Share

Bab 7

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2022-12-20 05:37:37

"Amran! Kamu itu suami, kepala ruang tangga, harusnya kamu tegas sama istri mandulmu itu. Jangan menjadi budak cinta. Apapun yang Zilva inginkan selalu kamu turuti. Wajar kalau dia jadi ngelunjak dan manja!" Mama mulai mengomel lagi dan lagi. Seperti biasa, tiap kali aku menuruti permintaan Zilva, selalu aku yang menjadi sasaran amukannya. 

Padahal, bukankah hal wajar jika seorang suami menuruti permintaan istrinya? Apalagi dia tengah berduka dan sudah berkorban banyak hal untuk pernikahan keduaku ini. Wajar jika aku ingin memberikan sedikit hadiah untuknya bukan? 

 

"Siapa yang mandul, Ma? Zilva nggak mandul. Dia hanya ingin liburan, Ma. Sedikit refreshing supaya tak terus memikirkan masalah ini. Lagipula, sebelum jatah waktuku bersama Lala habis, dia juga sudah pulang. Zilva tahu tanggungjawabnya sebagai istri kok. Mama tak perlu risau. Berempatilah sedikit padanya, karena dia sudah rela dimadu demi menyenangkan hati mama. Tolong, kali ini jangan terus menyudutkan apalagi menyakiti hatinya." Aku kembali membela Zilva, karena dia memang layak dibela. 

 

Hanya cara ini yang bisa kulakukan tiap kali Mama menyudutkan ataupun meremehkan karena statusnya yang belum diizinkan memiliki keturunan. Aku akan terus memujinya di depan mama dan keluarga besar hingga mereka kehabisan kata-kata untuk menyudutkan Zilva.

 

Aku rasa Mama sering kali berlebihan menyudutkan dan meremehkannya. Sudah terlalu lama dan terlalu banyak luka yang Zilva rasakan karena ulah mama. Namun, dia tak pernah mengeluh apalagi menyakiti mama balik. Yang dilakukannya selama ini hanya menyimpan lukanya dalam diam. 

 

Kata-kata pedas yang sering kali terucap dari bibir mama untuknya cukup membuat hatinya teriris perih selama dua tahun belakangan. Aku tak mampu membuat mama terdiam, jadi beginilah caraku membela harga diri istriku di depan mertuanya. 

 

"Liburan nggak harus mahal kan, Ran? Kenapa harus minta saku sepuluh juta segala? Dia pikir sepuluh juta uang kecil gitu? Mentang-mentang tinggal nodong suami bisa seenaknya minta ini itu." Mama kembali menyudutkan menantunya seolah tak ada sisi baik Zilva sedikitpun di mata mama. Semua yang ada padanya hanyalah keburukan dan rentetan cela yang tiada akhirnya. 

 

Zilva memang minta ditransfer yang sepuluh juta. Dia bilang mau liburan bersama Arumi, sahabatnya. Kurasa tak masalah jika aku memberinya uang saku segitu. Kasihan juga dia di rumah sendirian sementara aku di sini bersama Lala dan keluarga besar. Di saat aku tak bisa mendampinginya dan membiarkannya dalam kesakitan, mungkin dengan uang tak seberapa itu bisa membuatnya lebih tenang dan nyaman di tempat liburan. 

 

Zilva hanya butuh menenangkan hati dan menjernihkan pikiran. Dia tak ingin merasakan sesak itu di dalam kamar sendirian. Lagipula, selama hidup bersamaku, Zilva nyaris tak pernah pergi sendiri tanpaku. Dia lebih nyaman di rumah dengan segala aktivitas rutinnya untuk membuatku betah daripada harus menyibukkan diri di luar rumah. 

 

Wajar jika sekarang dia butuh menghirup udara segar di luar di tengah himpitan masalah yang membuat dadanya sesak. Sepuluh juta bukan uang yang besar. Itu bahkan terlalu kecil menurutku jika dibandingkan dengan keputusan besarnya yang mengizinkanku menikah lagi. Keputusan yang pasti teramat melukai batinnya saat ini. 

 

Jika ditanya mengapa Zilva minta uang saku padaku, jawabannya jelas karena dia masih sah menjadi istriku. Aku wajib memberinya nafkah, lagipula dia tak memiliki uang sendiri karena selama ini tak pernah berkerja dan hanya di rumah saja sejak lulus kuliah lalu menikah denganku.

 

Aku yang melarangnya bekerja di luar rumah. Beruntung Zilva bukan perempuan yang gila karir. Dia begitu penurut dan mau mengikuti semua perintahku karena menganggapku sebagai imam yang wajib dituruti perintahnya. Zilva tahu bagaimana cara berbakti dan menyenangkan hati suami. 

 

Aku memang cukup protective padanya. Lagi-lagi karena aku terlalu takut ada lelaki lain yang berusaha merampasnya dariku. Tak bisa kubayangkan bagaimana hidupku tanpa Zilva di sisi. Jadi, apapun yang diinginkannya saat ini aku akan berusaha memenuhi agar dia bahagia dan tak merasa terdzalimi karena pernikahan keduaku ini. 

 

"Sepuluh juta nggak mahal jika dibandingkan dengan tabunganku saat ini sekaligus keikhlasan hatinya yang mengizinkanku menikah lagi." Mama menoleh, kembali meradang tiap kali aku membela Zilva. 

 

"Gimana dia nggak semakin besar kepala jika kamu terus membelanya. Mama nggak mau tahu, pokoknya mulai sekarang kamu harus lebih mencintai Lala dibandingkan dia supaya Lala lekas hamil!" sentak mama lagi.

 

"Mama pengin anak mama masuk neraka karena ketidakadilannya pada kedua istrinya? Ingat, Ma. Seorang suami memang boleh memiliki istri lagi bahkan sampai empat istri asalkan bisa adil. Seadil-adilnya suami, tetap saja ada hal yang membuatnya condong ke salah satu istri. Apalagi mama terang-terangan memintaku untuk memberikan porsi lebih pada Lala, apa itu bisa dikatakan adil, Ma?" Mama hanya melirikku lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang keluarga. 

 

Pasca pernikahanku dengan Lala siang tadi, aku memang memboyongnya ke rumah mama. Rumah ini terlalu besar jika hanya dihuni oleh mama saja. Kakakku, Selly juga sudah menikah dan memiliki anak. Dia tinggal bersama suaminya di sebuah perumahan elit tak terlalu jauh dari sini, sementara Prilly adikku juga tinggal bersama suami dan anaknya di kecamatan sebelah. 

 

Biarlah Lala tinggal bersama mama di sini. Lagipula, istri keduaku itu adalah menantu idaman dan kesayangan mama. Jadi, cocok jika mereka tinggal bersama. Awalnya Lala menolak dan menginginkanku mengajaknya ke rumah. Mana bisa? Rumah itu dibangun dari nol saat pernikahanku dengan Zilva, aku nggak mungkin mengajak orang luar tinggal di sana apalagi Lala. 

 

Meski uang pembangunan rumah itu dari hasil keringatku sendiri karena Zilva memang tak bekerja, tapi tetap saja itu gono giniku bersama Zilva. Mana bisa Lala ikut tinggal di sana apalagi saat ini rumah itu sudah sah milik Zilva dan atas namanya. Anggap saja hadiah kecil atas kerelaan dan kesabarannya mendapatkan madu di tengah hubungan pernikahan kami yang sedang romantis-romantisnya. 

 

"Mama juga nggak mau kalau kamu lebih condong ke Zilva dibandingkan ke Lala, Amran. Mama nggak mau tahu, pokoknya untuk sementara kamu harus memiliki waktu lebih bersama Lala. Setidaknya supaya dia hamil lebih dulu." 

 

"Nggak bisa, Ma. Aku sudah menyusun jadwal untuk Zilva dan Lala dengan porsi yang sama. Jangan selalu menuntutku untuk menuruti semua permintaan mama. Aku sudah terlalu menyakiti Zilva dengan pernikahan ini. Jadi, jangan menuntut lebih, Ma. Kita tak selamanya hidup di dunia, ada akhirat tempat kembali. Jika mama menyayangiku, tentu mama tak ingin aku mendapatkan adzab karena ketidakadilan ini." 

 

Kutinggalkan mama di ruang keluarga sendirian dengan kekesalannya yang tak masuk akal. Sampai kamar, kulihat Lala baru saja keluar kamar mandi dengan baju tidurnya yang minim. Aku tercekat di depan pintu saat melihatnya duduk di tepi ranjang dengan sedikit menggoda. 

 

*** 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Lusi A-Nang
seadil -adilny poligami masih ada hati yang tersakiti
goodnovel comment avatar
Bocah Ingusan
judulnya kusita harta suami, tapi POV nya pihak suami, sedangsi perempuan hanya peran pembantu.. ga salah thor?
goodnovel comment avatar
berislamm
koinnya magal
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Keluarga yang Hangat (TAMAT)

    Rumah Amran sore ini terasa berbeda. Udara hangat, aroma masakan memenuhi rumah, dan suara tawa bercampur riuh anak-anak menggema dari halaman belakang. Hari ini bukan perayaan besar. Tak ada tenda, tak ada dekorasi mewah, hanya syukuran kecil-kecilan, tetapi hangatnya menembus sampai ke dada.Zilva berdiri di dapur, mengatur piring dan gelas sambil sesekali menoleh ke arah halaman belakang. “Mas, tolong ambilin karpet gulung yang di gudang ya,” serunya.Amran yang sedang membantu mama menata meja tertawa kecil.“Iya, Tuan Putri. Perintahnya langsung jalan.”Mama Amran, Bu Ratna, ikut terkekeh.“Anak Mama tuh kalau istrinya yang ngomong langsung nurut. Mama saja kalah pamor.”“Ma … jangan begitu dong." Amran protes sambil tertawa. “Ini kan acara syukuran buat semuanya. Jadi, suami harus rajin dikit.”Bu Ratna hanya menggeleng sambil tersenyum bangga.“Kamu tuh sekarang jauh lebih lembut, Ran. Zilva yang bikin kamu berubah.”Zilva mendongak, mengelap tangannya dengan sapu tangan.“Ad

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Jalan Tak Terduga

    Suasana ruang keluarga Amran sore ini terasa lebih berat daripada hari-hari sebelumnya. Prilly duduk di sofa dengan kaki diperban, Romy berada di sampingnya, dan Roby berdiri dekat jendela sambil memegang map berisi bukti-bukti yang berhasil ditemukan. Amran melangkah masuk dengan wajah serius, tetapi ada juga kelembutan yang sulit disembunyikan.“Mas, gimana? Sudah lapor polisi?” tanya Prilly, suaranya pelan namun penuh cemas.Amran duduk di depan mereka sembari menyilangkan tangan.“Belum. Belum ada laporan apa pun dari kita ke polisi.”Romy mengerutkan alis. “Kenapa, Mas? Kita punya bukti lengkap. Luka Prilly, rekaman CCTV, identitas pelaku bahkan pengakuan Fammy di telepon itu." Romy menepuk-nepuk pelan pundak istrinya yang ikut gelisah. Amran menghela napas panjang. “Iya, aku tahu. Tapi sebelum kita bertindak jauh, kita harus pikir matang-matang.”Prilly menggigit bibir. “Bertindak matang-matang gimana, Mas? Tinggal jebloskan perempuan itu ke penjara kan semua sudah jelas dan

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Kedok Terbongkar

    Minimarket itu sudah sepi. Lampunya tinggal satu yang menyala redup. Roby mengetuk pintu kaca.“Permisi! Ada pengurus shift malam?" Seorang karyawan muncul, wajah mengantuk. “Iya, Mas. Ada apa?” Roby mengeluarkan kartu nama.“Saya Roby, asisten Amran Iriansyah.” Dia menekan nama itu dengan sengaja. “Kami butuh akses rekaman CCTV untuk penyelidikan kecelakaan tabrak lari.”Karyawan itu segera tersadar.“Oh … iya, iya, Mas! Tunggu, saya panggil kepala tokonya.”Tak sampai semenit, kepala toko datang tergopoh-gopoh.“Maaf, Mas. Ada kepentingan apa dengan CCTV?” Romy ikut bicara. “Istri saya ditabrak orang dekat sini. Kami butuh lihat arah datangnya motor itu.”Kepala toko langsung mengangguk.“Saya bantu, Mas. Silakan masuk.”Mereka masuk ruang monitor. Roby memperhatikan dengan tajam.“Putar mulai jam delapan lewat lima belas.”Rekaman berjalan. Lalu…“STOP!” Roby menunjuk layar.“Itu dia! Itu motornya!”Terlihat Prilly berjalan membawa plastik belanja. Lalu sebuah motor melaju dari

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Jejak Gelap

    Ruang kerja Amran sudah gelap ketika semua lampu kantor lain padam, namun dia masih duduk tegak di balik meja besar kayu mahoni. Tangan kirinya mengepal, sementara tangan kanan memijat pelipis. Wajahnya tegang, matanya merah karena lelah tetapi pikirannya tak berhenti bekerja.Dia baru saja pulang dari rumah sakit setelah menjenguk Prilly. Adiknya itu masih shock. Tubuhnya penuh memar, kakinya diperban akibat benturan keras. Dokter bilang luka itu bisa lebih parah kalau Prilly tidak sempat melompat ke samping sebelum motor itu benar-benar menabraknya.Tapi yang lebih menakutkan adalah kalimat Prilly waktu sadar."Sepertinya dia emang sengaja nabrak aku, Mas. Dia udah ngawasin aku sejak beberapa hari belakangan. Mungkin ini kesempatan yang pas, makanya dia langsung eksekusi." Detik ini, Amran meremas rambutnya sendiri dengan frustrasi. Dia tak bisa tinggal diam. Dia akan selesaikan satu persatu masalah keluarganya. Setelah teror keluarga kecilnya usai, dia mulai fokus membantu Prilly

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Akhirnya kebenaran Tersingkap

    Suara sirine masih menggema ketika Benny dan tiga anak buahnya didorong masuk ke ruang interogasi. Baju mereka lusuh, wajah penuh debu, dan tangan diborgol. Di balik kaca satu arah, Amran berdiri kaku dengan rahang mengeras. Roby berada di sampingnya, menepuk pundak bosnya pelan, mencoba menenangkan meski dadanya sendiri berdegup tak karuan. Di ruang interogasi, penyidik bersandar, nada suaranya tajam.“Benny. Kamu dan anak buahmu selalu meneror keluarga Amran. Ini sudah masuk pasal berat. Jelaskan siapa otaknya.”Benny menelan ludah. Tangannya gemetar. Dia tak membalas bahkan terus menyangkal berulang kali. Namun, setelah beberapa menit dicecar, akhirnya dia menyerah. “Tolong, kami hanya disuruh."“Siapa yang nyuruh?”Benny memejamkan mata. Anak buahnya saling pandang, wajah mereka pucat. Akhirnya Benny mengembuskan napas panjang.“Deswita, Pak. Namanya Deswita. Dia bayar kami. Katanya cuma buat nakut-nakutin keluarga Amran. Suruh kasih peringatan biar istrinya sadar diri.”“Sadar

  • KUSITA HARTA SEBELUM SUAMI MENDUA   Menyerah

    "Kamu nggak ninggalin dia tanpa pengawasan kan, Rob?" tanya Amran sembari mendengarkan bukti rekaman yang didapatkan asistennya itu. "Ada anak buah saya di sana, Mas. Tenang aja. Semua sudah saya atur dan dia nggak akan bisa kabur." Roby membalas cepat sembari membenarkan letak duduknya. Amran pun manggut-manggut. Dia cukup percaya dengan kinerja Roby karena sudah bertahun-tahun bersamanya. Dia bertanya demikian hanya untuk memastikan dan lebih meyakinkan perkiraannya saja. "Dia sendirian di kontrakan itu atau ada teman lain?" Amran kembali bertanya lebih detail. "Sendirian, Mas. Sepertinya dia akan pergi malam ini juga karena tahu kalau Mas Amran sudah mulai mencurigainya." "Atur semuanya, bawa polisi sekalian. Aku nggak mau dia kabur lagi." Amran mematikan rekaman lalu memindahkan bukti itu ke laptopnya untuk jaga-jaga kalau rekaman pertama kenapa-kenapa. "Baik, Mas. Saya akan urus semuanya." Roby memasukkan ponselnya ke saku celana lalu menyeruput secangkir kopi yang disediak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status