แชร์

BAB 4. MINTA MAAF

ผู้เขียน: Ririn Astriyani
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-11-19 14:09:04

"Sayang, kamu bilang apa barusan, Nak? Jangan bercanda! Kenapa kamu mengizinkan wanita perusak kebahagiaanmu tinggal satu atap denganmu? Kenapa?" Bu Surti mencecar Shena dengan banyak pertanyaan, tidak percaya dengan menantunya.

"Karena aku ingin memberikan dia pelajaran, Bu." Bisik Shena, saat Bu Surti memeluk tubuhnya erat.

"Aku nggak akan diam, saat ditindas seperti ini," lanjutnya.

Bu Surti mengurai pelukannya secara perlahan, menatap nanar sang menantu dengan mata berkaca-kaca.

"Baiklah, Shena. Apapun rencanamu, ingatlah bahwa Ibu akan selalu mendukungmu sepenuh hati." Kedua telapak tangan Bu Surti membelai wajah Shena dengan penuh kasih sayang.

"Sabarlah, Sayang. Jangan khawatir, Ibu tidak akan tinggal diam melihat wanita tidak tahu malu itu berani menyakiti menantu kesayangan Ibu." Genangan air mata menyeruak di sudut mata Bu Surti, tapi wanita paruh baya itu mencoba untuk menahan sekuat tenaga agar tak meluncur jatuh.

"Vidya!" teriak Irma, wajahnya memerah karena amarah terhadap adik perempuannya itu.

"Kenapa kamu nggak punya rasa malu sedikit pun, sih?" seru Irma.

Sorot matanya menajam, penuh emosi, seolah ingin menghujam adiknya dengan pandangan yang menghunus.

"Hati kamu itu terbuat dari apa, sih, Vid? Sudah tidak punya malu jadi batu sandungan dan duri di rumah tangga bosmu sendiri, kini malah ingin tinggal satu atap dengan Mbak Shena! Otak kamu itu disimpan di mana, sih, Vid?" Suara Irma sedikit bergetar, dan kini mulai mereda. Dadanya sesak karena mencaci adik kandungnya sendiri.

"Stop! Mbak Irma berisik banget, sih! Nggak perlu berlebihan seperti ini, deh! Pakai menangis tersedu-sedu segala. Seharusnya Mbak senang karena Mas Arya mau bertanggung jawab dengan menikahi aku," ujar Vidya tegas, mulai geram mendengar celaan dan emosi yang berkecamuk dari kakak perempuannya.

"Mbak, seharusnya Mbak Irma marah sama Mas Arya karena hanya memberikan aku mahar seharga jajanan cilok aja!" lanjutnya.

Mendengar ucapan Vidya, mata Irma, Shena, dan Bu Surti terbelalak, seolah-olah tak percaya akan sikap Vidya yang tak tahu diri.

Arya hanya berdiri mematung, tak ingin ikut berdebat dengan para wanita itu.

Hati Irma terasa pilu melihat adik yang dulu manis dan penyayang, kini menjadi seseorang yang tidak ia kenali lagi.

"Irma, sudahlah. Tak ada gunanya marah pada adikmu yang keras kepala itu. Hatinya memang terbuat dari batu, tak mungkin dia akan mendengar setiap ucapan yang kau sampaikan," ujar Bu Surti, mencoba untuk menenangkan hati Irma yang penuh amarah.

"Irma, sekarang tanggung jawab atas Vidya telah beralih padaku, karena dia sudah menjadi adik maduku," kata Shena dengan ekspresi tenang.

Kini, amukan emosi yang sempat membara di matanya sirna entah ke mana.

Mendengar ucapan Shena, wajah Vidya langsung berbinar.

"Nah, kan? Semuanya sudah clear, ya?" ujar Vidya dengan penuh percaya diri.

"Sekarang kita pulang, ya, Mas. Aku udah nggak nyaman lagi kalau harus terlalu lama di tempat ini." Pintanya dengan manja, menggantungkan lengannya pada leher Arya, berusaha terlihat manis di mata sang suami.

Shena tak kuasa menahan rasa jijik yang menyesakkan hati. Ia menatap Vidya dengan pandangan tajam, lalu menggumam, "Sungguh tak tahu malu dan tahu diri! Penampilan sudah seperti gembel, tapi masih berani bertingkah murahan seperti itu!"

Shena merengkuh lengan ibu mertuanya dan segera membawanya pergi dari Balai Desa itu.

Shena dan Bu Surti langsung masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh Irma. Selain menjadi asisten desainer, kakak kandung Vidya itu juga selalu menjadi sopir pribadi Shena jika akan berangkat ke butik bersama.

"Ir, jalan!" perintah Shena pada asistennya itu.

Irma menganggukkan kepalanya. Janda beranak satu itu langsung melajukan mobil dengan kecepatan sedang.

"Mbak Irma, tunggu, Mbak! Kenapa langsung pergi? Biar aku ikut, Mbak!" Vidya berteriak sambil berlari mengejar mobil yang dikendarai oleh kakaknya, wajahnya panik dan bingung.

"Ah, sial!" Umpat Vidya yang menghentakkan kakinya ke aspal, merasa frustasi.

Arya yang melihat istrinya bertingkah seperti itu, tak bisa menahan perasaan jengkel. Betapa malunya ia melihat Vidya, dengan rambut yang acak-acakan dengan potongan yang tidak beraturan, dan pakaian yang nampak berantakan, menjadi bahan tontonan warga yang sedang menikmati sore hari di lingkungan perumahan.

"Orang gila ... orang gila ...," ledek anak-anak yang berasal dari kampung belakang komplek, sedang bermain di lapangan bola tak jauh dari tempat Arya dan Vidya mengikat janji suci mereka di Balai Desa.

Tawa anak-anak dan tatapan warga yang terlihat sinis pada mereka terasa menusuk ke hati, mengejek keresahan yang dirasakan Vidya dan Arya.

"Ah, betapa memalukan! Kenapa aku terjerumus ke dalam jebakan rayuan murahan dari wanita jalang itu?" Arya bergumam, merutuki kebodohan dan menyesali keputusan yang telah diambilnya, terjebak dalam ketidakbahagiaan bersama wanita yang kini berubah seakan menjadi orang gila di depan matanya.

"Mas, kok kamu jalan santai banget, sih? Kejar dong mobilnya! Emangnya kamu mau pulang jalan kaki? Mana aku dikatain orang gila sama anak-anak kampung itu!" Teriak Vidya dengan panik dan kesal, wajahnya memerah karena merasa malu.

"Sial banget sih, hari ini! Niat pengen senang-senang bareng Mas Arya, perempuan tua itu malah pulang lebih cepat dari luar kota!" gerutu Vidya sembari mengepalkan telapak tangannya dengan erat, menahan amarah dan kekecewaan yang memenuhi hatinya.

"Mbak Irma juga tega banget sama adik sendiri. Masa rambut aku yang indah ini malah dipotong nggak karuan? Aku benci sama kamu, Mbak!" Isak Vidya sambil menahan tangisnya.

"Lihat saja, saat aku sudah tinggal di rumah Mbak Shena, nanti aku akan jadi nyonya, dan Mbak Irma bakalan menyesal seumur hidup karena sudah memerlakukan aku seperti ini!" Kata-kata Vidya meluap dengan penuh emosi, karena dia merasa diperlakukan tidak adil oleh kakaknya, dan ia berjanji suatu hari nanti akan mendapatkan kebahagiaan dan balas dendam atas semua luka yang ia terima.

Kemarahan dan rasa emosi yang memuncak, memacu Vidya untuk terus berjuang mempertahankan dan menuntut haknya sebagai istri siri Arya, hingga suatu saat nanti Shena akan terbuang dan Arya akan menjadikannya sebagai istri sah satu-satunya, hingga menjadi Nyonya Arya yang bergelimang harta kekayaan.

"Ir, mobilnya kamu bawa saja ke rumahmu," perintah Shena ketika telah sampai di kediamannya.

"Lho, nanti malam kalau mobilnya mau dipakai, gimana? Bukannya Sheira suka minta keluar malam-malam?" tanya Irma pada bos cantiknya itu. Sheira adalah buah hati dari pernikahan Shena dengan Arya, yang kini berusia lima tahun.

"Sheira sekarang lagi di rumah budenya," Bu Surti menyambar, "Ibu melarangnya untuk pulang sekarang karena kondisi di rumah ini sedang tidak kondusif akibat ulah dua orang yang tidak tahu malu itu!"

Irma langsung menunduk, rasanya ia sudah tak punya muka lagi akibat ulah adiknya yang sangat memalukan.

"Mbak Shena, Bu Surti, aku minta maaf atas kesalahan yang telah Vidya lakukan, a--"

***

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 79. AULIA KECEWA

    Ervan hanya mengangguk kecil menanggapi Aulia yang barusan mengucapkan terima kasih. Wajahnya tetap tenang, meski terlihat sedikit lelah. Ia lalu menghampiri Shena yang duduk di samping ranjang Sheira."Aku pamit dulu ya, Shena. Mau pulang sebentar, ganti pakaian. Hari ini ada jadwal mengajar di kampus juga," ujarnya dengan nada sopan dan tampak tergesa.Shena menatap Ervan sejenak lalu mengangguk. "Iya, Mas Ervan. Terima kasih banyak ya, sudah repot-repot membantu dan menemani kami sejak tadi malam."Ervan tersenyum tipis. "Tidak usah berterima kasih. Ini memang sudah menjadi tugasku. Kamu juga harus jaga kesehatan, ya."Ervan lalu melirik sekilas pada Aulia yang berdiri tidak jauh dari ranjang Sheira. "Aulia, saya duluan ya."Aulia mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan raut kecewa yang jelas terpancar di wajahnya. "Iya, Pak. Hati-hati di jalan."Begitu Ervan meninggalkan ruangan, Aulia berdiri terdiam beberapa saat, menatap pintu yang baru saja tertutup. Dadanya sesak. Ia merasa

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 78. BERTEMU ERVAN

    Arya duduk di tepi ranjang, menatap wajah kecil Arvi yang terlelap. Jari-jarinya mengusap pelan rambut bocah itu, perasaan sayang bercampur dengan kekecewaan yang sulit ia ungkapkan. Sudah hampir dua bulan ia menjalani peran sebagai ayah bagi Arvi, menganggapnya sebagai darah daging sendiri, tapi kenyataan yang Vidya sembunyikan begitu menyakitinya.Ia menarik napas dalam, lalu menoleh sekilas ke arah Vidya yang masih duduk di sofa, sibuk dengan ponselnya. Perempuan itu tampak lelah. Sejak semalam, Vidya tak berhenti memperhatikannya, seolah takut ia akan pergi begitu saja.Arya tahu bahwa Vidya bisa merasakan sikap dinginnya. Ia tak lagi berbicara dengan nada lembut, tak lagi menatap istrinya dengan kehangatan seperti dulu. Semua terasa berbeda sejak rahasia itu terungkap.Setelah beberapa saat, Arya bangkit dari kursinya. Ia mengambil jaket yang tergantung di sandaran kursi dan melangkah ke arah pintu.Vidya langsung menoleh."Kamu mau ke mana, Mas?" tanya wanita itu, suaranya terde

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 77. VIDYA MARAH

    Shena merasakan darahnya mendidih mendengar ucapan Arya. Matanya menatap tajam ke arah pria itu, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari mulutnya."Apa maksudmu dengan mengatakan aku tidak bisa merawat anakku sendiri?" suaranya bergetar, menahan kemarahan yang siap meledak. "Sejak kapan kau peduli, Mas? Sebelum kita bercerai, di mana kau saat Sheira sakit? Di mana kau saat dia menangis mencari ayahnya?"Arya mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Jangan membalikkan keadaan, Shena. Aku tidak pernah menelantarkan Sheira!"Shena tertawa miris. "Oh, ya? Lalu kenapa selama ini kau tidak pernah menanyakan keadaannya? Kenapa harus menunggu sampai dia terbaring di ranjang rumah sakit baru kau muncul dan bersikap seperti seorang ayah yang bertanggung jawab?"Arya terdiam. Ia tahu Shena benar. Tapi egonya tak membiarkannya mengakui kesalahannya begitu saja."Aku tidak tahu dia sakit," jawab Arya akhirnya, suaranya sedikit melembut. "Jika aku tahu, aku tidak akan tinggal di

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 76. SHEIRA MASUK RUMAH SAKIT

    Arya ingin mengomel lebih banyak, tapi tangis Arvi kembali pecah. Ia menambah kecepatan mobilnya.Sesampainya di rumah sakit, seorang perawat segera membawa Arvi ke ruang pemeriksaan. Arya dan Vidya bergegas mengikuti, wajah mereka penuh kecemasan.Seorang dokter anak datang tak lama kemudian. Wanita berusia sekitar 40-an itu memeriksa Arvi dengan saksama, menyentuh dahinya, membuka popoknya, lalu memeriksa tenggorokannya dengan senter kecil."Demamnya tinggi, hampir 39 derajat. Sejak kapan mulai rewel begini?" tanya dokter itu sambil mencatat sesuatu di clipboard."Sejak tadi siang, Dok," jawab Vidya dengan cepat. "Tapi dari tadi malam Arvi udah mulai susah tidur."Dokter mengangguk. "Apakah dia masih mau menyusu?"Vidya menggeleng. "Nggak, Dok. Aku udah coba berkali-kali, tapi dia nolak terus."Dokter terlihat berpikir sejenak, lalu berkata, "Dari gejalanya, kemungkinan besar ini infeksi saluran pernapasan atas. Biasanya pada bayi seusia ini, bisa disebabkan oleh virus atau bakteri.

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 75. ARVI DEMAM

    Arya menghela napas panjang saat mobilnya melaju di jalan raya yang mulai ramai oleh kendaraan sore itu. Matanya masih terlihat kosong, pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Shena dan Sheira yang kini tampak bahagia bersama Ervan. Dadanya sesak, tapi ia berusaha mengabaikan perasaan itu.Di sampingnya, Anna melirik Arya sekilas. Ia bisa melihat betapa terpukulnya sang adik tahu bahwa tak ada gunanya terus membahas hal itu sekarang. Yang terpenting, Arya harus menenangkan diri dan tidak bertindak gegabah."Arya, tolong antar ke rumah Mbak saja. Hari ini Mas Lukman mau mengantar Luna ke rumah," ucap Anna dengan lembut, menyebut nama putrinya.Arya mengangguk tanpa banyak bicara. Ia tahu betapa pentingnya momen itu bagi Anna. Setelah perceraian, Anna dan mantan suaminya memang sepakat untuk tetap berbagi waktu dengan Luna, meskipun hubungan mereka tidak bisa dibilang baik."Tapi setelah itu, kamu langsung pulang, ya?" lanjut Anna, menatap Arya dengan khawatir.Arya hanya diam, tidak me

  • KUJADIKAN KAU BABU JIKA INGIN JADI MADUKU   BAB 74. PENYESALAN ARYA

    Dua minggu telah berlalu sejak Arya dan Anna menyerahkan sampel DNA ke laboratorium di rumah sakit. Selama dua minggu ini, Arya mencoba menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia tetap bekerja, tetap pulang ke rumah setiap malam, dan tetap berusaha untuk bersikap normal di hadapan Vidya. Tapi jauh di dalam hatinya, ada sebuah ketakutan yang terus menghantui. Pagi itu, ponselnya bergetar saat ia sedang duduk di meja makan, menyeruput kopi yang terasa hambar di lidahnya. Layar ponsel menampilkan nama sebuah rumah sakit. Saat itu pula, jantungnya langsung terasa berdetak lebih cepat."Halo?" suaranya terdengar sedikit bergetar._"Selamat pagi, Bapak Arya. Kami dari bagian laboratorium Rumah Sakit Sumber Medika. Hasil tes DNA Anda sudah keluar dan bisa diambil hari ini."_Mendengar informasi tersebut, Arya menelan ludahnya. "Baik, nanti siang akan saya ambil."Setelah menutup telepon, Arya menatap kosong ke depan. Vidya, yang sejak tadi duduk di seberangnya sambil menggendong Arvi, menyada

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status