BAB 2
AWAL PEMBALASANSetelah bersiap, Kienan segera berangkat ke kantor dengan diantar Pak Anton, sopir pribadi keluaganya.. Lalu lintas pagi ini padat merayap. Meskipun begitu, tetap tak menyurutkan langkah para anak manusia untuk mengais rezeki. Kienan memanfaatkan waktu untuk memejamkan mata sejenak.Semalam, matanya tak dapat terpejam. Bayang-bayang penghianatan Akbar maaih terpampang nyata di pelupuk mata.Tepat satu jam perjalanan, mereka telah sampai di kantor. Satpam yang melihatnya tampak terkejut."Selamat pagi, Bu Kienan!" sapa satpam tersebut."Selamat pagi, Pak!" sahutnya ramah.Sepanjang jalan menuju ruangan direktur, para karyawan menunduk hormat menyapanya."Annisa, ke ruangan saya sekarang!" ucap Kienan kepada sekretaris Akbar."Baik, Bu!" jawab Annisa gugup.Dia tidak menyangka, pagi ini ada kunjungan mendadak dari big bos.Tok … tok … tok …."Masuk!" teriak Kienan dari dalam ruangan Akbar."Pak Akbar tidak masuk?" tanya Kienan."Tidak, Bu. Sudah tiga hari beliau tidak ke kantor.""Kenapa?""Saya kurang tahu, Bu. Sebenarnya …." Annisa tidak meneruskan kalimatnya."Sebenarnya ada apa? Katakan saja!""Sebenarnya … beberapa bulan terakhir, Pak Akbar jarang masuk kantor.""Apa? Bagaimana bisa? Lalu, bagaimana dengan semua urusan kantor?""Semuanya diserahkan kepada pak Wisnu, Bu," jawab Annisa ragu-ragu.Kienan menghela nafas kasar."Umumkan kepada semua kepala divisi. Kita rapat tiga puluh menit lagi.""Baik, Bu."**********"Mas, Kienan bagaimana?" tanya Rachel."Dia minta cerai," jawab Akbar."Lalu, kamu kabulkan?" tanya Rachel lagi."Iyalah. Mau bagaimana lagi. Memang itu maunya dia.""Mas gak nyesel melepas dia?""Mas akan lebih menyesal kalau harus melepas kamu dan anak kita."Rachel tersenyum penuh kemenangan. Dia bersandar di dada Akbar."Mas gak ngantor hari ini?" tanya Rachel lagi."Gaklah. Lagi males. Sudah ada yang menghandel, tenang saja.""Enak banget yang jadi bos. Tinggal ongkang-ongkang saja, uang mengalir sendiri."Akbar tertawa."Tentu saja! Semua ini nantinya buat kamu dan anak kita. Kamu mau minta apa pasti aku kasih.""Terimakasih, sayang!" Cup. Rachel mengecup pipi Akbar."Sayang, bagaimana kalau hari ini kita belanja untuk kebutuhan anak kita?" usul Rachel."Boleh juga, tuh! Apa kamu gak capek jalan keliling mall dengan perut besar gitu?" tanya Akbar."Gak dong, sayang! Kan, demi anak kita! Aku ingin memilih sendiri pernik-pernik untuk dia!" ujar Rachel sembari mengelus perutnya."Ya udah, siap-siap dulu gih! Habis ini kita berangkat!""Siap,Bos!"***********Pagi ini, rapat akan segera dimulai. Seluruh kepala divisi sudah berkumpul."Selamat pagi semuanya!" sap Kienan kepada para staffnya."Selamat pagi, Bu!" jawab mereka serentak."Disini saya akan mengumumkan bahwa jabatan direktur mulai hari ini saya ambil alih. Semua laporan harus menggunakan tanda tangan saya, termasuk penarikan dana perusahaan. Sekarang, saya minta kalian menyiapkan laporan semua divisi selama tiga bulan terakhir. Saya tunggu di meja saya. Selamat pagi!"Setelah selesai menyampaikan tujuannya, Kienan bergegas kembali ke ruangannya.Kienan memijit pelipisnya. Dia merasa pusing. Di awal kehamilannya, bukannya mendapat perhatian dari suaminya, dia malah dihadapkan pada masalah besar.Tok … tok … tok …."Masuk!" teriak Kienan.Annisa masuk bersama seorang office boy."Bu, saya bawakan teh hangat. Sepertinya, ibu kurang sehat.""Terimakasih, Nis.""Sama-sama, Bu. Apa Ibu sudah sarapan? Apa mau saya pesankan makanan?" tawar Annisa."Tidak perlu. Duduklah, ada yang ingin saya tanyakan!"Annisa duduk di kursi di hadapan Kienan."Ada apa, Bu?""Saya mau tanya. Tolong jawab jujur. Apa benar bapak sering tidak masuk kantor?" tanya Kienan."Iya, Bu!" jawab Annisa sambil menunduk."Apa akhir-akhir ini ada perempuan yang sering menemui bapak di kantor?" tanya Kienan lagi."Jangan takut. Jawab saja pertanyaan saya dengan jujur," imbuhnya."Sebenarnya, sudah cukup lama, Bu, wanita itu sering kesini," jawab Annisa ragu-ragu."Sejak kapan?""Sekitar enam bulan yang lalu.""Apa yang dia lakukan disini?""Dia mengaku sebagai kekasih Bapak, Bu. Bapak melarang kami semua buka mulut, kalau tidak, kami akan kehilangan pekerjaan. Maafkan kami, Bu. Kami tidak berani memberitahu Ibu. Tapi, kami senang, hari ini Ibu datang ke kantor lagi," ujar Annisa masih sambil menunduk."Mulai sekarang, jangan takut. Tolong, laporkan semua hal yang berhubungan dengan bapak. Kamu tidak akn dipecat, karena perusahaan ini milik saya. Sebaliknya, kalau ketahuan kamu masih memihak padanya, aku tak segan-segan memecat kamu dengan tidak hormat. Mengerti kamu?""Iya, Bu. Saya mengerti. Mulai hari ini, saya akan menjadi tangan kanan Ibu.""Bagus. Oya, apa bapak sering menarik uang perusahaan?" tanya Kienan lagi. Kienan merasa, pasti Akbar mengambil uang perusahaan untuk membiayai wanita itu."Iya, Bu. Akhir-akhir ini, Bapak lebih sering mengambil uang dari bendahara dalam jumlah yang tidak wajar. Jika tidak diberi, beliau akan marah-marah."Kienan menghela nafas lelah."Tolong panggilkan pak Firman kemari!""Baik, Bu!"Annisa segera undur diri dan kembali ke ruangannya. Tak lama kemudian, pak Firman sudah hadir di ruangan Kienan. Pak Firman merupakan pengacara perusahaan."Pak, tolong bantu saya untuk memblokir semua kartu kredit dan debit milik pak Akbar. Semuanya, tanpa kecuali.""Baik, Bu. Ada lagi?""Iya. Carikan tim audit terbaik. Saya mau keuangan perusahaan diaudit.""Kenapa bukan tim kita sendiri, Bu? Kita juga punya tim audit.""Pak Akbar dan Pak Rama teman dekat. Saya curiga mereka terlibat.""Baik, Bu. Akan segera saya laksanakan. Ada lagi, Bu?”“Tidak. Saya rasa sementara sudah cukup. Kalau ada perlu lagi, saya akan memanggil Bapak,” sahut Kienan.“Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi. Selamat siang!” pamit Pak Firman.Tunggu saja, Mas. Pembalasan baru saja akan dimulai. Aku tidak akan membiarkan uang perusahaanku kau gunakan untuk menghidupi gund*kmu itu.Aku pastikan, aku akan mengambil semua yang sudah kau curi dariku.************************"Pak, tolong bantu saya untuk memblokir semua kartu kredit dan debit milik pak Akbar. Semuanya, tanpa kecuali.”"Baik, Bu. Ada lagi?""Iya. Carikan tim audit terbaik. Saya mau keuangan perusahaan di audit.""Kenapa bukan tim kita sendiri, Bu? Kita juga punya tim audit.""Pak Akbar dan Pak Rama teman dekat. Saya curiga mereka terlibat.""Baik, Bu. Akan segera saya laksanakan. Ada lagi, Bu?”“Tidak. Saya rasa sementara sudah cukup. Kalau ada perlu lagi, saya akan memanggil Bapak,” sahut Kienan.“Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi. Selamat siang!” pamit Pak Firman.Tunggu saja, Mas. Pembalasan baru saja akan dimulai. Aku tidak akan membiarkan uang perusahaanku kau gunakan untuk menghidupi gund*kmu itu.Aku pastikan, aku akan mengambil semua yang sudah kau curi dariku.Setelah pak Firman pergi, Kienan kembali berkutat dengan berkas-berkas dari sekretaris Akbar. Dia terlalu lama meninggalkan urusan kantor. Dia lebih suka berkutat dengan urusan rumah dan yayasan amal milik keluarganya, sehingga banyak berkas-berkas yang harus dia pelajari.Setelah berkutat cukup lama dengan berkas-berkas tersebut, Kienan menyandarkan kepalanya di kursi. Dia merasa pening.Tidak lama kemudian, berkas-berkas yang dia minta dari para kepala divisi datang. Melihat setumpuk berkas, kepalanya semakin pening.Sebagai wanita hamil, apalagi kehamilan ini yang pertama dan sangat ditunggu-tunggu,dia ingin dimanja. Sayang, keadaannya sekarang sudah berbeda. Dia harus berjuang seorang diri.Kalau seandainya orang tuanya masih ada, pasti dia punya tempat untuk berbagi. Mereka tidak akan membiarkan punya semata wayang mereka menanggung beban itu seorang diri. Tak terasa, air matanya menetes. Kienan merindukan orang tuanya.Setelah cukup beristirahat, dia membuka berkas-berkas itu lagi. Hal pertama yang dia buka adalah berkas dari divisi keuangan.Tepat seperti dugaannya, ada banyak kejanggalan. Ada pembelian sepuluh unit AC, lima belas komputer, pengambilan tunai dalam jumlah banyak, dan masih banyak lagi.Kienan bisa mengatakan hal itu merupakan kejanggalan karena menurut laporan Akbar selama ini, perusahaan sedang mengalami penurunan, sehingga mereka harus mengurangi pengeluaran, termasuk biaya model untuk iklan.Tetapi,di laporan tersebut, ada biaya model iklan yang jumlahnya tiga kali lipat dari biasanya.Kienan menghela napas kasar. Kalau seperti ini, perusahaannya bisa bangkrut.BAB 3MEMBLOKIR KARTU MILIK AKBARKienan bisa mengatakan hal itu merupakan kejanggalan karena menurut laporan Akbar selama ini, perusahaan sedang mengalami penurunan, sehingga mereka harus mengurangi pengeluaran, termasuk biaya model untuk iklan. Tetapi,di laporan tersebut, ada biaya model iklan yang jumlahnya tiga kali lipat dari biasanya.Kienan menghela napas kasar. Kalau seperti ini, perusahaannya bisa bangkrut.Perusahaan tersebut adalah peninggalan orang tuanya. Dulu, mereka merintis semuanya dari nol. Dia masih ingat, saat itu ia berusia lima tahun saat papanya di PHK dari perusahaan tempatnya bekerja. Berbekal uang pesangon dan menjual sawah peninggalan kakek nenek Kienan, papanya merintis usaha sendiri. Jatuh bangun pernah mereka rasakan.Saat Kienan kelas satu SMP, perusahaan milik papanya perlahan mulai merangkak. Sedikit demi sedikit, kehidupan ekonomi meningkat.Melihat perjuangan berat orang tuanya dan dia sebagai anak satu-satunya, Kienan kuliah mengambil jurusan man
BAB 4TIM AUDITMendengar ada kehebohan, Pak Wisnu segera keluar dari ruangan wakil direkturnya menemui mereka."Selamat pagi, pak Firman!" sapa pak Wisnu."Selamat pagi, Pak Wisnu! Apa kabar?" tanya pak Firman ramah."Siapa mereka?" tanya pak Wisnu tanpa basa-basi."Oh … mereka tim audit. Saya kesini mengantar mereka," jawab pak Firman tenang."Apa? Bagaimana bisa anda membawa orang luar untuk melakukan audit di perusahaan kita?" protes pak Wisnu."Maaf, pak Wisnu. Ini sudah kebijakan dari Bu Kienan. Beliau sudah memberikan surat perintah kepada mereka," jawab pak Firman. "Kenapa bukan orang-orang kita yang melakukannya? Perusahaan kita punya punya tim sendiri dan mereka lebih berpengalaman. Mereka hanya anak kemarin sore," protes pak Wisnu."Kalau mengenai hal itu, silahkan tanyakan Bu Kienan sendiri."Pak Wisnu mendengus kesal mendengar jawaban itu. Dia masih belum puas. "Maaf, pak Wisnu. Saya permisi! Masih ada hal lain yang harus saya kerjakan!" Pak Firman berpamitan kepada pa
BAB 5KIENAN PINGSAN"Kami akan melakukan penelusuran lebih lanjut. Dana tersebut ada yang ditarik tunai, ada juga yang masuk ke beberapa rekening. Beri kami waktu dua Minggu. Kalau tidak ada kendala, kita sudah bisa menemukan tersangkanya.""Baik, Pak Nizam. Saya percayakan masalah ini kepada Anda.""Baik, Bu! Terimakasih! Kalau begitu, saya permisi! Selamat siang!" Mereka berjabat tangan."Selamat siang, pak Nizam!" Kienan mengantar pak Nizam hingga ke pintu.Saat hendak membuka membuka pintu, tiba-tiba, kepalanya terasa pusing. Dia yang tidak siap, akhirnya terjatuh.Sebelum benar-benar kehilangan kesadarannya, Kienan merasakan seseorang menangkap tubuhnya dan memanggil-manggil namanya. Setelah itu, semua menjadi gelap. Nizam membopong tubuh Kienan dan menidurkannya di sofa, kemudian memanggil Annisa. Tak lama kemudian, Annisa datang.Mereka berusaha menyadarkan Kienan dengan menepuk-nepuk pipinya dan memberi minyak kayu putih. Tak lama kemudian, perlahan Kienan mulai membuka ma
BAB 6RENCANA RACHELSetelah keluar dari rumah Kienan, Bu Ana dan Aira menuju rumah Rachel."Bu, kita kemana sekarang?""Kita ke rumah Rachel mengantar barang kakakmu, sekalian minta uang belanja," jawab Ibunya. Aira mengarahkan mobilnya menuju rumah Rachel. Mobil itu pemberian Kienan saat Aira awal masuk kuliah. Saat itu, Aira merengek minta dibelikan mobil. Dengan segala upaya, Ibunya membujuk Kienan agar mau membelikannya.Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di tujuan."Akbar!" teriak Ibunya begitu memasuki rumah."Ibu? Tumben kesini?" tanya Rachel. Dia terkejut mendengar ribut-ribut di depan, jadi dia bergegas keluar. "Memangnya gak boleh? Ini kan, rumah Akbar juga. Dia yang beli," jawab Bu Ana sewot. Dia segera duduk di ruang tengah."Kok gitu sih, Bu, jawabnya!? Aku kan, tanya baik-baik!" ujar Rachel."Bibi!" teriak Bu Ana.Bi Murni tergopoh-gopoh berlari ke depan. "Iya, Bu! Ada apa?"tanya bi Murni."Buatkan saya jus jeruk, sekalian bawakan camilan juga!" perintah Bu An
BAB 7MENGAJUKAN GUGATAN CERAI (RATE 21+)Kienan dan pak Firman segera masuk ke dalam ruangan. "Ada apa bu Kienan memanggil saya? Ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Pak Firman."Begini, Pak! Saya ingin mengajukan gugatan cerai. Apakah pak Firman bisa membantu saya?" tanya Kienan."Tentu, Bu! Apa Ibu sudah menyiapkan berkasnya?""Sudah, pak!" jawab Kienan sembari menyerahkan map berisi berkas-berkas.Pak Firman mengecek kelengkapan berkas tersebut.Tok ... tok… tok…."Masuk!" ucap Kienan."Ini, Bu, kopi dan tehnya!" ucap OB tersebut, lalu meletakkan di hadapan mereka. "Terimakasih, mas!""Sama-sama, Bu! Permisi!" OB tersebut meninggalkan ruangan."Bagaimana, Pak?""Ini sudah lengkap, Bu! Saya akan mengurusnya! Kalau boleh tahu, apa alasan gugatan perceraian ini?" tanya Pak Firman.Kienan menceritakan kejadian pertemuan mereka di rumah sakit dan talak dari Akbar. Pak Firman mengangguk tanda mengerti. "Alasan Ibu bisa diterima! Baik, Bu! Akan segera saya proses!" ujar Pak Firman."
BAB 8SUAP"Pak Nizam yang menolong saya tadi?" tanya Kienan.Nizam menangguk."Kebetulan tadi saya di lokasi kejadian," jawabnya.Kienan terdiam sambil mengelus perutnya."Kandunganku …?""Kandunganmu baik-baik saja. Hanya pesan Dokter, harus dijaga hati-hati.""Terimakasih banyak, Pak!"Kienan menghembuskan napas lega.Tok … tok … tok ….Pintu ruangan Kienan diketuk. Mereka berdua menoleh. Tampak Annisa disana."Selamat siang, pak Nizam! Maaf, jadi merepotkan Anda!" sapa Annisa. "Gak papa! Kebetulan saja saya di lokasi kejadian," jawab Pak Nizam. "Selamat siang, Bu Kienan! Bagaimana keadaan Ibu?" sapa Annisa.Kienan tersenyum."Maaf, Pak Nizam! Bu Kienan biar saya yang menemani. Sebentar lagi keluarganya juga akan datang. Terimakasih atas bantuannya tadi!" ucap Annisa."Baiklah! Kalau begitu, saya permisi! Selamat siang, Bu Kienan! Semoga cepat sehat kembali!""Terimakasih, Pak Nizam!"Pak Nizam meninggalkan kamar Kienan. Kini, tinggal mereka berdua. "Tadi, saya sudah menghubungi
BAB 9SURAT PANGGILAN"Kata pak Nizam, disana nampak mobil tersebut parkir cukup lama sebelum mencoba menabrak Ibu. Semua sedang ditangani pihak kepolisian. Mereka yakin, ini percobaan pembunuhan. Semoga pelakunya segera ketemu.""Iya. Saya juga penasaran, siapa yang bisa begitu jahat sama saya."Tok … tok … tok ….Annisa bergegas membuka pintu. "Selamat pagi, Pak Nizam! Selamat pagi, Pak Firman!""Selamat pagi juga, bu Nissa!" ujar Pak Nizam sembari mengulas senyuman, lalu masuk ke dalam ruangan. "Selamat pagi, Bu Kienan!" ucap pak Nizam dan pak Firman bersamaan."Selamat pagi, Pak Nizam! Selamat pagi, pak Firman. Silahkan duduk! Nis, tolong mintakan kopi sama OB ya!""Iya, Bu!""Bagaimana, Pak hasil penyidikannya?" tanya Kienan setelah mereka duduk dihadapannya. "Untuk kasus tabrak lagi, pihak kepolisian mengalami jalan buntu. Mobil tersebut ternyata mobil curian. Jadi, mereka tidak bisa melacaknya. Tapi, mereka masih terus menyelidiki kasus itu," jawab pak Firman."Lalu, masalah
BAB 10SIDANG MEDIASIBergegas dia bangkit dan kembali ke mobilnya. Sepanjang jalan,dia mencoba berpikir. Apa yang harus dia lakukan? Dia harus bisa mendapatkan hati Kienan lagi. Dia tidak mau dipenjara.Kring …Ponsel Akbar berbunyi. Segera, dia mengangkatnya."Halo … sayang kamu dimana?" tanya Rachel panik."Aku masih di jalan, sayang. Ini mau pulang. Ada apa? Kenapa kamu panik gitu?" jawab Rachel."Sayang … tolong … perut aku sakit banget!" ujar Rachel."Sayang … kamu tenang dulu, oke? Sebentar lagi aku sampai!"Akbar mengemudikan mobilnya dengan kencang. Beruntungnya, lalu lintas sedang lancar. Tak sampai setengah jam, dia sudah sampai di depan rumah. "Sayang! Rachel! Kamu dimana?" teriak Akbar.Bi Murni tergopoh-gopoh berlari ke depan."Maaf, Pak Akbar. Saya tadi sedang di belakang. Tidak mendengar Ibu memanggil saya." Bi Murni memberi penjelasan."Dimana Ibu sekarang?" tanya Akbar."Di kamarnya, Pak!"Akbar segera berlari ke kamar."Sayang … kamu gak papa?" tanya Akbar panik."