REAKSIPART 25"Hah? Bima segitunya?" ucap Bu Putri terkejut saat aku ceritakan semuanya. Aku mengangguk dengan cepat.Ya, aku sudah pulang dan sudah menceritakan semuanya. Sudah sampai di rumah buyut. Pak Maftuh yang mengantarkan. Beliau masih di sini juga. Juga ikut terperangah mendengar ceritaku."Nampaknya Pak Bima suka dengan Melisa," tebak Pak Maftuh."Iya, Pak. Kalau mendengar cerita Ratih, nampaknya iya. Pak Bima suka sama Melisa," sahut Bu Putri. Pak Maftuh manggut-manggut."Iya, kita bisa manfaatkan ini," ucap Bu Putri lagi."Iya, Bu. Lagian aku bisa balas dendam secara langsung," balasku. Bu Putri mengulas senyum seraya manggut-manggut."Bodoh si Bima! Bisa-bisanya ia tak mengenali istri sendiri," ucap Pak Maftuh."Itu karena tidak perhatiannya ia sama Ratih. Jadi saat Ratih dandan sedikit menor dan berpenampilan glamor, ia tak mengenali istrinya sendiri. Bodoh!" sahut Bu Putri.Ya, benar juga ucapan Bu Putri. Karena saking tak perhatiannya denganku selama ini, ia tak menge
BIMA TAHU?PART 26"Nggak usah bohong kamu!" ucap Mas Bima. Aku melipat kening."Apa maksudmu?" tanyaku berusaha santai. Mas Bima terlihat mengulas senyum. Ia mainkan ekspresi wajahnya. Membuatku semakin penasaran apa maksudnya. Apa ia beneran tahu?Ah, semoga saja ia tak tahu siapa diriku? Tapi, kalau tahu? Apa yang harus aku lakukan."Aku tahu, kamu pasti juga memikirkan ku kan?" tanyanya. Cukup membuatku menganga.Hah? Astagaaa ... jadi ini yang ia maksud dia tahu dan aku berbohong? percaya diri sekali lelaki ini. Tapi, cukup membuatku lega. Karena aku pikir dia tahu siapa aku. Ternyata ia hanya kegeeran saja. Alias sok kegantengan."Anda terlalu percaya diri!" ucapku. Mas Bima memainkan alisnya. Bibirnya terlihat mengembang."Tak ada perempuan yang bisa menolak saya! Pasti kamu juga memikirkan saya. Akui saja! Aku tahu itu," jelasnya semakin percaya diri yang luar biasa."Segitu percaya dirinya anda. Apa anda merasa laki-laki paling tampan di dunia?" tanyaku, dengan suara yang aku
PERMINTAANPaRT 27"Bima semakin menjadi?" tanya Bu Putri, setelah aku ceritakan semuanya. Aku mengangguk. "Iya.""Bagus! Itu artinya Bima sudah mulai agresif kepada Melisa, kalau bisa manfaatkan keadaan itu!" ucap Bu Putri. Aku mengangguk lagi.Ya, aku memang sudah pulang, seperti biasa diantar Pak Maftuh dan beliau sudah pulang.Sampai detik ini masih aman. Semoga akan selalu aman. Karena belum ada informasi apapun tentang di mana Pak Aksa di sekap.Walau sebenarnya selalu deg-degan jika Pak Maftuh mengantarkanku pulang ke rumah buyut. Karena takut ada yang membuntuti."Iya, Bu. Jujur saya sangat jijik, walau dia masih sah menjadi suami saya. Benar-benar hidung belang! Benar-benar tak menyangka dia seperti itu,"ucapku geram jika mengingat kejadian tadi siang."Ya, wajar jika kamu jijik, Ratih. Saya saja juga kesal dan jijik mendengarnya," balas Bu Putri.Lagi, kuatur napas ini. Jika mengingat kejadian tadi, rasanya masih merasa sesak hati ini. Dan masih juga terasa tak percaya.Aku
TINDAKANPART 28Aku sudah di kantor sekarang. Keadaan sangat riweh. Semenjak dana dibekukan, keadaan kantor ini semakin memburuk."Pak, apa yang terjadi? Kenapa keadaan di luar seperti itu?" tanyaku kepada Pak Maftuh."Terjadi demo, karena gaji karyawan belum cair," jawab Pak Maftuh.Bibirku melongo mendengarnya. Astagaaa ... apa yang akan terjadi?"Lalu?" tanyaku. Pak Maftuh menggeleng."Entahlah. Hanya Bu Putri yang bisa mencairkan uang perusahaan Marendra," jelas Pak Maftuh.Kuatur napas ini sejenak. Mencerna semua yang aku dengar."Kalau keadaan uang membeku terus menerus, kantor ini akan gulung tikar, karena kehilangan pekerjanya," lirihku."Ya, kamu benar," balas Pak Maftuh."Emm, aku hubungi Bu Putri dulu," ucapku."Tunggu! Terlalu berbahaya jika menelpon di sini," balas Pak Maftuh."Lalu?""Aku akan jaga di pintu. Takut ada orang yang menguping," ucap Pak Maftuh. Aku mengangguk. Kemudian Pak Maftuh segera melangkah menuju ke pintu.Setelah Pak Maftuh sudah berada di pintu, ak
SATU LANGKAHPART 29"Keadaan kantor memang lagi genting. Beri kami waktu, untuk menyelesaikan masalah ini. Secepatnya akan kami bayar gaji kalian semua. Bari kami waktu, selambat-lambatnya tujuh hari."Seperti itulah ucapan Pak Maftuh tadi, memberikan janji kepada para karyawan.Kehadiran Pak Maftuh masih sangat berpengaruh ternyata. Mereka terlihat diam dan nurut. Mungkin mereka masih mempercayai ucapan Pak Maftuh."Pak Maftuh berani sekali anda memberikan janji. Satu Minggu waktu yang singkat. Apakah Anda yakin uang akan cair? Atau jangan-jangan Anda tahu di mana Bu Putri sekarang?" ucap Bu Sukma.Ya, Mas Bima dan pacarnya masuk ke ruangan Pak Maftuh. Lebih tepatnya memaksa.Raut wajah Pak Maftuh terlihat tenang. Ia justru mengulas senyum."Kalau tak ada yang berani keluar, apa akan membiarkan mereka tetap melakukan demo di luar sana?" tanya balik Pak Maftuh."Lebih baik diam. Dari pada memberikan janji yang tak pasti!" sungut Bu Sukma.Lagi, Pak Maftuh masih melempar senyum."Di s
MABOKPART 30"Tapi, melihat wajah cantikmu itu, aku merasa tak asing," ucap Mas Bima setelah meneguk minuman yang sudah diberikan obat. Nampaknya belum ada reaksi."Emm, wajahku memang pasaran," jawabku. Mas Bima terlihat menggeleng pelan kepalanya."Nggak juga. Tak ada wajah secantik dirimu, hanya kamu yang memiliki kecantikan itu," ucapnya dengan sorot mata buayanya.Kucebikan bibirku. Andaikan ia memujiku seperti itu. Dalam artian ia sadar jika yang ia puji istrinya, betapa bahagianya aku.Bagaimana aku bisa nampak cantik kala itu, tak ada modal untuk cantik. Memakai bedak juga bedak Azkia yang aku pakai. Karena tak ada Anggaran dana untuk beli makeup.Sekarang mungkin aku nampak cantik, karena memang di modali sama Bu Putri, demi mendekati musuhnya ini."Pak Bima bisa saja. Nampaknya beruntung sekali yang menjadi istri Bapak," ucapku, dia nampak mengusap-usap wajahnya. Mungkin kepalanya sudah berat."Jelas. Jelas beruntung yang menjadi istri saya. Cuma istri saya kurang bersyukur
INFORMASIPART 31"Di minum dulu, biar makin kuat dan bertenaga!" pintaku. Mas Bima terlihat beranjak. Ia hanya menggunakan boxer saja.Ia nampaknya udah nurut dengan perintahku. Tanpa banyak tanya, ia langsung meneguk minuman yang aku berikan, hingga tuntas.Setelah gelas itu kosong, ia memberikannya padaku. Aku segera menerimanya, dan meletakkannya di atas meja."Sini!" tarik Mas Bima. Aku masih kalah dengan tenaganya. Biarlah aku nurut saja. Yang penting ia tak curiga.Tapi, ucapan Pak Maftuh tadi, cukup membuatku Baper. Cukup membuat hati ini berbunga-bunga."Mas, aku kok jadi penasaran dengan Pak Aksa, ya? Dia ada di mana?" tanyaku santai."Kita mau bersenang-senang, kenapa harus bahas lelaki lumpuh tak guna itu!" balas Mas Bima. Aku membalas pelukannya, agar ia tak curiga."Ya, nggak sih, penasaran aja. Dari pada kita senang-senang tapi aku masih kepikiran, kan, juga jadi nggak enak senang-senangnya," jawabku asal."Emm, iya juga, ya?!" balasnya."Makanya, kalau nggak di kasih t
SALING MENGANCAMPART 32"Kenapa kamu meninggalkanku di hotel?" tanya Mas Bima padaku. Nada suara berbisik. Keadaan kantor masih sepi, karena memang masih pagi."Maaf, ada telpon dari Pak Maftuh kemarin. Jadi karena kamu tertidur pulas, aku pergi begitu saja. Mungkin karena saking nikmatnya, hingga kamu tidur begitu saja," jawabku asal. Ia melipat kening."Aku tak merasakan melakukan apapun kepadamu," lirihnya. Seolah takut ada yang mendengar. Sesekali matanya terlihat mengedarkan pandang.Aku mengulas senyum, seolah semua baik-baik saja."Teganya kamu, jadi kalau aku sampai hamil, kamu nggak akan tanggung jawab?" tanyaku asal. Karena ingin tahu seperti apa reaksi lelaki yang ia bisa membodoh-bodohi wanita itu.Ia semakin melipat keningnya. Wajahnya seketika pucat."Kamu nggak mungkin hamil. Aku tak merasa melakukan apapun denganmu," ucapnya, kemudian ia terlihat mengusap wajahnya.Dasar laki-laki buaya darat. Kalau sudah mendapatkan nikmatnya, seolah tak mau bertanggungjawab jika ter