POV. Aksa Terus terang, aku tidak suka dengan jawabannya. Dia terkesan merendahkan aku."Maaf, saya cuma bercanda," ucapnya lagi.Mungkin dia merasa tidak enak, melihat perubahan raut wajahku. Biar saja dia menyadari, jika ucapannya itu, telah menyinggung perasaanku.Tidak lama kemudian, Bara pulang ke rumahnya. Selang beberapa menit, istriku pun pulang ke rumah.Dengan telaten, Luna melayani semua keperluanku, hingga akhirnya aku tertidur.Aku bangun tidur, mendapati Luna dengan wajah yang penuh kesedihan. Pipinya memerah, ujung hidungnya memerah. Matanya juga memerah, dan terlihat sembab. Bahkan mata yang sejatinya begitu indah itu, kini nampak sembab.Saat aku tanya, dia menjawab tidak ada apa-apa. Tapi dia seperti orang yang habis menangis.Hingga malam pun, dia tetap lebih banyak terdiam.Apa jangan-jangan dia sudah ketemu Bu Indah? Dan Bu Indah sudah mengadukan tentang kedatangan Bunga tadi pagi?"Sayang, besok aku harus kontrol di rumah sakit, kamu temani aku, ya?" ucapku.Lun
"Tadi saat saya mengantar bubur ayam, Mas Aksa sedang sama cewek, di ruang tamu. Mereka berciuman, sambil saling berpelukan."Jedder!!!Ucapan Bu Indah yang hanya berbisik, namun terdengar bak petir yang menggelegar.Seketika dadaku terasa begitu sesak, seolah terhantam oleh batu yang besar.Aku berusaha mengatur nafasku, yang terasa kian tersengal."Tenang, Non Luna, jangan panik."Bu Indah segera berlari ke dalam, sebentar kemudian, dia sudah keluar lagi dengan membawa segelas air putih hangat di tangan kanannya.Diminumkan air putih itu kepadaku."Pelan-pelan minumnya, Non," ucapnya lagi.Aku yang masih berdiri mematung, dituntunnya untuk duduk di kursi bergaya Eropa itu."Non Luna, saya minta maaf. Jika saya tahu, reaksi Non Luna akan seperti ini, tadi mungkin lebih baik, saya tidak ngomong sama Non Luna."Bu Indah memperlihatkan raut wajah yang penuh penyesalan."Tidak apa-apa, Bu. Terimakasih, Bu Indah sudah berbaik hati memberikan informasi tentang hal itu," jawabku pelan."Tap
"Non Luna, mohon maaf, sesuai permintaan Non Luna, saya ingin mengabarkan, bahwa perempuan itu, baru saja datang," ucap Bu Indah dari sebrang."Jangan lupa, Non. Hapus log panggilan dari saya. Jangan sampai Mas Aksa curiga," ucap Bu Indah dari sebrang. Dia berbicara dengan terburu-buru."Iya, Bu. Terimakasih, saya akan segera pulang," jawabku dengan suara yang tidak kalah gemetar.Aku mencoba menelpon Mama mertuaku, sambil berusaha menenangkan dadaku yang kian bertalu-talu.Benar-benar, laki-laki yang kukira sebagai suami sempurna, ternyata dia tega mendua."Hallo Luna, mantu Mama yang cantik, ada apa? Maaf, Mama belum sempat datang ke rumahmu. Mama juga sedang tidak begitu sehat. Darah tinggi Mama, sering kumat. Mama tidak berani pergi sendirian, karena kepala Mama, sering pusing banget, ini. Mau minta diantar Papa, Papa juga pulangnya malam terus. Maaf, ya? Aksa bagaimana, keadaannya? Sudah mendingan? Atau ada hal penting yang mau kamu sampaikan?" tanya Mama.Aku justru bingung, mau
Pov. BungaNamaku Bunga Trillia Andini. Usiaku dua puluh empat tahun.Empat tahun yang lalu, aku mulai menjalin hubungan percintaan, dengan seorang laki-laki, namanya Aksa. Lelaki dengan wajah rupawan, dengan keuangan yang sudah mapan. Bukan lagi mahasiswa yang masih meminta uang kepada orang tua.Waktu itu aku masih kuliah, sementara Aksa sudah bekerja di sebuah perusahaan yang lumayan besar.Mendengar nominal gajinya, aku bahkan merasa meneteskan air liur. Angka yang cukup besar, menurutku. Seandainya saja, nanti aku bisa menikah dengan lelaki pujaanku itu. Tentu hari-hariku tidak akan lagi dipusingkan dengan pikiran besok mau makan apa.Sebisa mungkin, ingin kupertahankan hubunganku dengan Aksa. Siapa tahu, nanti aku bisa bekerja juga di situ. Siapa tahu juga, nanti kami berjodoh, dan bisa melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius. Betapa di mataku, Aksa adalah laki-laki yang sempurna.Kami menjalin hubungan, layaknya anak muda yang berpacaran. Aksa yang sudah memiliki
POV. BungaAku yakin, bahwa kami memang ditakdirkan untuk bersama. Istrinya yang sekarang hanyalah orang yang kebetulan lewat, mewarnai kisah percintaan kami. Akan kurebut kembali, kekasihku yang dulu pernah kutinggal pergi.Hingga akhirnya, aku nekat untuk tidur dengannya, tepat di hari ulang tahunnya. Aku tidak ingin setengah-setengah dalam bermain. Aku tidak ingin setengah-setengah dalam menjeratnya. Aku akan bermain total. Aku akan memperjuangkan cinta yang memang sudah seharusnya menjadi milikku.Dan ketika aku mendengar bahwa Aksa kecelakaan, aku pun nekat datang ke rumahnya. Nanti jika ternyata di rumahnya ada istrinya, sebisa mungkin aku akan berkilah, entah bagaimana caranya.Dan ternyata, lagi-lagi keadaan begitu mendukungku. Rumah itu dalam keadaan sepi.Akhirnya, aku pun ketagihan. Paginya aku datang lagi ke sana. Akan aku tunjukkan pada Aksa. Bahwa aku juga bisa merawatnya. Akan aku tunjukkan, bahwa cintaku, pantas untuk dipertimbangkan.Namun ternyata, siang ini aku just
POV. BungaKulihat dari tadi, mamanya Aksa adalah orang yang paling dominan dalam berbicara. Sementara istrinya hanya diam, sambil menahan tangisnya. Ini adalah pertemuan pertamaku dengan istrinya Aksa. Dia memang cantik. Pantas saja, Aksa sempat jatuh cinta."Ma, tidak perlu Mama memaksa dan mengancamku seolah aku ini anak kecil. Aku dengan Bunga hanya bermain-main saja. Aku sama sekali tidak berniat untuk selingkuh. Tadi tiba-tiba dia datang ke sini. Dia menggodaku. Sementara aku hanya bisa duduk di kursi roda. Tidak bisa menghindarinya."Mendengar ucapan Aksa, aku sangat terkejut. Bagaimana mungkin, dia tega mengatakan itu, di depanku? Kenapa dalam sekejap saja, dia sudah berubah? Bukankah baru saja, dia bilang mencintaiku? Ataukah ucapannya itu, hanyalah sebuah kebohongan, agar Ibunya tidak lagi memukulku? Ataukah laki-laki di depanku ini, memang laki-laki plin-plan yang mudah berubah pendirian?"Luna, maukah kamu memaafkan aku? Aku janji, tidak akan mengulang lagi kesalahanku."K
POV. Aksa"Aksa, Mama mendidikmu, menyekolahkan kamu, agar kamu pintar. Bukan malah menjadi laki-laki t*lol seperti itu!" hardik Mama, usai kepergian Bunga.Aku hanya diam. Tidak ada gunanya, melawan Mama. Nanti yang ada justru dia semakin murka. Aku tidak ingin, kakiku yang masih cidera ini, menjadi sasaran amuknya.Apalagi, Mama juga punya riwayat darah tinggi. Bagaimana jika nanti darah tingginya kumat, dan dia terjatuh, kemudian terkena stroke? Tidak, itu tidak boleh terjadi. Mama berjalan ke kamar atas. Mengetuk pintu kamarku dengan pelan."Luna, buka pintunya, ini Mama, Sayang ...." ucap Mama dengan begitu lembut.Seolah aku ini adalah menantu jahatnya, sedangkan Luna adalah anak kesayangannya.Tidak perlu menunggu panggilan yang kedua, Luna pun keluar dengan mata sembabnya. Aku bisa melihatnya dari anak tangga yang paling bawah."Ma ... Luna minta maaf ...."Tiba-tiba saja, istri yang sebenarnya begitu kusayangi itu, memeluk mamaku sambil menangis tergugu. Hingga tubuhnya tamp
POV. AksaAku pun mencari cara, agar istriku segera pergi. Agar kami tidak perlu menonton adegan demi adegan yang mirip dengan kisahku itu."Sayang, kayaknya aku sudah bisa berjalan tanpa pakai kursi roda. Tapi harus memakai alat bantu. Kamu bisa, belikan kruk?" tanyaku.Selain karena aku ingin istriku segera pergi, aku juga ingin segera bisa berjalan tanpa kursi roda. Aku ingin segera bisa bekerja. Akan kuberikan semua uangku kepada Luna. Tak akan lagi kuberikan kepada Bunga, seperti hari-hari sebelumnya. Tidak akan lagi aku memberikan ruang di hatiku, untuk mantan pacarku itu."Iya, Mas, nanti aku belikan. Di pojok jalan sebelah sana, ada tokonya," jawab istriku, meski dengan raut yang dingin."Kalau belinya sekarang saja, bagaimana? Takutnya nanti keburu tutup," alasanku."Luna, kalau kamu mau beli kruk, biar Aksa di rumah sama Mama. Pergilah, tidak apa-apa," Mama menimpali.Luna pun berdiri dengan malas. Dia berjalan ke kamarnya. Mengambil tas selempangnya."Sayang, uangnya ambil