Share

MURKA

Wanita yang bersanggul segede baskom itu melotot. Tangannya teracung ke atas dan siap melayang di pipi ini. Gampang banget nangkap tangan segede gagang sapu itu.

"Adaaaaw!"

Sebelum kedorong tubuhnya, tangan ceking itu kupelintir dulu.

"Mamaaa!" jerit seseorang yang kemudian kutahu itu adalah suara Susi.

Makinlah aku panas lihat betapa muda, cantik dan seksinya wanita berkebaya pengantin itu. Aku kalap dan menghampirinya.

Tapi, langkah ini dihentikan oleh cekalan tangan mas Ragil dan tangan lelaki lain.. Lepas itu, aku diseret paksa keluar ruangan.

"Lepaskan, aku mau buat perhitungan sama si Susi jablay itu!"

Aku berontak sekuat tenaga, tapi tangan tiga lelaki itu berkalilipat kekuatannya. Aku dibawa ke sebuah mobil dan dimasukkan paksa. Sebelum melaju aku masih mendengar mas Ragil bicara, "Antar Tiara ke rumahnya, bilang ke pembantu di sana awasi jangan sampai dia datang ke sini lagi!"

"Sialan kamu, Mas! Aku bersumpah akan membuatmu menyesal seumur hidup sudah memperlakukan aku begini!"

Aku meraung di dalam mobil. Memukul-mukul jok yang ada di depan sambi teriak minta berhenti.

"Iya saya berhenti di depan, tapi ibu nangis aja jangan mukul-mukul nanti saya gak fokus terus kita celaka!"

"Bodo amat, mati juga gak apa-apa!"

Sopir itu tak merespon ucapanku. Ia menjalankan kembali mobil. Lepas itu berhenti di tempat agak jauh dari rumah Susi.

Aku dan sopir itu duduk di trotoar. Entah siapanya mas Ragil lelaki ini. Yang pasti bukan sopir kami.

"Bu, kalau mau balas dendam jangan begitu caranya. Main yang cantik. Kalau bar-bar ibu malah akan kalah!"

Setelah sekian lama duduk dalam diam, pria berkemeja batik itu bicara. Sepertinya pria ini memang bukan sopir. Mungkin teman mas Ragil.

"Tapi saya tidak cantik makanya mas Ragil kawin lagi!"

"Kata siapa ibu tidak cantik? Ibu cantik, kok, cuma-!"

"Gendut'kan?"

"Bukan gendut, tapi maaf kurang kurus!"

"Ck, sama aja. Bambang!"

"Nama saya bukan Bambang, Bu!"

Aku berdecik sebal mendengar sanggahannya.

"Saya Zayyin Satrio, duda anak satu, loh!"

Diiih!

Aku menoleh pada pria yang sepertinya punya rasa percaya diri tinggi. Ngapain juga mengenalkan diri dalam situasi tak tepat begini. Mana pakai nyebut status lagi. Apa dipikir aku akan tertarik. Tentu saja tidak.

Bagiku saat ini, laki-laki sama saja. Menyebalkan, buaya dan tak patut diberi simpati. Malah bagusnya diuwel-uwel biar kayak lap kucel.

"Kalau mau membalas dendam, ibu harus main cantik. Suami ibu orang kaya, loh. Kalau bar-bar ibu bisa dicerai dan tak dapat apa-apa. Istri kedua malah beruntung banget nanti. Udah bisa menyingkirkan, eh, jadi nyonya satu-satunya."

Mau menyetop pembicaraan, kok, ya, penasaran lanjutannya. Apalagi yang dibicarakan ada benarnya.

Aku bisa menebak kalau mas Ragil disuruh milih, akan milih yang baru. Makanya kawin lagi, pasti karena ingin yang lebih muda, kinclong dan seksi. Kalau melihat keadaan diri sendiri, jelas aku jauh dari kriteria itu.

Aku dibuang bukan hal yang mustahil. Dan, benar kata orang ini, aku takkan dapat apa-apa nanti. Mereka senang-senang dengan kekayaan, aku melongo kayak orang bego.

Padahal selama ini aku ikut serta membesarkan usaha. Bahkan, tanah warisan dan perhiasanku pernah ikut lebur jadi modal usaha di awal perjalanannya. Masa setelah sukses, wanita sialan itu yang menikmatinya? Enak saja!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status