“Apa kamu pikir dengan menghukumnya akan mengembalikan kepercayaan orang kepadku?! Tidak clarista! Kamu pikir menghukum seseorang gak pake duit?” tanyaku dengan kesal kepada wanitaku.“Kamu’kan punya banyak uang!”“Vania sudah mebekukan seluruh akses keuanganku. Aku tidak punya uang sepeserpun! perusahaanku diambang kebangkrutan! Seluruh investor akan menarik sahamnya! Aku bisa gila Clarista!” aku memukuli kepalaku yang terasa berat. Beban yang menghimpit membuat dadaku terasa hampir meledak.“Jadi kau benar-benar miskin sekarang?!” tanya Clarista dengan wajah memucat.“Ya. Aku jadi lelaki kere seperti yang dikatakan oleh Vania! Dia benar-benar membuktikan kata-katanya! Semua karena kertas sialan itu! Cepat sekali Vania mengurusnya! Haach!” kembali aku kesal dan memukul meja kayu yang ada di hadapanku.“Lalu bagaimana nasib kita. Aku juga bangkrut. Tak ada lagi orang yang mau mengontrakku. Aku gak mau miskin, Mas, aku gak mau. Ayo, kembalikan semua seperti dulu. Kau pasti bisa. Aku ga
“Rumah ini milikku! Cepat buka pintunya! Kita selesaikan masalah secepatnya!” teriak Hendra sambil terus menggedor pintu seperti orang kesetanan.“Dengar, Hendra. Tak ada tempat untukmu di sini! Rumah ini sudah menjadi milikku! Kau tak bisa lagi masuk ke rumah ini, tanpa seijinku!” jawabku tak kalah sengit. Enak saja dia mau kembali ke sini setelah apa yang terjadi.“Tidak bisa! aku yang bekerja keras dengan membeli rumah ini! Takkan kubiarkan kau menang, Vania! Cepat buka pintunya! Hadapi aku kalau kau berani!”Hendra berteriak seperti orang gila. Kalau tidak kubuka pintu, pasti dia mengira aku takut padanya. Segera memutar kunci.Belum sempat aku membuka pintu, Hendra mendorong pintu dengan kuat. Untung saja tak sampai membuatku terjatuh.Dengan tiba-tiba dia mencekik leherku hingga aku nyaris kehabisan napas. Benar-benar tak menyangka akan mendapat serangan mendadak seperti ini dan membuatku tak berdaya.“Lepaskan!” aku berusaha melepaskan diri. Pria di hadapan mendorongku hingga
Tiba-tiba dadaku terasa membara. Menatap keduanya bergantian untuk membaca sesuatu yang tersirat pada wajah. Sayangnya tak sedikitpun aku bisa membaca isyarat pada wajah Hendra ataupun Hana.“Nanti aku jelaskan kepadamu, Vania! Jangan percaya dengan apapun yang keluar dari mulut suamimu!”“Kau bisa saja menutupinya. Tapi tidak denganku. Dulu aku masih menghargai Vania sebagai istriku. Tapi sekarang tidak lagi. Semua akan kubongkar di sini!”“Silakan! Aku juga sudah siap. Tapi ingat, kau harus bicara sejujurnya! Termasuk dengan penipuan yang kau lakukan kepada keluargaku! Bersiaplah masuk penjara!” jawab Hana dengan kesal.Wajah Hendra berubah masam. Dia bergeming seperti memikirkan sesuatu. Tak lama kemuadian dia membusungkan dada sembari melipat kedua tangan di depan dada.“Aku akan pergi! Tapi ingat, aku akan membalas perbuatan kalian!” Pria itu membalikkan badan dan berlalu meninggalkan kami. Sengaja kubiarkan.Kali ini tatapan mataku fokus kepada sahabatku. Dia hanya menundukkan k
Hana menangkap satu bantal yang kulempar lalu membuang ke lantai. Tatapan matanya sangat sulit di artikan. Dia pasti sedang berusaha untuk meminta maaf kepadaku. Aku takkan pernah mau memaafkannya.“Cepat pergi! Jangan harap aku akan memaafkan penghianat sepertimu!” teriakku kembali.“Vania. Aku takkan meminta maaf padamu. Semua kejadian di masalalu bukan salahku. Seandainya kau tahu cerita yang sebenarnya, seharusnya aku yang menyabut dirimu sebagai penghianat. Permisi!”Hana membalikkan badan dan berlalu. Aku mencoba mencerna ucapannya. Apa maksudnya dengan semua itu. Bukankah dia yang sudah menghianatiku, tapi kenapa seoalah dia yang akan menghakimiku. Apa sebenarnya yang terjadi. Semua ini membuat kepalaku seperti mau pecah. “Hana. Tunggu!” Aku berteriak, mencoba menghentikan langkah wanita yang paling mengerti tentang diriku. Hana terus melanjutkan langkah, tak peduli dengan panggilanku.“Hana! berhenti! Dengarkan aku!” kembali menyeru. Sayangnya, orang yang sangat kusayangi tet
“Hana. Tolong, maafkan aku. Kenapa kau tak pernah bercerita sebelumnya kepadaku. Kalau kau cerita, mungkin aku akan meninggalkan Hendra.” Aku bersimpuh di kaki Hana untuk meminta maaf darinya.Hana menyingkirkanku dan menarik kakinya. Aku terus mengejar dan kembali bersimpuh di kakinya. Aku benar-benar manusia tak berperasaan. Seandainya dulu tahu kejadian sebenarnya, tentu aku takkan menikah dengan pria penghianat itu.“Vania. Aku selalu mementingkan persahabatan kita. Lagipula, adikku juga sangat membenci hendra. Namun karena benih hendra yang berkembang pada rahim adikku, hingga terpaksa adikku mau dinikahkan dengannya. Ingin rasanya memenjarakan Hendra waktu itu. Namun adikku tak ingin kalau aibnya akan terbuka dan menjadi santapan publik. Tetap saja korban yang akan di sorot dengan tajam!”Buliran bening yang tertahan mulai mengalir deras dari kedua sudut mata Hana.“Seandainya aku tahu, aku juga akan sepertimu. Lebih memilih persahabatan kita.”“Bangunlah, Vania.” Hana memegang
Aku melihat reaksinya yang luar biasa. Dia bagai orang yang tersengat listrik. Terkejut dan mungkin hampir mati berdiri. Tubuhnya kaku dan matanya membulat. Satu tangannya menutup mulutnya yang menganga lebar.“Kau?!” dia menunjukku dengan tidak sopan. Ingin sekali aku menyentuh pipinya dengan sepatu. Namun aku masih bisa menahan diri dan akan bermain cantik untuk membalaskan dendam. Tanganku harus tetap bersih tanpa menyentuhnya seujung kuku.“Anda mengenal saya?” jari telunjuk menyentuh dadaku. Tetap berpura-pura tak mengenalnya. Dengan sengaja aku mengangkat barang belanjaan yang penuh di tangan untuk menunjukkan padanya.“Kau pikir aku miskin?! Aku lebih kaya darimu, wanita murahan! dasar wanita gila.” Sepertinya usahaku mulai berhasil. Wanita di hadapan mulai tersulut emosi.Clarista murka dan mulai menyerangku. Dia menjambak, menampar dan menendangku. Aku sengaja tak membalasnya supaya orang iba melihatku. Ups, sialnya dia menarik belanjaanku dan mengeluarkan semua isinya lalu m
CLARISTAKenapa hari ini aku begitu sial hingga kembali bertemu dengan wanita menjijikkan itu. Kenapa juga pada saat seluruh credit card yang kumiliki tak bisa di gunakan. Dia pasti sangat senang dengan keadaanku. Kalau saja tak ada yang melerai, sudah kucabik-cabik wajahnya yang tak cantik itu. Aku tak ingin terlihat miskin di mata siapapun. Meraba pipi yang terasa kasar. Mengambil cermin kecil yang ada di dalam tas. Menatap wajah melalui cermin di tangan. Wajahku terlihat kusam dan tidak berseri. Tampak kerutan di beberapa bagian. Flek hitam juga menghiasi pipi. Semua ini karena wajahku cukup lama tak memakai skincare.Gara-gara wanita menyebalkan itu yang membuat hidupku susah dan merasakan dinginnya lantai penjara.Tunggu saja, Vania. Akan kubalas perbuatanmu. Kau harus mengalami penderitaan yang lebih dari apa yang aku alami.menderitaMembanting cermin di jok mobil dan tak ingin lagi melihat wajah jelekku. Untung saja aku masih bersembunyi dari publik. Kalau sampai fans tahu waj
Tak ada cara lain. Aku harus segera mengambil langkah seribu.Sayangnya, langkahku kalah cepat. Beberapa orang sudah lebih dulu menghadang jalan. Berbagai pertanyaan yang mereka ajukan membuat kepala pusing. Tentang pernikahan, juga wajah yang tak terawat karena terlihat jerawat dan flek hitam di bawah mata. Padahal sudah sedemikian rapi aku memakai masker. Masih saja noda itu terlihat.Tanpa kusadari kini para pemburu warta semakin banyak di hadapanku. Pertanyaan yang mereka ajukan juga membuat kepalaku hampir pecah. Bisa gila aku kalau begini caranya. Berusaha menghindar juga percuma. Mereka sudah memblokir seluruh aksesku. Semakin lama di sini membuatku seperti di dalam neraka.Istri Hendra itu harus merasakan pembalasanku. Lebih baik berpura-pura tak sadarkan diri untuk mengelabui mereka. Sakit sedikit saat menjatuhkan diri tak apa. Yang penting aku bisa selamat dari pertanyaan mereka. Toh aku juga sudah sering melakukan adegan jatuh dan tak sadarkan diri dalam beberapa film dan j