Share

EPISODE 2

Pagi itu Rimbu bersama ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumah kosnya sedang mengerumuni pedagang sayur keliling. Rimbu cukup akrab dengan si Pedagang Sayur karena sudah menjadi langganan selama tiga tahun, pun dengan para ibu-ibu. Rimbu sering bertukar resep menu masakan dengan mereka. Selain itu, Rimbu juga tidak keberatan bergabung untuk berghibah dan berjulit ria.

Hari ini Rimbu berniat memasak sup ayam dan bakwan jagung untuk bekal makan siang. Setelah selesai berbelanja, Rimbu langsung bergegas menuju dapur umum yang disediakan pemilik kosnya. Namun saat tiba di sana, tampak seorang pria bersarung yang tak lain adalah Theo, sudah lebih dulu menguasai dapur. Spontan Rimbu balik kanan untuk kembali ke kamarnya.

"Mau masak? Saya udahan kok," ujar Theo.

Rimbu berbalik. "Oh, iya."

Rimbu melangkah enggan menuju tempat cuci piring, dan mulai mengeluarkan satu per satu hasil belanjanya dari dalam plastik. Theo pamit kembali ke kamarnya sambil membawa seporsi nasi goreng, Rimbu hanya mengangguk. Setelah Theo benar-benar tak terlihat, Rimbu mendadak menjadi bersemangat memasak, tetapi seporsi telur mata sapi yang tertinggal di spatula kembali meredupkan semangatnya.

Rimbu menghela napas. "Pasti sengaja. Dasar caper," gerutu Rimbu dalam hati sembari memandangi telur mata sapi setengah matang itu.

Tak lama terdengar suara langkah kaki setengah berlari, yang spontan membuat Rimbu berpura-pura menyibukkan diri. Tak perlu ditanya siapa, suara gaduh itu jelas datang dari Theo yang pasti sudah sadar dengan telur mata sapi yang tidak ada di piring nasi gorengnya. Theo pun langsung mengambil telur mata sapinya berikut spatula, dan kemudian pergi tanpa mengatakan apa-apa.

Rimbu menghela napas lega, dan dengan cekatan mulai memasak. Setelah hampir satu jam memasak dan menata masakannya ke dalam kotak bekal, Rimbu kembali ke kamarnya. Sambil menonton berita kriminal di televisi, Rimbu mencicipi bakwan jagung buatannya dengan sambal rawit setan. Rimbu menikmati kegiatan santai paginya itu sembari memuji bakwan jagung crispynya yang terlampau lezat.

Setiap akhir pekan, kafe komik milik Rimbu akan buka mulai pukul satu siang sampai pukul satu pagi. Oleh karena itu waktu luang Rimbu seperti sekarang sangatlah berharga. Rimbu akan bermalas-malasan sampai pukul sebelas siang, lalu bersiap dan berangkat tepat pukul sebelas tiga puluh, setelah sebelumnya memborong kue cincin dari pedagang jajanan keliling langganannya.

•••••

TOK.. TOK.. TOK..

Rimbu tersedak. "Siapa? Raras? Sepagi ini? Gak mungkin banget karna itu anak pasti masih sibuk drakoran. Ya terus, siapa?" Rimbu bergumam dalam hati.

KLEK!

"Maaf ganggu. Itu di depan ada ibu-ibu jualan kue, suruh nanyain kamu mau beli kuenya apa enggak," ujar Theo.

"Kenapa si Ibu gak ke sini aja kaya biasanya sih?"

"Ada peraturan baru. Selain petugas sampah sama tamu yang udah dapet acc dari Madam, gak boleh ada yang masuk. Ini," terang Theo sambil menunjuk selembar kertas putih yang tertempel di jendela kos Rimbu.

Rimbu menoleh ke arah tangan Theo menunjuk. "Oh, baru liat. Yaudah thanks."

Saat Rimbu hendak menutup pintu kamarnya, tiba-tiba Theo menahan pintu tersebut. Spontan Rimbu terkejut, karena ini kali pertama Theo bersikap seberani itu setelah hampir tiga tahun mereka bertetangga. Rimbu hanya menatap pria bersetelan batik itu jengkel, sampai Theo menurunkan tangannya dan meminta maaf dengan suara pelan.

Theo berdeham, "Maaf reflek. Ada yang mau saya tanyain dari dulu. Kamu kenapa kaya gak suka banget sama saya? Boleh dikasih tau mungkin, biar saya bisa introspeksi."

Rimbu memiringkan kepalanya, berpikir. "Mungkin karna kamu ngingetin saya sama orang-orang di masa lalu yang pernah ngerusak mental saya," jawab Rimbu akhirnya.

"Dek Rimbu, mau kue gak, Dek?" teriak ibu penjual kue dari kejauhan.

•••••

Setelah drama telur mata sapi dan cekcok perdananya dengan Theo pagi tadi, Rimbu banyak merenung. Wajar jika Theo bertanya seperti itu, karena selama ini hanya kepada Theo saja Rimbu bersikap acuh. Pernah suatu hari, saat Rimbu membuat kue ulang tahun coba-coba, hanya Theo yang tidak mendapat bagian. Lalu saat Theo pulang larut dan lupa membawa kunci gerbang kos, Rimbu mengabaikan panggilan Theo dan berlalu begitu saja masuk ke dalam kamarnya.

Dan yang paling parah, ketika dulu Theo dituduh melecehkan teman wanitanya di ruang tunggu tamu kos, Rimbu hanya memberikan keterangan asal-asalan pada polisi. Padahal Rimbu tahu betul Theo tidak bersalah, karena waktu itu Rimbu yang juga sedang menunggu Raras di ruang tunggu yang sama, tahu pasti kejadian sebenarnya antara Theo dan teman wanitanya. Akhirnya Theo digelandang ke kantor polisi, namun tidak ditahan karena kurangnya bukti di TKP.

Ekspresi sedih Theo setelah mendengar jawaban Rimbu pagi tadi membuat Rimbu terus didekap perasaan bersalah. Theo memang mirip dengan pria-pria toxic yang pernah dikencaninya dulu, tetapi Theo belum tentu seperti mereka. Kisah asmara Rimbu di masa lalu yang menorehkan pengkhianatan, kerugian materi yang sangat besar, pelecehan verbal, hingga percobaan pemerkosaan, membuatnya melabeli semua pria berparas terlampau tampan seperti Theo sebagai SAMPAH.

Rimbu menggerutu seraya mengguyur bakwan jagungnya dengan sambal rawit setan. "Kenapa sampah-sampah modelan dia kebanyakan pada ganteng sih heran."

Namun Aksara adalah pengecualian, jika ditanya apa yang membuat Aksara menjadi terkecuali, Rimbu pasti akan menjawab karena Aksara adalah malaikat penolongnya. Tanpa pertolongan Aksara di malam mengerikan itu, mungkin saat ini Rimbu hanya tinggal nama karena menjadi korban gantung diri, atau mengisi salah satu bangsal di rumah sakit jiwa karena menjadi sinting setelah kehormatannya dinodai oleh sekelompok perampok.

Rimbu berpikir, jika saja Aksara tidak sedang melewati kosnya malam itu dan Theo sedang tidak pulang ke kampung halamannya, mungkin Theolah yang akan menjadi malaikat penolongnya. Rimbu menghela napas berulang kali, sambil menyadari jika perbuatannya pada Theo selama ini sudah sangat keterlaluan. Rimbu melirik mangkuk sup ayam di atas meja, berniat memberikan sisa makanan tersebut pada Theo.

"Tapi masa ngasih sisaan? Bikinin nasi goreng telor aja deh besok pagi," gumam Rimbu.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lima puluh siang, tetapi Rimbu masih sibuk menggeledah lemari pakaiannya. Hari ini adalah kali pertama, Rimbu si Tepat Waktu terlambat membuka kafe komik. Biasanya di jam-jam seperti sekarang, Rimbu sudah bertemu Ibu Jamila, penjual jus buah yang biasa menitipkan dagangannya di kafe komik miliknya. Rimbu bergegas, namun ada sesuatu yang jatuh tepat di kakinya saat ia membuka pintu kamar kosnya.

Rimbu mengambil plastik berisi kue cincin. "Bikin makin ngerasa bersalah aja tuh guru jadi-jadian."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status