Share

Bab 3

Penulis: NawankWulan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-01 12:31:13

"Aku akan mempertemukanmu dengannya besok, Lin. Untuk hari ini, biarlah kita fokus menata hati." 

Mas Gilang pergi meninggalkanku sendiri. Ibu masih duduk tak jauh dari tempatku. 

 

"Kalau kamu memang nggak mau cerai, kamu harus siap Lin, jika nantinya suamimu lebih sering bersama madumu dibandingkan sama kamu."

 

Aku menoleh cepat. Geram rasanya mendengar kata-kata yang keluar dari bibir ibu. Bukannya memberiku semangat justru membuat hatiku makin tak karuan. 

 

"Apa maksud ibu? Kalau mau poligami ya harus adil, Bu. Bukan berat sebelah. Memangnya ibu senang kalau anak semata wayang ibu menjadi calon penghuni neraka karena ketidakadilannya pada istri-istrinya?."

 

Kutekankan kata adil di sana, biar ibu paham. Ibu mencibir, terlihat bibirnya melengkung ke bawah. 

 

"Wajar to Lin, kalau lebih sayang sama yang baru. Bukannya lebih baik begitu? Biar mereka cepat memberikan ibu cucu."

 

Lagi-lagi itu jawaban ibu. Membuatku muak. 

 

"Cucu. Cucu. Cucu lagi yang ibu pikirkan. Ibu tak pernah memikirkan bagaimana perasaanku."

 

Tangisku pecah. Sudah kucoba untuk menahannya tapi aku tak bisa. Kututup muka dengan telapak tangan. 

 

"Kamu pasti juga senang nanti jika di rumah ini ada suara bayi."

 

Tangisku mendadak terhenti. Kutoleh ibu yang masih diam di tempatnya. Menatapku dengan pandangan entah. Sulit kumengerti. 

 

"Di rumah ini?" tanyaku cepat.

 

"Kalau nggak di sini, di mana lagi dia tinggal, Lin? Memangnya Gilang punya rumah lain selain ini?" Ibu balik bertanya. Membuat mulutku kembali ternganga.

 

"Rumah Mas Gilang? Ini rumahku, Bu. Bukan rumah Mas Gilang. Ibu lupa? Ini rumah warisan dari ibuku." Sengaja kutinggikan suaraku, biar ibu tak seamnesia itu.

 

"Kamu mulai berani membentak ibu ya, Lin? Rumah warisan atau bukan yang jelas kalian sudah menikah, otomatis ini rumah Gilang juga to?" Ibu masih saja tak mau mengalah. 

 

Kutinggalkan dia sendiri, daripada emosiku makin tak terkendali. Kembali masuk kamar dengan perasaan tak menentu. 

 

Siapa calon madu yang sudah dipersiapkan Mas Gilang itu? Apakah mereka sudah sering bertemu? Mereka saling mencintaikah? Atau ... perempuan itu benar-benar Dewi? Perempuan yang selalu disanjung ibu tiap kali kami ribut soal cucu? Perempuan berlesung pipi yang pernah memaki-makiku di depan mini market sebelas tahun yang lalu? .

 

"Dasar pelakor. Tak tahu malu. Bisanya cuma menghancurkan cinta orang lain. Merebut apa yang bukan haknya." Dia menampar pipi kananku, lalu mendorongku hingga tersungkur. Sakit. Namun, jauh lebih sakit kata-kata yang dia ucapkan di depan khalayak ramai. Banyak orang menatapku sinis. Meyakini ucapan perempuan itu begitu saja, tanpa bertabayun terlebih dahulu. 

 

Belum sempat kubalas ucapan konyolnya itu, dia sengaja sudah pergi dengan motor maticnya. Membiarkanku seperti pesakitan dengan tatapan mata orang-orang, meremehkan.

 

Pelakor dia menyebutku? Hah! Hanya karena Mas Gilang menolak cintanya dan memilihku menjadi istrinya, sampai dia menyebutku pelakor di depan banyak orang. 

Apakah dia masih menunggu cinta Mas Gilang? Hingga sampai detik ini belum  juga menikah? Atau dia memang masih belum siap berumah tangga? Meski usinya tak lagi muda bahkan hampir kepala tiga? 

Ah semoga saja bukan dia. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rumah tanggaku jika benar dia yang menjadi maduku. 

***

Weekend ini, rumah terasa sepi. Mas Gilang dan ibu masih menjemput calon maduku di kota sebelah. Sinar matahari sore menembus celah-celah jendela kamar. 

 

Biasanya, weekend seperti ini kami habiskan dengan bersantai ria di gazebo belakang. Menikmati secangkir teh sembari menunggu matahari terbenam ke peraduan. Menyaksikan burung-burung beterbangan di atas cakrawala, pulang dengan perut kenyang. 

 

Kuhembuskan napas sesak. Mungkin, tak akan ada lagi weekend yang setenang itu jika ada perempuan lain di rumah ini. Ya sudahlah, kuterima garis takdirNya jika memang ini yang terbaik untukku dan suamiku. 

 

Kucoba menjalani semuanya sekuatku, jika memang tak sanggup lagi, aku stop sampai di situ. Tak akan kupaksa hatiku meneruskannya jika memang tak lagi mampu.

 

Seandainya permintaan itu tak memendadak ini, mungkin aku masih bisa mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari. 

 

Deru mobil Mas Gilang terdengar di halaman. Gerbang sengaja tak kututup agar dia bisa segera masuk tanpa meminta bantuanku untuk membukanya terlebih dahulu. 

 

Biasanya kepulangannya adalah hal yang paling kutunggu, namun detik ini kepulangannya justru membuat hatiku semakin kacau tak tentu. Berharap waktu berjalan lebih lambat, agar aku bisa menata hati saat bertemu calon madu. 

 

"Assalamu'alaikum, Lin," panggilan Mas Gilang dari teras. 

 

"Wa'alaikumsalam, Mas. Masuk saja pintu nggak kukunci, kok," jawabku kemudian. Masih tetap termenung di bibir ranjang. Rasanya malas sekali beranjak dari tempat ini. 

 

"Lin, ngapain di situ? Bikinkan minum untuk tamu," Suara ibu terdengar begitu dekat, sepertinya di depan kamarku.

 

Tamu katanya? Apakah aku perlu serepot itu, menghidangkan minuman dan camilan untuk perempuan pilihannya?  

 

Kubuka pintu kamar dan menutupnya kembali. Sepertinya mereka sudah ada di ruang tamu. Debar jantungku kian terasa. Aku tak boleh lemah di hadapan mereka. Meskipun nyatanya memang selemah itu. 

 

Mas Gilang duduk di samping ibu, sedangkan perempuan muda dan cantik itu duduk bersebrangan dengan mereka. Gadis cantik berjilbab merah muda dengan stelan kaos dan celana levisnya, menoleh ke arahku dengan tersenyum manis. 

 

Tersenyum manis. Iyakah? Kutaksir usianya tak lebih dari 25 tahun. Benarkah dia yang akan menjadi maduku? Benarkah dia rela menjadi orang kedua dengan usia semuda itu? 

 

Syukurlah bukan Dewi yang selalu dipuji-puji ibu. Semoga saja dia wanita yang baik, bisa diajak kerjasama membangun keluarga yang (setidaknya) bahagia. Meskipun harus berbagi suami.

 

Ah, berbagi suami? Kata-kata yang terdengar sangat menyayat hati. 

 

"Duduk, Lin. Ini Maya," ucap Mas Gilang membuatku sedikit kaget. Dia menarik pelan pergelangan tanganku untuk duduk di sebelahnya.

 

"Oh jadi ini yang menjadi pilihanmu, Mas?," tanyaku padanya. Dia mengangguk pelan. Berbisik ke telingaku, 

 

"Lebih tepatnya, dia pilihan ibu."

 

Kuhembuskan napas pelan, mencoba paham. Semua ini memang ibu yang menginginkan. Aku berkenalan dengannya, berjabat tangan dan saling menyebutkan nama masing-masing. Mas Gilang menepuk-nepuk pundakku perlahan. 

 

"Assalamu'alaikum." Suara perempuan lain membuat kami menoleh dan  menjawab salamnya bersamaan.

 

"Sudah selesai ke kamar mandinya, Wi?" tanya ibu padanya. Perempuan itu tersenyum dan mengangguk pelan. 

 

Ya, perempuan itu. Menatapku tajam dengan senyum sinisnya. Dewi? Ngapain dia di sini?

 

***

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Erni Ruhiyani
mending cerai aja lah .ngapain suami udah numpang pd gak tau diri .klu pun hrs.bertahan cpt selamatkan surat" rumah jgan sampe mrk mengambilny
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 61 (End)

    Althaf Radhika Alfahri.Anak laki-laki pertamaku yang rupawan. Dia adalah pelita yang menyinariku di saat gelap dan rapuh. Dia yang membuatku semakin kuat dan semangat di setiap keadaan dan dia yang membuatku semakin menyadari jika tak akan pernah ada kata sia-sia dari sebuah perjuangan dan kesabaran. Ada harapan dan doa yang kutanamkan dalam nama itu. Aku dan Mas Gilang sangat berharap kelak dia akan tumbuh menjadi anak laki-laki yang berhati lembut, sukses dan memiliki semangat untuk berbagi kebaikan hingga bisa bermanfaat untuk banyak orang.Detik ini, kulihat Mas Gilang yang sedang mengazani anak sulungnya dengan hati berbunga. Senyumnya mengembang. Wajahnya yang tampan memancarkan aura kebahagiaan. Ibu yang dulu seolah tak pernah memberi restu untukku, sekarang justru berbalik 180 derajat.Dia begitu menyayangiku setelah rencana buruk dan sandiwara menantu kesayangannya itu terbongkar semuanya. Cinta dan perhatian ibu padaku semakin bertambah saat anak pertamaku lahir. Ibu terli

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 60

    Pov : Maya"May, kamu di mana? Aku mau ketemu," ucap Mbak Dewi tiba-tiba setelah sekian minggu tak ada kabar."Mau ngapain sih, Mbak?" tanyaku cepat.Hatiku berdebar-debar, jangan sampai Mbak Dewi merencanakan sesuatu untuk mencelakakan Mbak Lina lagi. Aku nggak mau ikut campur. Mereka bisa benar-benar menjebloskanku ke sel."Rumah tanggaku hancur, May. Mas Indra menceraikanku. Istri tua dan keriputnya itu mengambil semua yang kupunya. Rumah dan mobil itu. Sekarang, aku di rumah ibu," ucap Mbak Dewi panjang.Mulutku ternganga seketika mendengar ceritanya. Aku yakin, Mbak Dewi pasti tak akan rela dan diam begitu saja. Dia pasti akan membalas perlakuan Mbak Lina. Karena masih menganggap Mbak Lina dalang semuanya."Sudahlah, Mbak. Jangan ganggu keluarga Mas Gilang lagi. Bahaya, Mbak. Mbak bisa benar-benar dimasukkan penjara nanti."Aku masih terus berusaha menasehati. Walaupun bagaimana, dia tetap kakakku. Aku sangat menyayanginya, meski kelakuannya seperti itu dan sering membuatku pusin

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 59

    Pov : Dimas Maya. Aku ingin sekali membencinya karena dia sudah tega menghianati cinta yang kupunya. Dia diam-diam berhubungan dengan lelaki lain yang jauh lebih mapan dan tampan. Saat tahu kabar itu, rasanya benar-benar sulit digambarkan.Banyak hal yang kami lakukan bersama, teganya dia pergi begitu saja. Namun, aku cukup heran kenapa sampai detik ini belum bisa melupakannya. Berulang kali mencoba untuk move on, berulang kali pula selalu gagal. Aku benci dengan perasaanku sendiri. Aku tak tahu mengapa harus mencintai perempuan yang sudah terang-terangan menghianatiku. Bahkan secara sengaja menikah dengan laki-laki lain yang lebih mapan, meski hanya menjadi istri kedua. Entah siapa yang bodoh dalam hal ini. Aku yang dibutakan oleh cinta dan nafsu atau dia yang hanya mengejar harta, tanpa peduli adanya cinta. Entah.Seperti kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat suatu saat akan jatuh juga. Begitu pula dengan sandiwara Maya. Aku mengetahui gerak-gerik pengkhianatannya sebelu

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 58

    Sebelum maghrib, kami sudah sampai di rumah. Maya dan Bi Minah turun dari mobil Mas Adam. Perempuan itu masih saja menunduk dalam diam."Lang, aku pamit pulang, ya?" ucap Mas Adam tiba-tiba. Mas Gilang yang baru saja menutup pintu mobil, menoleh seketika."Nggak mampir dulu, Dam? Btw Makasih banyak atas bantuannya ya? Maaf selalu ngrepotin kamu," jawab Mas Gilang kemudian."Santai aja, Lang. Aku balik dulu deh, habis maghrib mau ada perlu soalnya," lanjut Mas Adam lagi."Oh, okey. Hati-hati kalau begitu," jawab Mas Gilang pelan sembari tersenyum.Mas Adam menatapku sekilas sebagai tanda pamit pulang. Dia kembali masuk ke mobilnya dan berlalu dari halaman.Tak berselang lama, muncul mobil hitam dop dari arah kanan, berhenti tepat di depan gerbang.Mas Gilang melangkah pelan menghampirinya. Bercakap sebentar dengan sang supir lalu menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah."Pak Roby dan Pak Emon. Dia datang membawa laki-laki itu. Ayah si Haikal," ucap Mas Gilang lirih di sampingku. Aku men

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 57

    Perempuan itu keluar kamar juga setelah sekian menit menunggu. Geram, kesal dan benci kembali menyergapku. Kutatap matanya yang menyiratkan ketakutan.Rasanya ingin sekali kumaki dan kutampar dia berulang kali, agar dia sadar. Kelakuannya selama ini bukanlah sesuatu yang lucu.Bagaimana mungkin dia berhubungan dengan orang lain tapi justru meminta suamiku untuk bertanggung jawab! Benar-benar keterlaluan. Tak punya adab.Apakah seperti itu yang diajarkan Dewi padanya? Merusak rumah tangga orang bagaimana pun caranya. Seperti syaitan yang begitu riang ketika sebuah keluarga di ambang perceraian."Maya!" Bentakku tiba-tiba. Dia terlonjak kaget. Mas Gilang memegang lenganku pelan. Membisikkan istighfar berulang kali.Mataku memanas menahan amarah yang memuncak namun aku tak kuasa mengungkapkannya. Kupendam sedemikian rupa, namun kali ini rasanya aku ingin membuat sedikit pelajaran padanya. Biar dia kapok, tak mengulangi kesalahannya lagi.Kucengkeram lengannya sekuat mungkin dengan tangan

  • KUSINGKIRKAN MADUKU DENGAN ELEGAN   Bab 56

    Pov : Maya Mas Gilang masih saja mencecarku dengan berbagai pertanyaan tentang Denis dan anak itu. Tak bisa mengelak dan begitu tersudut, akhirnya kuceritakan saja semuanya. Beragam bukti dia genggam membuatku tak bisa berkelit lagi. Kini aku mulai pasrah. Mungkin memang sudah waktunya aku menyerah dan kalah. "Kenapa kamu berbuat seperti ini, May? Apa kamu kira, aku akan membuangmu begitu saja saat aku tahu anak itu bukan darah dagingku?" tanyanya dengan penuh penekanan dan ketegasan.Aku tetap menunduk. Rasanya tak mampu membalas apapun yang akan dikatakan dan dituduhkannya nanti. Sesekali menyeka kedua pipiku yang makin lama makin basah. Ibu mertua ikut mengomel tak karuan. Membuat makin banyak polusi telinga. "Aku sudah menyuruh orang untuk memata-mataimu sejak lama. Aku juga tahu, kalau selama ini kamu tak kuliah. Uang kuliah dan jatah bulananmu sengaja kamu tabung untuk membangun rumah ini, kan?" tanyanya lagi. Bukan bertanya, namun dia memang sudah mengantongi kuncinya. Membu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status