"Maaf, aku harus bertangung jawab atas kehamilan Jenny, kau tau itu... maksud ku anak ini perlu seorang ayah bukan? Kau pasti mengerti sekarang situasi ku seperti apa." Pria bernama Arka itu menatap dalam wanita di depannya, wanita yang seharusnya ia nikahi.
Jelas ia sangat bersalah terhadap tunangannya itu, terlihat jelas wajah wanitanya yang penuh kekecewaan. Terlebih wanita di sampingnya ini adalah sahabat tunangannya, sungguh semua ini terjadi karena kesalahannya dan ia harus menanggung semuanya, bertanggung jawab dan meninggalkan wanita yang ia cintai.
Menyedihkan bukan, sebenarnya jika mencari jalan tengahnya, masih ada kesempatan baginya untuk menikahi tunangannya itu. Tapi jika di bilang susah memang sangat susah, keadaanya sungguh seperti mendukung musibahnya.
Misalnya, seperti ibunya yang sangat bahagia dengan pernikahannya dengan Jenny.
Memang sejak dulu ibunya tidak menyukai Savana tapi tenang ayahnya bisa menaklukan ibu-nya itu, dan lagi ibu-nya memang sudah sangat lama memaksanya cepat-cepat menikah karena ingin segera menimang cucu.
Alasan ibunya tidak menyukai Savana hanya karena wanitanya itu seorang wanita karier, dan lagi masih muda tentu tidak berfikir cepat-cepat mempunyai anak.
Begitu fikir ibu-nya.
Dan begitu masalah ini terjadi ibu-nya itu langsung menyukai Jenni dan menerima calon cucunya yang berada di kandungannya.
Sedangkan Savana... dia tentu di lupakan oleh calon ibu mertuanya, maka dari itu Arka sungguh sangat merasa bersalah hingga tak tau apakah ia pantas mendapatkan maaf dari wanita baik seperti Savana.
"Selamat atas pernikahanmu dan juga calon anak kalian..." Savana menatap Arka dan Jenni bergantian, sahabatnya itu terlihat tak bersalah sama sekali bahkan ia dengan tak tau malunya bergelayut manja di lengan Arka.
Arka memang merasa risih tapi jika ia mengelak maka Jenny akan marah karena itu keinginan anaknya begitu alasannya, Savana hanya bisa tersenyum miris saja, tak ingin berlama-lama Savana langsung pamit undur diri.
"Maaf sekali lagi Vann..." lirih Arka dengan wajah memelas, tapi Savana sama sekali tidak menghiraukannya.
"Aku pamit... sekali lagi..." Savana menarik nafasnya dalam-dalam berusaha se-tegar mungkin, wajahnya mendongak dan memberikan senyum termanis ke arah mereka, "selamat atas pernikahannya."
'Dan juga selamat atas kehancuran diriku sendiri.' Lanjutnya dalam hati.
Setelah itu Savana berbalik dengan bersamaan senyumnya yang menghilang seketika, ia berjalan cepat agar bisa pergi menjauh dari kebahagian mereka yang tentu sangat menyedihkan bagi dirinya.
"Thank you... Savana kau selamanya akan menjadi sahabat terbaik ku!" Pekik Jenny sedikit kencang, karena punggung Savana yang kian menjauh.
"Kau gila ya!?" Pekik Arka cukup keras.
Dan itu semua Savana mendengarnya, tapi ia pura-pura tuli, sungguh semenyedihkan itu kah kisah cinta-nya? Saking kalutnya dia berjalan tak melihat-lihat, hingga menubruk badan seseorang.
Brukk!!
"Ah! Maaf! Aku tidak sengaja." Pekik Savana cepat, pria itu tak menjawab dan Savana tak peduli toh dia juga sudah meminta maaf.
*****
Disinilah Savana berakhir, duduk seorang diri di meja VVIP paling pojok, dan jangan lupakan mejanya yang penuh dengan botol-botol alkohol berbgai macam merk-nya. Tiga botol sudah habis tak tersisa dan dua botol lagi masih tersegel, dan yang berada di tangannya ini botol keempat tinggal setengahnya.
Tanpa mengunakan gelas sloki Savana langsung meminumnya dari botolnya langsung.
"Hahaha... betapa bodohnya aku... hiks... kehilangan seorang kekasih dan juga sahabat... hiks..." racaunya dengan mood tak teratur, kadang senang tertawa kadang juga sedih sembari menangis sumbang.
Sebenarnya Savana sangat payah dalam hal minum, tapi karena fikirannya yang sedang kalut ia minum tanpa henti. Biasanya akan ada Arka kekasihnya yang menjemputnya atau Jenni sahabatnya, tapi sekarang....? Tak ada lagi.
Jika memikirkan masalah itu kadang Savana ingin sekali tertawa geli, sungguh sebercanda itukah takdir? Apa dia juga tak boleh bahagia? Dari pertemanan, hingga percintaanya semuanya hancur... bahkan keluarganya.
Semuanya seperti senang melihat dirinya sangat menyedihkan.
Dengan kesadaran yang minim, Savana meraih botol minumannya lagi, membukanya menggunakan alat pembuka, setelah itu dia menenggaknya hingga tandas dalam satu tegukan.
Tlak!
Suara gesekan meja kaca dan botol minuman nyaring begitu keras, beruntung tidak pecah juga. Wajahnya sekarang benar-benar merah, perpaduan efek alkohol dan marah serta kekecewaan. Mata gadis itu menatap kosong ke arah dance floor yang banyak sekali orang-orang yang menari tanpa beban, tapi... dia sama sekali tidak tertarik.
Sekarang dia berfikir, tujuan dia hidup sekarang untuk apa? Dia seperti anak burung yang baru saja lahir dan di tinggalkan di kandang ayam. Merasa berbeda dengan kehidupan orang lain, dan sangat kesepian.
Untuk Arka... pria-nya dulu itu, membuat Savana mengerti caranya memahami dan berbaur dengan orang lain, pelukannya yang hangat selalu menenangkannya saat dia sedang banyak masalah, jangan lupakan setiap kata yang keluar dari mulut pria itu selalu membuatnya tenang dan percaya semuanya akan baik-baik saja.
Tapi sekarang.... dia yang menghancurkan dirinya dengan segala-nya, bukan hanya ucapan saja, tapi semunya.
"Arka...." lirih Savana tiba-tiba, matanya menyipit seperti melihat sosok pria bertubuh tinggi sedang melangkah ke arahnya dengan jas hitam dan tatanan rambut yang rapih. Apakah Arka-nya kembali, pria-nya akan menikahinya bukan?
Dengan senyuman cerah Savana bangkit dari duduknya dan melangkah tergesa-gesa ke arah pria-nya itu, bahkan ia tak sadar beberapa botol di mejanya terjatuh karenanga bahkan remahan beling itu mengenai kakinya. Tanpa memperdulikan itu semua, Savana berlari dan langsung memeluk Arka-nya.
"Kau akan menikahi ku bukan? Kau tak mungkin menikahi sahabat ku! Kau bilang mencintai ku dan akan seterusnya begitu...." Savana memejamkan matanya dengan mulut yang terus berceloteh, meskipun rasanya sedikit berbeda tapi ia merasa nyaman berada di dekapannya.
"Lepaskan pelukanmu!!" Samar-samar Savana mendengar penolakam pria yang tengah ia peluk, tapi ia tak memperdulikan itu.
Dengan kesadaran yang sangat minim, Savana mendongak dan menatap wajah pria itu, ia sedikit mengernyit karena kerutan dahi pria itu dan matanya yang berkilat marah. "Kau tak mau memeluk ku lagi? Kau sudah tak mencintai ku hah? JAWAB BRENGSEK!!?" Savana memberontak di dalam dekapan pria itu. Dengan emosi yang ber api-api.
Pria itu menjadi panik seketika saat semua orang menatap-nya seolah dia penyebab wanita di dekapannya mengamuk.
"Diamlah wanita pemabuk!" Geram pria itu, ia menarik lengan wanita yang tiba-tiba memeluknya bahkan setengah menyeretnya.
Pria itu membawanya ke lorong sepi dan gelap hanya terdapat cahaya dari satu arah, dengan pandangan yang mulai kabur Savana menatap kearah sekitar.... benar-benar kosong dan tidak ada orang.
"Kenapa? Kau takut? Mana ocehan mu yang sangat berisik itu wanita mabuk?" Sinis pria itu dengan langkah mendekat dan memojokan Savana, wajahnya tidak begitu jelas hanya saja dari suaranya ia dapat mendengar senyum meremehkan.
"A-arka..." lirih Savana dengan nafas tercekat, entahlah ia masih menganggap bahwa pria di depannya itu Arka.
"Sayang sekali aku sangat membenci nama orang lain ketika kita sedang berdua nona," Pria itu menyentuh bahu polos Savana mengitarinya ke leher hingga berhenti di bibir merah tipisnya.
Mata mereka bertemu, pria itu menatapnya dengan dalam seolah tengah memperhatikan garis wajah milik Savana, mata coklatnya yang terang dan kulitnya yang seputih susu....
'wanita ini sangat sempurna' batin pria itu.
"Aku Aiden... tolong ingat nama ku." Savana mengerjap beberapa kali seolah mencari kesadaran dan mengerti apa yang pria itu ucapkan.
Entah dorongan darimana bibir mereka sudah menyatu entah siapa yang memulai, pria yang bernama Aiden itu terkekeh kecil di sela-sela ciuman mereka, sadar karena wanita di hadapnnya itu sangat amatir.
Savana begitu kewalahan menerima pangutan dari pria itu... tanngannya sudah berada di leher Aiden, ia meraup rambut belakang Aiden yang sangat halus, seperti ada gelayaran aneh dari perutnya saat ciumannya semakin dalam.
Merasa nafas wanita di hadapnnya yang menipis, Aiden melepaskan pangutannya, ia mengusap bibir wanitanya yang basah karena dirinya. Ia tersenyum melihat wajah menggemaskan wanita di hadapannya yang terlihat kebingungan dengan mata membulat.
"It's your first kiss?" Tanya Aiden penasaran.
*****
Prita menatap layar monitor yang menampilkan seluruh ruangan pesta yang di datangi oleh Aiden. Matanya menajam- berkilat marah saat Aiden dengan mesra mengajak Savana berdansa.Tangannya mengepal. Puk!Dengan kasar Prita menutup laptopnya. Ini tak bisa di biarkan. Ia harus bergerak cepat. Sebelum benar-benar pergi dari kamar hotelnya. Prita membawa buku catatannya.Sembari berjalan, Prita membuka bukunya. Membaca deretan nama dan juga profile yang di sertakan.Telunjuknya mengarah ke salah satu foto, sekertaris ya?? Menarik. Prita menutup bukunya dengan seringaian di wajahnya. Tangan yang satunya merogoh ponselnya dan mendial nomor seseorang."Diego Dwinarta. Cari apapun yang berkaitan dengannya. Secepatnya!"'Laksanakan!' Balas seseorang di sebrang sana.Setelah masuk lift, Prita menatap pantulannya di cermin yang menjadi salah satu tembok lift. Penampilannya agak berantakan. Untuk kali ini-- ia akan menjadi seorang pelayan cantik, sexy dan mempesona. Jelas itu untuk menarik perhat
Pesta mewah di gelar untuk merayakan ulang tahun Tuan Willson-- salah satu rekan kerja Aiden. Ia di undang langsung oleh Tuan Willson. Jelas ia harus datang.Tapi--Harus bersama Savana. Jika tidak Aiden tak mau datang. Terserah orang lain mengatakannya kekanakan dan semcamnya. Aiden tak peduli. Yang ia pedulikan hanya Savana seorang."Sudah ku bilang! Kau ini sudah dalam kategori pembodohan yang kau namakan CINTA itu!" Digo terus mengomeli teman satu-satunya ini. "Ayolah.... Tuan Willson itu penting dalam perusahaan mu Aiden!!" Digo nyaris memohon agar Aiden menghadiri pesta itu.Sang pelaku tak bergeming. Tetap santai dengan wajah datarnya. Jangan lupakan piyama tidur dan sebuah buku melekat di tangannya. Ingin rasanya Digo melempar temannya ini ke bulan, tapi ia urungkan karena masih membutuhkannya. Otaknya tak sepintar milik Aiden.Jelas alasannya sang pujaan hati yang tengah merajuk dan tak ingin ikut kepada pesta malam ini. Bagi yang tahu-tahu saja, Savana merajuk karena kejadi
Savana menatap pantulan dirinya di cermin, dress yang ia kenakan saat ini bergaya sabrina. Memamerkan pundak mulusnya dan leher jenjangnya. Savana menyatukan seluruh rambutnya yang menjuntai dan menggelungnya ke atas."Perfact." Savana tersenyum puas saat melihat hasil pilihannya.Dress bergaya sabrina berwarna biru dongker yang panjangnya di atas lutut. Savana memilih ini.Dari lima dress pilihannya yang ini paling memikat dan cocok dengan seleranya.Persetan Aiden menunggunya lama. Sengaja Savana ingin membuat pria itu kesal. "Apa kau tertidur An?" Savana berdecak kesal, pasalnya Aiden menggunakan nama panggilan orang-orang terdekatnya."IYA!" Kesalnya.Sebenarnya hal yang membuat Savana malas jika membeli baju itu adalah berganti baju. Baiklah... karena malas Savana memilih memakai dress yang ia kenakan.Sret!Savana menarik tirai itu. Ia mendapati Aiden yang tengah bersandar di samping pintu masuk menuju ruang ganti."Bayar yang ini." Seru Savana membuat badan Aiden menegak.Ia t
Di balik pintu keluar itu, seorang wanita dengan tubuh tinggi dan badan ramping bak seorang model, menggeram kesal dengan kedua tangan mengepal."Kali ini tidak berhasil... tapi tidak untuk lain kali." Desis wanita itu. Memilih pergi dari pemandangan yang menyesakan itu.Kesialan begitu setia kepadanya hari ini. Rencana dari jauh-jauh hari harus gagal seketika. Harusnnya-- ia tetap menjadi bagian penting disini, lalu menjebak Savana dan mendapatkan Aiden!Itu tujuannya!Dan malah sebaliknya. Itu semua bertolak belakang dengan kenyataannya.Wanita tadi-- Prita Adisson sudah sampai di apartemennya beberapa menit yang lalau. Ia melempar semua barang bawaannya asal, dengan segera ia melangkah menuju kamarnya."Aku pulang sayang!" Pekiknya seolah ada orang lain di apartemennya selain dirinya. Aslinya ia tinggal sendiri.Prita menatap kagum semua foto-- bahkan poster besar di setiap inci ding-ding kamarnya. Dari Aiden di nobatkan menjadi CEO Faeyza hingga Aiden yang baru keluar dari bandar
Sejak pagi tadi Savana sudah di sibukan dengan berbagai macam rangkaian shooting sebuah iklan. Usai dengan berbagai macam foto beberapa BA- nya, di karenakan sukses besar... kali ini ia mengambil project besar yang di tuangkan di sebuah iklan.Tentu main utamanya tak lain Kalea Faeyza, awalnya hanya dia seorang yang mengiklankan dengan sebuah foto dan di pajang di berbgai macam bentuk. Majalah, papan reklame, poster dan lain sebagainya. Setelah Kalea, tim pemasaran membuka luas Talent untuk di jadikan BA. Dari artis yang sedang naik daun hingga selebgram.Dan sekarang... ia akan mengambil project iklan yang resmi. Iklan ini di kontrak sekitar 3 tahun di berbagai macam stasiun televisi.Hari ini, kami semua sudah berjalan setengah jalan. Dan sekarang, semua orang sedang istirahat. Tapi tidak bagi Savana.Ia sibuk memeriksa semua vidio yang baru di ambil beberapa saat yang lalu."Talent C ini menurut ku kurang bersemangat, tak sesuai dengan skrip yang kita buat." Savana menunjuk salah s
Semua orang itu hidup dengan rencananya masing-masing, dengan kesulitan dan kebahagiaan yang sudah di atur oleh tuhan. Entah itu turunan atau sebagainya, ibunya Megan menikahi ayahnya karena di jodohkan-- lalu datanglah ia ke dunia yang rumit ini. Setelah itu tepat saat dirinya lahir, ayahnya juga datang dengan seorang wanita yang membawa seorang bayi. Benar sekali, ayahnya main belakang dari ibunya. Bahkan ayahnya jarang sekali pulang ke rumah dan lebih sering pulang kepada selingkuhannya. Alasannya-- karena tidak mencintai ibunya.Brengsek! Bajingan! Segala umpatan Megan arahkan hanya untuk pria yang katanya menyandang status sebagai ayah itu. Ia mengetahui kenyataan itu saat dia memasuki Sekolah Menengah Pertama.Dan saat ia mendengar Ben-- pria yang berhasil meluluhkan hatinya, ada wanita dan seorang bayi yang mencari pria itu, jelas Megan langsung marah. Ia tak menerima apapun alasan untuk kata Perselingkuhan!"Maafkan aku... ku mohon jangan menangis seperti ini lagi... aku tak