia tak menikmati berciuman dengan Evelina. Bibirnya yang basah, lidah gadis itu yang meliuk, serta barisan gigi yang ia raba dengan lidahnya.

Begitu memikat, begitu memuaskan, begitu bergairah.

Entah sejak kapan Ditrian memeluk punggung Evelina dan membuat tubuh mereka mendekat. Ditrian begitu menikmatinya. Mungkin ... selama beberapa menit ciuman terjadi. Membuat mereka hilang akal sejenak. Dimabukkan oleh ciuman panas itu.

Hingga ....

"Eve-! Ah! Maaf! Maaf Yang Mulia!"

Mereka berdua terkejut dan Ditrian spontan mendorong tubuh Evelina. Panik. Seorang gadis bangsawan tak sengaja memergoki mereka berdua. Mungkin itu teman Evelina atau siapa. Ia sudah pergi.

Namun waktu sepersekian detik yang ia lihat dengan Evelina, bisa membuat kehebohan di pergaulan kelas atas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Enicha Shaoran
plis dech~ (눈‸눈) jd eneg Saia ma Ditrian nie... (ತ_ʖತ) walopun Ditrian g cinta ma istri ny tp kan tetap aj Dy dah pny bini, mba Eve (٥↼_↼) kadang kasian aq ma chara model Eve nie, padahal sebenar ny polos tp krn pengaruh doktrin sana sini jd iqt k bawa suasana & jatoh ny jd pelakor... ¯\_ಠ_ಠ_/¯
goodnovel comment avatar
Aerina No 7
Ahhhh! Nggak, bibir Ditrian udah gak polos lagi .........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengantin Raja Direwolf   117. Aliansi

    Ditrian telah menceritakan segalanya. Soal pernikahannya, soal Evelina. Ia membawa kembali Sheira ke ibukota. Sedangkan Everon, dengan berat hati ia patuh untuk tetap membangun wilayah Galdea Timur dan menetap di sana. Everon patah hati. Namun ... dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.Sementara itu, di antara kemelut dan tragedi meninggalnya Evelina von Monrad dan Duke Gidean von Monrad di dalam istana, pernikahan mereka tetap dilaksanakan. Sheira von Stallon telah dinobatkan menjadi ratu dari Kerajaan Canideus. Kemudian Fred yang telah dibebaskan menyelidiki penyebab tindakan bunuh diri dan dari mana Evelina mendapatkan ramuan sihir pencekik itu. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukanlah bahwa ini ada campur tangan dengan Kaisar Alfons. Termasuk ketika anak dalam kandungan Sheira gugur. Duchess Anna yang telah kehilangan kewarasannya selalu mengatakan hal itu berulang-ulang, berkali-kali dengan sumpah serapah."Apakah bagi Anda ini adalah masalah pribadi, Raja Ditrian?"Ditrian meng

  • Pengantin Raja Direwolf   116. Taman

    Padang rumput di sini begitu luas dan tenang. Lebih indah daripada yang ada di kerajaan Canideus. Sepuluh orang ksatria Direwolf menyertai Raja Ditrian von Canideus.Raja yang telah dengan sengaja membatalkan pernikahannya sendiri. Mereka berangkat subuh-subuh, berangkat diam-diam dari istana tanpa membuat keributan, tanpa seorang pun tahu akan kepergian mereka. Meski pun begitu, Ditrian sudah meninggalkan surat perintah pembatalan pernikahannya. Mereka kini beristirahat di tengah perjalanan menuju ke Galdea Timur.Seorang di antara mereka menghampiri Ditrian. Ia menyerahkan sebuah surat."Yang Mulia ... ada pesan dari istana."Ditrian membuka gulungan surat itu. Pastilah burung merpati dari istana terbang menyusul rombongan mereka.Sebuah kabar yang mungkin tak diduga oleh Ditrian. Sudah tiga hari ia dan rombongannya meninggalkan istana. Katanya, Evelina von Monrad, Regina istana meninggal bunuh diri meminum racun. Duke Gidean von Monrad wafat karena mengalami sakit jantung. Duchess A

  • Pengantin Raja Direwolf   115. Kebahagiaan

    Para bangsawan sudah bersuka cita. Mereka telah membawa perasaan itu ketika berangkat dari rumah. Meskipun mendadak, kabar pernikahan Raja Ditrian dan Lady Evelina von Monrad, anak Duke Gidean von Monrad yang tersohor akan dilaksanakan. Kabar itu menyebar sangat cepat bagai lumbung gandum yang dilalap api. Mereka sudah bersiap dan duduk dengan khidmat di kursi aula. Dekorasi istana hari ini bernuansa biru tua dan emas. Juga bendera-bendera Kerajaan Canideus yang berlambang serigala menganga sudah dipasang.Di luar istana, rakyat juga tak kalah heboh. Nampaknya seluruh jalanan begitu ramai karena mereka pun ikut merayakannya. Festival-festival dan hiburan rakyat membuat hari ini kian riuh. Pontifex sudah bersiap di altar, hendak memberkati pernikahan mereka berdua.Termasuk Lady Evelina. Ia sudah cantik, mempesona luar biasa. Wajahnya dirias begitu elok. Rambut coklatnya tersanggul menawan dengan sebuah tudung transparan menutupi wajahnya. Ia menggenggam seikat bunga berwarna putih. Dia

  • Pengantin Raja Direwolf   114. Sophia

    Beberapa hari ini Evelina begitu bahagia. Setiap malam, setiap hari, ia selalu bisa melihat Ditrian. Evelina kian terbuai dengan kisah kasih bersama pujaan hatinya itu. Raja Ditrian von Canideus yang gagah perkasa dan rupawan. Ini semua bagaikan mimpi bagi Evelina. Dia tidak pernah mengira jika angan-angannya sejak dulu akhirnya terwujud. Apalagi, mereka selalu bercinta, hingga Ditrian menjanjikan jika suatu hari nanti mereka akan mempunya anak. Evelina pun yakin akan itu. Entah sudah berapa kali mereka melakukannya. Benih-benih dari Ditrian sudah berada di dalam tubuhnya.Setiap malam mereka memadu kasih. Begitu romantis, bergairah dan bernafsu. Ini yang membuatnya semakin tidak akan pernah melepaskan Ditrian. Namun ia juga sadar, jika ini hanyalah sebuah kepalsuan. Evelina paham betul, hal yang begitu hebat mengubah hati Ditrian adalah karena setetes ramuan ini. Ramuan cinta dari Kaisar Alfons. Ia tengah memikirkannya, botol itu yang ada di kotak rahasia berlapis beludru.Botol merah

  • Pengantin Raja Direwolf   113. Surat

    Langit hari itu sangat cerah. Kepulan awan di atas sana yang berwarna putih begitu indah. Sudah beberapa hari berlalu sejak Everon meninggalkan ibukota. Sejak ia meninggalkan istana dan kemelut politik di kerajaan. Mungkin baru kali ini ia keluar dari huru-hara itu setelah sekian lama. Everon tak ingat kapan terakhir kali kepalanya merasa setenang ini, sehening ini.Di tanah lapang ini, pasukan dan para ksatria Direwolf telah mendirikan tenda-tenda berwarna putih. Ada bendera juga yang tertancap di tenda yang paling besar, tenda miliknya. Bendera itu berlambangkan simbol Kerajaan Canideus dengan latar biru tua dan kepala serigala berwarna emas tengah menganga menghadap kedepan.Everon memerhatikan kesibukan dan lalu-lalang prajurit dan ksatria Direwolf di sekitar perkemahan. Itu membuatnya sedikit lupa jika ia belum benar-benar bisa berbicara dengan pujaan hatinya, Lady Sheira, begitulah kini panggilannya. Ia telah menjadi seorang Viscountess. Gelar kebangsawanan yang biasanya diberika

  • Pengantin Raja Direwolf   112. Eksekusi

    Di dalam kamar yang hangat dan remang-remang, cahaya lilin bergetar lembut di dinding, menciptakan bayangan yang menari-nari seolah menyaksikan saat penuh asmara yang tengah berlangsung. Raja Ditrian duduk di tepi tempat tidur, wajahnya dipenuhi ketegasan dan kelembutan.Di bibir ranjang yang luas ini, mereka sudah duduk saling bersebelahan. Ditrian yang gagah itu hanya mengenakan jubah tidur. Sedari tadi ia mengamati Evelina dari ujung kaki hingga kepala, berbalutkan gaun tidur malam berwarna putih mutiara."Evelina," suara Ditrian dalam, penuh emosi, saat ia meraih tangan Evelina, menggenggamnya dengan lembut. "Setelah segalanya yang terjadi, terimakasih telah setia berada di sampingku. Setelah semua yang kulakukan padamu ... terimakasih kau masih ingin bersamaku. Maafkan aku atas sikap-sikapku dulu."Hati Evelina diselimuti rasa haru, ia nyaris meneteskan air matanya. Evelina menggeleng pelan. "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Aku selalu mencintaimu bagaimana pun keadaanya, Ditrian.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status