Share

Kandungan yang Tak Diinginkan
Kandungan yang Tak Diinginkan
Author: Deqia Zeaa

1. akhir dari penantian

Air mata tak bisa Bella tahan ketika melihat sebuah benda yang menunjukkan pengharapannya selama ini.

"Ini nyata? Aku hamil." Bella terlihat tidak percaya apa yang di lihatnya, tanpa sadar dia  mengelus perutnya yang masih terlihat rata.

Dia menangis dengan penuh bahagia, bola mata nya memandang haru ke arah tespact yang menunjukkan dua garis yang selalu di nantikan olehnya dan sang suami.

Ketukan di pintu kamar, membuat Bella segera mengumpatkan tespect tersebut. dia dengan cepat membasuh wajahnya.

Dengan mata yang masih terlihat sembab, karena menangis cukup lama di dalam sana. Bella segera keluar, membuka pintu kamar dengan cepat.

"Mas," sambut Bella dengan senyum penuh kebahagiaan.

Pria yang di sebut suami Bella itu terlihat terkejut. "Sayang, kamu kenapa?" Keenan sosok suami Bella yang baru saja pulang dari kantor terlihat khawatir menatap Bella yang terlihat sembab.

Bella menggeleng. "Aku nggak apa-apa, Mas. Tadi perut rasanya sakit banget, kayaknya sebentar lagi mau datang bulan." Bella berbohong, mengingat ulang tahun Keenan yang terhitung hanya lima hari lagi, dia berfikir akan mengkadokan ini kepadanya nanti.

"Mau ke rumah sakit? ini tangan kamu kenapa dingin banget?" Keenan masih terlihat khawatir dengan lembut dia memengang tangan Bella kemudian mengecupnya.

Bella rasanya ingin menangis sekarang, membayangkan kedepannya dia pasti akan lebih sangat bahagia lagi, memiliki suami yang sangat mencintainya dan juga kehadiran sosok anak yang sudah mereka nantikan.

"Aku nggak papa, Mas." Bella menyakinkan Keenan.

"Tumben, hari kamu pulang cepet. Kenapa, Mas?" lanjut Bella.

Keenan tersenyum. "Mas sengaja pulang lebih cepet, soalnya entah kenapa dari pagi, Mas selalu kepikiran kamu terus." Dengan penuh cinta Keenan mengecup terus-menerus tangan Bella yang berada di genggamannya.

Keenan bukan mengombal, tetapi memang ucapan penuh cinta seperti itu sudah biasa di ucapkannya sehari-hari kepada Bella.

Bella terkekeh dengan pipi yang terlihat memerah. "Mas, kamu mending mandi sana, badan kamu bau busuk." Bella menutup hidungnya.

"Masa sih?" Keenan dengan raut bodohnya mengendus pakaiannya dan merasa tidak bau.

"Kena kamu." Keenan memeluk Bella dengan erat, dia dengan jahil menggelitik perut Bella.

Bella tertawa kencang "Mas!! lepasin, kamu bau."

"Biarin aja. biar kamu juga ikutan bau." Keenan mengduselkan kepalanya ke leher Bella, merasa di bawah sana ada yang bangun, Keenan menatap Bella membuat yang di tatap bergidik ngeri melihat kabut gairah di mata suaminya.

"Karena kamu juga sudah bau, ayok kita mandi bersama saja." Keenan langsung membopong tubuh Bella ke dalam kamar mandi.

Sedangkan Bella tertawa kencang berusaha melepaskan diri. Dia tahu Keenan tidak hanya sekedar mengajaknya mandi bersama.

Tawa Bella terlihat sangat berbeda, jika biasanya tawa Bella seperti seorang manusia yang memiliki banyak beban, karena bagaimanpun dia selalu memikirkan dirinya yang tak kunjung hamil, berbeda dengan yang sekarang. Tawa itu terdengar murni dari perasaannya yang memang sangat bahagia, seolah beban di pikirannya sudah lenyap semua.

* * *

Malam harinya Bella terlihat baru saja bangun, badannya terasa sangat ringsek karna Keenan yang terusa menerus menggempurnya.

Melihat ke arah meja kerja yang berada di pojok sana, terlihat Keenan yang sedang berkutat dengan sekumpulan kertas kertas.

"Kau sudah bangun, Sayang?" Keenan yang melihat Bella terbangun, langsung berjalan menghampiri, dirinya mendudukkan tubuhnya disamping Bella membawa sang istri agar bersandar di dada bidangnya.

"Jam berapa ini, Mas?"

"Jam delapan malem, Sayang. Kamu laper? mau makan, sekarang?" Keenan mengelus lembut surai Bella.

Bella menggeleng. "Nanti saja, Mas. Aku belum lapar." Keenan mengangguk.

Bella mendongak menatap tepat ke arah manik mata Keenan.

"Mas," panggilnya.

"Kenapa, Sayang." Keenan mengecup lembut kening mulus Bella.

"Mas, jika seandainya aku tidak akan bisa hamil, apa yang akan kau lakukan?" pertanyaan itu tiba-tiba lolos begitu saja dari mulut Bella.

"Tidak akan melakukan apapun, kau adalah istriku Bella, ada atau tidak nya seorang anak. Aku tak akan mempermasalahkannya, bagiku kau saja sudah cukup mewarnai kehidupanku," jawab Keenan cepat.

Ini yang membuat Bella serasa terbebani, kebaikan Keenan dan keluarganya yang tidak pernah menuntut apapun membuat Bella merasa sangat dihargai dan juga dicintai, karena itu dirinya selalu merasa bersalah karena tak kunjung memberikan keturunan kepada keluarga mereka.

"Jika semisalnya sekarang aku hamil bagaimana, Mas?" Elusan dirambut Bella terhenti, Keenan menatap dalam ke arah Bella.

"Kamu hamil?" tanyanya.

Bella menggeleng. "Aku hanya bertanya, semisalnya aku hamil, apa kita akan lebih bahagia lagi?"

Keenan mengangkat Bella ke atas pangkuannya, kepala bella dia sandarkan di pundaknya, tangannya dengan lembut mengelus punggung polos sang istri.

"Kita akan bahagia, ada atau tidaknya seorang anak, Bella."

Bella yang melihat respon Keenan. menganggap bahwa Keenan memang sangat mengharapkan anak darinya.

"Semoga baby Keenan segara berada di sini." Bella dengan tersenyum membawa tangan kekar Keenan keperutnya.

Keenan membalas senyuman Bella. "Ya, semoga dia segera hadir."

Bella rasanya ingin sekali mengungkapkan bahwa dirinya sudah hamil, tapi berusaha untuk dia tahan, dia ingin di ulang tahun suaminya yang ke dua puluh lima tahun ini, menjadikan kehamilannya kado terindah.

Dengan nyaman Bella tertidur kembali dengan posisi kepala yang di sembunyikan ditengkuk leher Keenan.

Keenan yang melihat Bella tertidur kembali, dengan pelan membaringkan tubuh Bella agar lebih nyaman, tangannya terangkat mengelus perut Bella yang terlihat rata. Dia memandang nanar ke arah perut itu.

"Sepertinya tidak mungkin," ucapnya sangat pelan.

Keenan menyelimuti Bella, kemudian kembali lagi ke meja kerjanya untuk mengerjakan pekerjaan yang belum selesai.

* * *

Langit malam ini terasa sangat indah, bintang bintang yang biasanya tidak terlihat kini memperlihatkan keindahan meskipun keberadaannya jauh di sana.

Malam ini tepat di hari ulang tahun Keenan. Bella sudah berdandan sangat cantik, dia sedang menunggu sang suami di balkon kamar mereka. Di meja sana terlihat sebuah kue ulang tahun yang tidak terlalu besar dan juga kotak hadiah yang berukuran lumayan kecil, di dalamnya sudah ada benda yang selalu di harapkannya selama ini.

Keenan malam ini pulang sedikit malam, karena di kantor mereka semua sedang merayakan ulang tahun bos mereka. Bella biasanya selalu ikut menemani Keenan memotong kue disana, tapi karna memang kondisinya yang kurang enak badan, sudah dua hari ini dirinya merasakan mual. Jadi Bella memutuskan untuk memberi kejutan Keenan di sini saja.

Tadinya memang Bella ingin mengumumkan hal bahagia ini di hadapan banyak orang, tapi Keenan tidak mengijinkannya ikut karena kondisinya ini, memang sangat perhatian suaminya itu.

Ketukan di pintu kamar, menyadarkan Bella yang sedang menatap ke arah keindahan langit, dengan senyum yang merekah dia sedikit berlari untuk menyambut Keenan.

"Mas...," sambut Bella kemudian memeluk Keenan. "Selamat ulang tahun, Mas." Bella kemudian mengecup pipi Keenan.

Keenan terkekeh geli, kemudian mengangkat Bella, mengendongnya ala koala.

"Mas, kita ke sana, aku udah nyiapin sesuatu untuk kamu." Bella menunjuk ke arah balkon.

Keenan mengangguk, melempar tas kerjanya dan juga jas yang tadi dirinya buka ke sembarangan arah, dia dengan cepat membawa Bella yang berada di gendongannya ke arah sana.

Terlihat sudah ada kue dengan lilin yang belum menyala dan ada juga sebuah kontak yang sudah pasti untuk dirinya.

Bella turun dari gendongan Keenan, menarik tangan sang suami agar duduk di depan kue yang sudah dia siapkan.

"Belum aku nyalain karena aku pikir, Mas masih lama pulangnya." Bella langsung menyalakan lilin.

"Aku nggak bakalan lama di sana, Sayang. masa iya aku di sana happy happy, kamu di sini sendirian," ungkapnya.

Bella tersenyum. "Kamu memang terbaik, Mas. aku mencintaimu," ucap Bella dengan tulus.

"Aku juga sangat mencintaimu Arrabella," jawab Keenan mengecup bibir seksi Bella.

"Ayok sekarang tiup lilinnya, Mas." 

Keenan mengangguk, tak lupa diri nya berdoa semoga kebahagiaan selalu menyertai di dalam rumah tangganya, meskipun mahluk kecil yang sedari dulu dirinya mimpikan tidak akan pernah ada.

Keenan lalu meniup lilin. "Yeyy, sekali lagi, selamat ulang tahun, Mas." Bella bertepuk tangan dengan bahagia.

"Terima kasih, Sayang." Keenan mengecup kening Bella.

"Owh Iyah, ini kado buat kamu." Bella hampir saja melupakan kado yang sangat berharga ini.

"Apa ini, Sayang?" tanya Keenan.

Bella dengan senyum yang sedari tadi tidak luntur sedikit pun menyerahkan  kotak itu kepada Keenan. "Kamu buka aja, Mas. Aku yakin, kamu pasti sangat suka."

Keenan yang penasaran membuka kotak itu dengan perlahan, di dalamnya ada sebuah benda yang tertutupi oleh surat di atasnya. Keenan dengan perlahan membaca isi surat itu yang membuat tubuhnya membeku.

"Happy birthday, Ayah Keenan."

Meskipun singkat entah kenapa mampu membuat kedua lutut Keenan terasa lemas. matanya terlihat terkejut, menatap benda yang masih berada di dalam kontak.

Dengan sedikit gemetar, Keenan mengambilnya, terlihat garis dua di benda tersebut membuat matanya kini memerah.

Bella yang melihat reaksi Keenan tersenyum haru, dia menyangka bahwa Keenan sangat bahagia menerima kado darinya, terlihat dari tangan Keenan yang gemetar dan juga raut wajahnya yang terlihat menahan tangis.

"Mas, kamu bahagia?" Bella terlihat berkaca-kaca.

"Kau yakin ini, anakku?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status