Selamat siang💖Bantu vote yah kak😌🤗
"Nadia sakit Hidrosefalus namanya. Itu karena adanya ketidakseimbangan antara produksi dan penyerapan cairan di dalam otak. Akibatnya, cairan di dalam otak terlalu banyak dan membuat tekanan dalam kepala meningkat." Aditya mengangguk-angguk fokus mendengarkan. "Itu kira-kira kenapa ya? Kasihan banget. Masih bayi gitu." Aditya melirik sepintas pada Nadia yang di dalam gendongan. "Karena kondisinya sejak baru dilahirkan, besar kemungkinan karena adanya infeksi saat hamil," jawab Dahlia mengingat-ingat ucapan dokter. Tangan Aditya mengetuk-ngetuk stir berpikir. Lagi, dia menoleh pada Nadia. Ia menatap bayi itu beberapa detik lalu kembali fokus menyetir. "Terus langkah pengobatannya gimana?" "Hanya ada satu jalan, dengan operasi, agar kadar cairan di otaknya seimbang." Aditya terdiam sejenak. Ada rasa iba dalam dirinya pada Nadia bayi yang sedang berjuang hidup. "Terus gimana!? Dokter bilang apa?!" "Operasi apa mungkin namanya. Ntar ada selang khusus yang di dalam kepala gitu
"Sa-saya izin ke toilet, Pak!" ujar Belinda menaikan sedikit tangannya menatap ke arah Pak Nyoman berdiri. Tanpa menunggu respon atasannya, Belinda langsung keluar dari ruangan itu.Berkali-kali Belinda mencoba mengeluarkan isi perutnya karena merasa sangat mual. Rasa kaget membuat perutnya tak nyaman. Di dalam hatinya ada amarah yang luar biasa hingga ia tak sanggup lagi menahan."Ini gila! Serius, ini benar-benar gila! Bagaimana babu itu selalu merebut apa yang aku sukai?! Bahkan sejak SD, guru lebih banyak memperhatikan dia daripada aku. Padahal dia perempuan miskin! Aku benci wanita itu sampai ubun-ubunku!""Huwwwweeek!"Belinda mengusap mulutnya. Sekali lagi, ia mencoba mengeluarkan isi perutnya namun tidak mampu. Tak ada muntahan tapi rasa ingin muntah seperti terus mengaduk-aduk perutnya."Gak mungkin! Aku gak terima. Aditya dan Dareen, dua cowok kaya, penguasa
@Kediaman Hadi Pratama, Founder Central Glory"Tuan dan Nyonya sedang tidak di rumah," jawab Parjo agak sinis. Ia masih mengingat dua wajah perempuan yang menghina Tuan Muda-nya."Saya mau ketemu Mas Aditya, Pak! Saya sekretaris di kantornya," ujar Belinda menegakkan tubuhnya."Apa Mbak sudah punya janji?!"Belum sempat Belinda menjawab, Aditya muncul dari balik pintu mewah rumah itu."Tak perlu ada janji untuk orang yang pernah jadi yang spesial," ujar Aditya mendekat. Belinda dan Yuni melebarkan matanya karena gembira."Silahkan masuk!" seru Aditya mempersilakan dengan senyum merekah.Yuni dan Belinda melenggang masuk dengan percaya diri. Mereka kompak mencebik Parjo, melirik laki-laki itu dengan sinis."Mari! Ini adalah ruangan pribadiku! Sejenis ruang kerja," ujar Aditya s
POV 1 (ADITYA) "Auuhhh, manis sekali kalian," desisku menatap layar cctv. Aku sedari tadi menikmati detik-detik yang serasa sedang makan es krim. Manis, sejuk dan meleleh di hatiku. Sepertinya Penguasa Alam ingin aku melihat dengan detail bagaimana ibu dan anak itu terkejang-kejang dengan pemandangan di depannya. Akhirnya sempurna, telah kubeli kontan kesombongan kalian! Aku tak keberatan ditolak saat melamar, tapi aku sangat tak terima bila dihina. Aaah rasanya aku ingin terus menerus membuatnya kehabisan nafas. Tapi sayang, amunisiku sudah habis. Saatnya aku kembali ke ruangan itu. "Tuan, kami pamit. Tugas kami sudah selesai hari ini. Tuan Muda tinggal menghubungi boss kami kalau mau dibantu antarkan ke rumah mempelai wanita," ujar salah satu laki-laki yang mengantarkan pesananku. Aku mengangguk. Kakiku melangkah menuju ruang kerja tempat mantanku dan ibunya. Perasaanku membuncah, bahkan udara saja terasa sangat manis. "Maaf, harus membuat kalian menunggu. Tadi aku harus
"Hallo, Pak Man. Aku minta dipercepat saja. Nanti sore langsung acara nikahnya. Antri nomor? Minimal 10 hari? Gak bisa nembak? Ya sudah. Oke."Kuusap wajahku kasar. Kalau memang tidak bisa daftar KUA menikah hari ini, aku masih ada cara lain. Takkan kubiarkan nenek peot dan anaknya itu menghancurkan rencanaku. Kalian akan kejang-kejang secepatnya. Lihat saja! Beraninya mengancamku."Hallo. Ya. Kenapa menolak panggilan vidio callku? Gimana? Apa mereka sudah mulai menghiasi rumahmu? Nanti sore aku akan datang melamar. Iya! Nanti sore dengan lusa sore sama saja. Hallo! Hallo!"Gadis menyebalkan. Dia mematikan panggilanku. Aku tak peduli. Perang dingin ini harus segera kumenangkan agar berakhir. Segera kuhubungi WO yang mengurus hantaran ini."Aku ingin acaranya dilaksanakan sore ini juga. Kerahkan semua karyawanmu sekarang.
erlihat wajah keterkejutan dari laki-laki berkumis itu. Beberapa orang berbisik padanya lalu salah satunya mendekatiku."Pak Tarno mau bicara, ada yang ingin disampaikan," ucapnya padaku hampir tak terdengar.Aku hanya mengangguk lalu meletakkan pengeras suara. Jika sudah setuju, mengapa tak langsung mengatakan iya?"Nak, kita bicara di dalam sini dulu sebentar," ujar Bu Marni mendekatiku.Tampak Pak Tarno juga Dahlia mengikuti kami masuk ke dalam ruangan. Aku rasa itu kamar Dahlia. Ada foto gadis itu tanpa hijab. Dahlia segera menelungkupkan fotonya dengan cepat. Ck! Lelucon."Kenapa Nak Aditya tak memberitahu kalau mau langsung akad?" tanya Bu Marni dengan suara lembut."Bukankah mempercepat hal baik itu baik?" tanyaku berbalik.Dahlia menatapku tajam."Tapi proses per
Yuni turun dari mobil. Sembari menunggu Belinda mematikan mesin mobil, ia mengedarkan pandangannya pada lalu lalang orang yang ramai membawa jajan kotak juga minuman kemasan botol."Bel, ada apaan ya? Kok pada rame gitu!? Ada acara syukuran atau apa ya?""Mama tanya aja. Oh ya, barangku sudah Mama turunin?" tanya Belinda dan rupanya ia sudah tak menemukan ibunya. Nampak di luar gerbang, Yuni sedang berbincang."Gak pernah gak kepo Mama ini. Mana lagi belanjaanku ya?"Belinda memeriksa kursi belakang. Ia dan ibunya baru saja membuang emosi dengan berbelanja. Tiba-tiba bokongnya ditarik ibunya sembari histeris."Belinda!!! Belinda!!! Gawat Bel!""Apa sih, Ma?! Sakit iih!" Belinda menggosok kepalanya karena baru saja membentur bagian atas pintu mobilnya."Bel! Bel ... Mama mau pingsan ini, Bel!"Yuni menarik nafasnya berkali-kali lalu membuangnya dengan cepat."Mama kenapa?!" Belinda memegang b
"Mereka pasti hancur, Ma," timpal Belinda namun bulir bening di kelopak mata gadis itu tak bisa dibendungnya. Ia menangis dan kali ini sangat memilukan hati setiap telinga yang mendengar. Rasa di dalam dadanya hampa seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. "Tenanglah sayang, kamu pasti bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari Aditya," ujar Yuni menenangkan anak gadisnya. "Tapi mengapa harus dengan Dahlia, Ma!? Harusnya aku yang di sana dengan cincin berlian itu, dengan semua hantaran dan lamaran itu. Harusnya aku yang jadi Nyonya Central Glory! Harusnya aku, Ma!" teriak Belinda histeris. "Sabar sayang, sabar." Yuni hanya bisa mengelus kepala putrinya yang menangis sesegukan tak henti. Andai ia pun bisa memutar waktu, ingin rasanya saat hari lamaran itu, mulutnya disumpal saja dengan lakban hitam. Tapi semua tak mungkin. Hatinya pun tak kalah sakitnya, jika membayangkan Marni Si Tukang Cuci itu sekarang jadi orang kaya. Sedangkan di sisi lain, Tarno gelagapan