Share

Bab 2

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-01 12:21:19

"Beri aku waktu tiga hari, Mas. Aku ingin istikharah dulu, minta yang terbaik padaNya. Karena baik menurutku belum tentu baik menurutNya. Pun sebaliknya." 

Ucapanku pada Mas Gilang tiga hari yang lalu. Dia mengangguk pelan, mengiyakan. Dia tampak menyugar rambutnya kasar, frustasi. Lalu membanting tubuhnya di atas sofa.

 

Matanya berkaca-kaca menatapku. Aku sengaja melengos, tak ingin kutunjukkan kepedihanku ini di hadapannya. Meskipun aku yakin, dia tahu aku benar-benar rapuh. 

 

Wajah ibu terlihat kesal, karena aku tak memberikan jawaban saat itu juga. Namun aku tak peduli, masuk kamar dan membenamkan wajahku di bantal. 

 

Hampir dua malam aku tak bisa memejamkan mata, rasanya terlalu takut menghadapi pagi. Waktu seolah berputar begitu cepat. Biasanya, saat aku gundah gulana seperti ini, Mas Gilang selalu hadir di sisi. Mengusap pelan rambutku dan memberiku bermacam nasehat yang membuatku lebih tenang. 

 

Namun, sejak keributan itu dia memilih tidur di kamar tamu. Seolah tak ingin mengganggu, membiarkanku sendiri, memilih apa yang terbaik untukku dan untuknya. 

 

Mataku sembab karena terlalu sering menangis. Banyak hal yang aku pikirkan. Jika aku bercerai, aku tak punya keluarga satupun yang bisa kuajak berkeluh kesah. Apakah aku yakin bisa menghadapi ini sendiri? Atau apakah aku harus bisa membuka hati untuk cinta yang baru? Kurasa semakin sulit, aku justru trauma. Takut jika nantinya akan mengalami sakit yang sama. 

 

Namun, jika aku membiarkan suamiku menikah lagi, akankah dia bisa adil membagi cintanya? Sekalipun dia sudah berulang kali berjanji akan adil, semudah itukah aku mempercayai ucapannya? Dulu dia pernah berjanji tak akan membuatku kecewa dan tak pernah ingin mengkhianati cintaku, namun nyatanya waktu membuktikan bahwa dia ingkar. Dia tak lagi ingat janji-janjinya itu!

 

Hari ini, mau tidak mau, siap tidak siap aku harus menentukan pilihan. Pilihan tersulit selama hidupku. 

Tok ... tok ... tok ...

"Lin, buruan keluar. Kami sudah menunggumu di ruang tengah" Suara ibu mertua kembali membuyarkan lamunan. Aku melangkah tak bersemangat keluar kamar. Mendapati ibu mertua dan Mas Gilang di sofa ruang tengah dengan gusar, menungguku.

 

Kutatap mata Mas Gilang, entah kenapa dia tak berani menatap balik kedua mataku. Kini dia menunduk, seakan menghitung waktuku siap berbicara. 

 

"Mas ...." Dia mendongak. Sudut matanya basah. 

 

Rasanya aku ingin segera berhambur ke pelukannya, menumpahkan segala rasaku di dadanya yang bidang untuk saling menguatkan. Tapi tatapan sinis ibu mengurungkan niatku. Kenapa ibu? Kenapa aku seperti pendatang baru di rumahku sendiri? 

 

"Mas, apa kamu yakin akan membawakanku adik madu? Seandainya aku tak mau bercerai denganmu?" 

 

Pertanyaanku membuatnya menghembuskan napas kasar. Diam dan berpikir sejenak. 

 

"Sudahlah Lin, jangan buat bingung suamimu. Tak ada satu pun laki-laki yang tak menginginkan keturunan. Mereka pasti ingin memiliki buah hati. Paham kamu?"

 

Ibu kembali mengeluarkan komentarnya. Aku tak peduli. Tak pernah menanyakan bagaimana pendapatnya. Aku sedang bicara dengan suamiku, bukan dengan dia. 

 

"Apakah kamu yakin bisa adil jika memiliki dua istri? Adil dalam membagi nafkah lahir dan batin?" tanyaku lagi. 

 

Mas Gilang masih tetap menunduk. Aku yakin, sebenarnya dia nggak ingin situasi ini terjadi, hanya saja dia tak mampu menolak permintaan ibunya. 

 

"Mas ...." Kupegang pundaknya pelan. Dia menatapku dengan pandangan yang tak bisa kujelaskan lewat kata-kata. Memegang punggung tanganku dan menepuknya perlahan. 

 

"Jangan banyak drama, Lin. Cepat kau katakan pilih dimadu atau cerai? Jangan pengaruhi suamimu dengan akting tangismu itu" Ibu bersungut-sungut kesal.

 

Apa peduliku? Harusnya dia yang diam. Nggak perlu terlalu ikut campur urusan rumah tanggaku, aku dan anaknya yang menjalani bukan dia. Rasanya makin berkurang rasa hormatku padanya. 

 

"Maafkan aku, Lin," ucap Mas Gilang terbata. Dia melepaskan tangannya dari punggung tanganku. Kembali menunduk dalam diam.

 

"Baiklah kalau memang itu keinginanmu, Mas. Aku sendiri yang akan memilihkan seorang madu untukmu."

 

Kalimat terberat itupun meluncur dari bibirku. Entah apa yang kupikirkan, yang pasti aku belum bisa berpisah dengannya saat ini. Setidaknya, biarlah aku harus mempersiapkan hatiku terlebih dahulu. 

 

Permintaannya kali ini begitu mendadak, terlalu buru-buru hingga aku tak memiliki banyak waktu untuk mempersiapkan hatiku. 

 

"Nggak perlu, Lin. Ibu sudah menyiapkan calon istri untuk suamimu"  Ibu kembali menimpali. Dengan senyumnya yang meyakinkan. 

 

Masih bisa dia tersenyum di saat anak dan menantunya meneteskan air mata karena permintaannya?!

 

Mas Gilang bergeming. Dia menyandarkan punggungnya ke sofa. Menatap langit-langit rumah dengan pandangan hampa. 

 

Apakah dia hanya pura-pura menangis agar seolah ikut terluka dengan pilihan ini? Ataukah memang sebenarnya dia tak yakin bisa adil dalam berpoligami? 

 

Entahlah ... detik ini, aku tak mampu menyelami hatinya. Aku tak bisa menebak-nebak jalan pikirannya lewat sorot matanya. 

 

"Biar Lina yang memilihkan calon istri untuk suamiku, Bu," ucapku datar. Tatapan ibu begitu sinis tak terima. 

 

"Memangnya kamu yakin, bisa memilihkan calon istri yang subur? Yang bisa cepat memberikanku cucu?" Ibu kembali protes. 

 

Dia tak pernah memikirkan bagaimana perasaanku. Yang dia pikirkan hanyalah cucu cucu dan cucu. 

 

"Biar Lina saja, Bu," ucapku agak meninggi. Geram rasanya melihat tingkah ibu mertua yang semena-mena, seolah menganggap hatiku terbuat dari baja. 

 

"Benar kata ibu, Lin. Aku sudah memilih calon adik madu untukmu." 

 

Suara Mas Gilang menghentikan perdebatanku dengan ibu. Mulutku ternganga mendengar jawabannya. Aku kembali menelan saliva. Jantungku seolah berdetak lebih kencang dan cepat daripada sebelumnya. Tak berani kubayangkan siapa calon adik madu yang sudah dipersiapkan Mas Gilang untukku. 

 

"Siapa perempuan itu, Mas?," tanyaku kemudian. Mencoba untuk tetap tegar, meski rasanya aku terbakar api cemburu. 

 

Ya Allah, yakinkah aku dengan keputusan ini? Kenapa kini aku begitu bimbang dengan pilihanku sendiri? Jangan sampai Mas Gilang memilih Dewi untuk menjadi adik maduku. Dia belum paham siapa Dewi sebenarnya. Apalagi ibu, terlalu mudah untuk mengambil hatinya. Bahkan hanya dengan senyum tiap kali bertemu sudah menganggap orang itu baik akhlaknya. 

 

"Perempuan itu bukan Dewi kan, Mas?" tanyaku lagi. 

 

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei anjing, minimal istri sah jgn terlalu menye2lah. punya pekerjaan dan mampu menafkahi diri sendiri tapi tetap aja tolol g bisa mikir. makanya g usah sok2an baik sama mertua yg g bisa menerimamu. mampuslah kau g dihargai krn g bisa tegas..
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Kenapa bnyk cerita lama berumah tangga tapi blm di kasih keturunan...mertuanya seperti Mak lampir menyuruh anak laki² untuk berpoligami dan lebih gilanya si anak nurut aja. Adik laki-lakiku saja sudah lama berumah tangga blm di kasih keturunan mamahku biasa aja ga mau ikut campur
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
mertua kayak gini kasih sianida ajaa ... bngsatt juga kelakuannya ... lina juga bodohhh... muakk ceritanya kayak gini ajaa thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 61 (End)

    Althaf Radhika Alfahri.Anak laki-laki pertamaku yang rupawan. Dia adalah pelita yang menyinariku di saat gelap dan rapuh. Dia yang membuatku semakin kuat dan semangat di setiap keadaan dan dia yang membuatku semakin menyadari jika tak akan pernah ada kata sia-sia dari sebuah perjuangan dan kesabaran. Ada harapan dan doa yang kutanamkan dalam nama itu. Aku dan Mas Gilang sangat berharap kelak dia akan tumbuh menjadi anak laki-laki yang berhati lembut, sukses dan memiliki semangat untuk berbagi kebaikan hingga bisa bermanfaat untuk banyak orang.Detik ini, kulihat Mas Gilang yang sedang mengazani anak sulungnya dengan hati berbunga. Senyumnya mengembang. Wajahnya yang tampan memancarkan aura kebahagiaan. Ibu yang dulu seolah tak pernah memberi restu untukku, sekarang justru berbalik 180 derajat.Dia begitu menyayangiku setelah rencana buruk dan sandiwara menantu kesayangannya itu terbongkar semuanya. Cinta dan perhatian ibu padaku semakin bertambah saat anak pertamaku lahir. Ibu terli

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 60

    Pov : Maya"May, kamu di mana? Aku mau ketemu," ucap Mbak Dewi tiba-tiba setelah sekian minggu tak ada kabar."Mau ngapain sih, Mbak?" tanyaku cepat.Hatiku berdebar-debar, jangan sampai Mbak Dewi merencanakan sesuatu untuk mencelakakan Mbak Lina lagi. Aku nggak mau ikut campur. Mereka bisa benar-benar menjebloskanku ke sel."Rumah tanggaku hancur, May. Mas Indra menceraikanku. Istri tua dan keriputnya itu mengambil semua yang kupunya. Rumah dan mobil itu. Sekarang, aku di rumah ibu," ucap Mbak Dewi panjang.Mulutku ternganga seketika mendengar ceritanya. Aku yakin, Mbak Dewi pasti tak akan rela dan diam begitu saja. Dia pasti akan membalas perlakuan Mbak Lina. Karena masih menganggap Mbak Lina dalang semuanya."Sudahlah, Mbak. Jangan ganggu keluarga Mas Gilang lagi. Bahaya, Mbak. Mbak bisa benar-benar dimasukkan penjara nanti."Aku masih terus berusaha menasehati. Walaupun bagaimana, dia tetap kakakku. Aku sangat menyayanginya, meski kelakuannya seperti itu dan sering membuatku pusin

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 59

    Pov : Dimas Maya. Aku ingin sekali membencinya karena dia sudah tega menghianati cinta yang kupunya. Dia diam-diam berhubungan dengan lelaki lain yang jauh lebih mapan dan tampan. Saat tahu kabar itu, rasanya benar-benar sulit digambarkan.Banyak hal yang kami lakukan bersama, teganya dia pergi begitu saja. Namun, aku cukup heran kenapa sampai detik ini belum bisa melupakannya. Berulang kali mencoba untuk move on, berulang kali pula selalu gagal. Aku benci dengan perasaanku sendiri. Aku tak tahu mengapa harus mencintai perempuan yang sudah terang-terangan menghianatiku. Bahkan secara sengaja menikah dengan laki-laki lain yang lebih mapan, meski hanya menjadi istri kedua. Entah siapa yang bodoh dalam hal ini. Aku yang dibutakan oleh cinta dan nafsu atau dia yang hanya mengejar harta, tanpa peduli adanya cinta. Entah.Seperti kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat suatu saat akan jatuh juga. Begitu pula dengan sandiwara Maya. Aku mengetahui gerak-gerik pengkhianatannya sebelu

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 58

    Sebelum maghrib, kami sudah sampai di rumah. Maya dan Bi Minah turun dari mobil Mas Adam. Perempuan itu masih saja menunduk dalam diam."Lang, aku pamit pulang, ya?" ucap Mas Adam tiba-tiba. Mas Gilang yang baru saja menutup pintu mobil, menoleh seketika."Nggak mampir dulu, Dam? Btw Makasih banyak atas bantuannya ya? Maaf selalu ngrepotin kamu," jawab Mas Gilang kemudian."Santai aja, Lang. Aku balik dulu deh, habis maghrib mau ada perlu soalnya," lanjut Mas Adam lagi."Oh, okey. Hati-hati kalau begitu," jawab Mas Gilang pelan sembari tersenyum.Mas Adam menatapku sekilas sebagai tanda pamit pulang. Dia kembali masuk ke mobilnya dan berlalu dari halaman.Tak berselang lama, muncul mobil hitam dop dari arah kanan, berhenti tepat di depan gerbang.Mas Gilang melangkah pelan menghampirinya. Bercakap sebentar dengan sang supir lalu menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah."Pak Roby dan Pak Emon. Dia datang membawa laki-laki itu. Ayah si Haikal," ucap Mas Gilang lirih di sampingku. Aku men

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 57

    Perempuan itu keluar kamar juga setelah sekian menit menunggu. Geram, kesal dan benci kembali menyergapku. Kutatap matanya yang menyiratkan ketakutan.Rasanya ingin sekali kumaki dan kutampar dia berulang kali, agar dia sadar. Kelakuannya selama ini bukanlah sesuatu yang lucu.Bagaimana mungkin dia berhubungan dengan orang lain tapi justru meminta suamiku untuk bertanggung jawab! Benar-benar keterlaluan. Tak punya adab.Apakah seperti itu yang diajarkan Dewi padanya? Merusak rumah tangga orang bagaimana pun caranya. Seperti syaitan yang begitu riang ketika sebuah keluarga di ambang perceraian."Maya!" Bentakku tiba-tiba. Dia terlonjak kaget. Mas Gilang memegang lenganku pelan. Membisikkan istighfar berulang kali.Mataku memanas menahan amarah yang memuncak namun aku tak kuasa mengungkapkannya. Kupendam sedemikian rupa, namun kali ini rasanya aku ingin membuat sedikit pelajaran padanya. Biar dia kapok, tak mengulangi kesalahannya lagi.Kucengkeram lengannya sekuat mungkin dengan tangan

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 56

    Pov : Maya Mas Gilang masih saja mencecarku dengan berbagai pertanyaan tentang Denis dan anak itu. Tak bisa mengelak dan begitu tersudut, akhirnya kuceritakan saja semuanya. Beragam bukti dia genggam membuatku tak bisa berkelit lagi. Kini aku mulai pasrah. Mungkin memang sudah waktunya aku menyerah dan kalah. "Kenapa kamu berbuat seperti ini, May? Apa kamu kira, aku akan membuangmu begitu saja saat aku tahu anak itu bukan darah dagingku?" tanyanya dengan penuh penekanan dan ketegasan.Aku tetap menunduk. Rasanya tak mampu membalas apapun yang akan dikatakan dan dituduhkannya nanti. Sesekali menyeka kedua pipiku yang makin lama makin basah. Ibu mertua ikut mengomel tak karuan. Membuat makin banyak polusi telinga. "Aku sudah menyuruh orang untuk memata-mataimu sejak lama. Aku juga tahu, kalau selama ini kamu tak kuliah. Uang kuliah dan jatah bulananmu sengaja kamu tabung untuk membangun rumah ini, kan?" tanyanya lagi. Bukan bertanya, namun dia memang sudah mengantongi kuncinya. Membu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status