*Happy Reading*
"Nur?!"
Sebuah suara lantang disertai hentakan cukup keras di bahuku, sukses membuat aku terkesiap di tempatku.
Kesadaranku pun akhirnya kembali ke alam nyata, setelah tadi sempat hilang entang kemana.
Aku mengerjap beberapa kali dengan refleks, sebelum akhirnya menemukan wajah Ammar tengah menatapku dengan raut khawatir.
"Nur, are u okey?" tanyanya kemudian, dengan nada yang syarat akan rasa khawatir juga.
Memangnya aku kenapa? Kok, Ammar nanyanya kayak gitu? Perasaan, tadi aku kan cuma abis digombalin Ammar, terus menghindar, masuk mobil setelah dibukakan pintu, lalu ....
Degh!
Jantungku pun bertalu dengan mengerikan kembali saat ingat kejadian penembakan itu.
Iya, benar! Tadi ada yang mau nembak Ammar kan, cuma ada yang mengahalangi dan--
"Mak?!" sebuah seruan, yang aku kenali sebagai su
*Happy Reading*Akhirnya setelah drama panjang di halaman Rumah. Di sinilah kami sekarang.Di depan ruang operasi, menunggu tim medis menyelamatkan Bapak dengan perasaan harap-harap cemas.Emak bahkan tidak berhenti berdzikir sedari tadi. Sambil sesekali menghapus air mata yang masih keluar dari mata tuanya.Aku kasihan melihat Emak. Karena bagaimana pun aku juga wanita, jadi aku bisa sedikit banyak memahami perasaan Emak.Emak tuh sebenarnya cinta banget sama Bapak. Tapi demi aku, Emak memilih berpisah dan hidup menjanda sampai sekarang.Kalau bukan karena masih cinta, Emak pasti sudah menikah lagi dari kapan tahu. Karena Emak kanjeng itu sebenarnya masih sangat menarik, meski di usianya yang sudah tidak muda lagi.Terbukti dari beberapa pria yang sempat datang mendekat beberapa tahun setelah menjanda, dan berniat serius dengan Emak. Walaupun status Emak
*Happy Reading*"Operasinya berjalan sukses, dan Pak Alex akan segera dipindahkan ke Ruang rawat secepatnya."Alhamdulilah ....Seruan puji syukur pun kami ucapkan dengan khidmat, bahkan tangis haru setelahnya langsung tercipta.Aku dan Bang Al memeluk Emak dengan kompak. Menyalurkan suka cita satu sama lain."Terima kasih, Dok. Terima kasih banyak," ucap Emak dengan antusias. Seraya menyalami tangan sang Dokter."Jangan berterima kasih pada saya, tapi sama Tuhan. Saya cuma melakukan tugas saja sebagai seorang dokter," balas Dokter wanita itu dengan Ramah, membalas jabatan tangan Emak."Tapi, Dokter tetap berjasa untuk kami. Karena kalau bukan lewat tangan Dokter, saya gak tahu lagi bagaimana nasib suami saya," ucap Mak Kanjeng mulai berlebihan."Tetap takdir yang menjadi penentu, Bu." Dokter ini pun kembali menolak, terlihat jujur dan sep
*Happy Reading*Jika di luaran sana pepatah mengatakan, "Habis gelap terbitlah terang" atau "Setelah hujan pasti ada pelangi". Maka khusus untuk keluargaku, khususnya aku dan Mak Kanjeng, pepatahnya jadi beda. Yaitu, "Habis lepas dari masa gawat terbitlah lapar."Beneran, deh. Gak sampai 15 menit setelah semua urusan pindah Ruangan Bapak kelar. Perutku dan Mak Kanjeng berbunyi dengan kompak.Mana bunyinya gede banget lagi, kan aku malu ya sama Ammar. Meski kami sekarang udah sah, tapi kan ... kami masih baru. Masih harus jaga image dikit.Dikit doang kok, gak banyak. Soalnya selama ini kalian tahu sendiri, kan? Harga diriku sudah di obral murah sama Mak Kanjeng.Sekalipun gak diobral sama Mak Kanjeng. Kadang aku sendiri juga suka mempermalukan diri sendiri. Jadi harusnya Ammar udah bisa maklum ya, punya bini bentukannya kek aku ini.Lagian, wajar juga kali aku kelaparan. L
*Happy Reading*Plok!Akhirnya aku pun refleks menabok lengan Ammar dengan gemas, saking kesalnya mendengar jawaban Ammar barusan.Namun, sedetik setelahnya langsung kusesali karena ternyata lengan Ammar itu sekeras tembok.Et, dah. Itu lengan isinya pasti bukan daging. Tapi batu coral. Keras gitu, kok! Tanganku jadi sakit, kan?Seperti tahu apa yang aku rasakan. Ammar pun segera meraih tanganku, dan langsung mengusap-usap bagian telapaknya yang memang memerah."Lain kali kalau mau pukul pake koran atau buku. Jangan pake tangan langsung, jadi merah gini, kan?" ucapnya lagi, seraya meniup-niup tanganku dengan lembut.Mau tak mau aku pun jadi tersipu malu di tempatku dengan pipi memerah cerry. Karena ... kalau dia semanis ini, mana bisa aku marah lagi, ya kan?Bagaimana pun aku masih women, lho! Gampang baper jadinya."Makan
*Happy Reading*"Pak? Ini bisa lepasin, gak?"Menujuk tautan erat tangan Ammar pada tanganku, lalu menatapnya dengan menghiba."Kok manggilnya Pak lagi, sih? Ayang dong, kayak tadi di cafe."Seketika aku pun refleks menggaruk tengkukku yang sebenarnya tidak gatal, saat kembali diingatkan kejadian konyol di cafe tadi.Sumpah, ya? Aku malu banget setelah menyadari semuanya. Bisa-bisanya aku bertingkah konyol dan lebay kek tadi. Cuma karena cemburu pada pelayan cafe yang melirik-lirik Ammar.Padahal kalau dipikir lagi. Ngapain juga aku harus repot-repot mempermalukan diri kek gitu? Lah, wong Ammarnya juga biasa aja. Bahkan, tidak menganggapi tuh pelayan sama sekali.Entah karena udah biasa dengan kejadian seperti itu, atau memang karena sedang bersamaku. Yang jelas, aku ngerasa bodoh seketika, setelah menyadari apa yang aku lakukan barusan.I
*Happy Reading*"Jadi ... kamu adiknya Mas Ammar?" todongku akhirnya, setelah punya kesempatan bicara dengan si Mbak Barbie, atau yang ternyata punya nama Rusella.Tenang saja, aku sudah kenalan kok tadi sama Mommy-nya Ammar yang cantik itu. Sudah salim, sungkeman, cipika-cipiki, bahkan pelukan kek teletubies tadi bertiga dengan Mak Kanjeng juga.Nah, sekarang waktunya aku eksekusi nih bocah nakal, yang kemarenan ngerjain aku, dengan pura-pura ngelabrak.Apaan? Kukira dia beneran salah satu cem-ceman Ammar. Bikin aku insecure aja sama galau gara-gara punya saingat cem dia. Ternyata eh ternyata, mereka satu pabrik, gaes! Kan ngeselin, ya?Rusella, atau biasa dipanggil Sella, adalah salah satu adiknya Ammar, juga kembarannya Rusell. Selain mereka masih ada si Bungsu Anindya, yang saat ini masih duduk di bangku SMA.Iya! Mereka kembar sepasang. Cakep, deh! Nanti kalau aku sama Ammar punya anak, bakalan kembar juga gak, ya? Kalau kembar pasti ge
*Happy Reading*Akhirnya, karena bingung mau jawab apa. Aku pun meminta waktu pada Mommy, untuk menunggu sampai Bapak pulih dulu.Toh, bagaimanapun Bapak adalah waliku. Jadi aku berharap dia juga bisa hadir nanti di resepsi pernikahanku dan Ammar.Bahkan kalau bisa, statusnya sudah kembali menjadi ayahku. Dengan kata lain sudah rujuk dengan Emak.Namun PR-nya adalah, kira-kira Emak mau tidak ya, menerima Bapak lagi?Memang, aku yakin dalam lubuk hati Emak, beliau pasti masih mencintai Bapak. Tetapi tidak bisa dipungkiri, luka yang sudah Bapak torehkan di sana juga banyak, bahkan tak terhitung lagi jumlahnya.Di mana-mana perkara memaafkan itu mudah, tapi untuk melupakan. Itu sulit, kawan! Dan belum tentu Emak bisa melupakan semua luka yang sudah Bapak berikan itu.Istimewanya, rasa sakit hati Emak bahkan sudah sampai tahap kecewa. Karenanya, kini aku hanya
*Happy Reading*Setelah 2x24 jam tidak sadarkan diri, akibat pengaruh obat pasca operasi. Akhirnya Bapak pun siuman, dan membuka matanya.Alhamdulilah ....Kami semua pun kembali mengucap kalimat syukur penuh suka cita, sebelum kemudian Mak Kanjeng tiba-tiba melayangkan tamparan kerasnya pada Bapak, selepas Dokter pergi setelah mematikan Bapak sudah baik-baik saja.Beneran dah Emakku ini, kejamnya gak kaleng-kaleng. Orang baru siuman, masih sakit, masih lemah, bukannya disayang dan dapat perhatian khusus. Malah dapat tamparan telak.Tega bener!Bukan hanya itu, setelah menampar Emak pun dengan menggebu mengomeli Bapak, perihal permintaan konyolnya sebelum dibawa ke Rumah sakit.Apalagi? Tentu saja permintaan Bapak agar aku menikah saat itu juga, karena takut tidak bisa bangun lagi nanti."Makanya lo jan ngadi-ngadi. Lo tuh bukan Tuhan! Seenaknya aja sok tahu sama umur sendiri. Gara-gara lo! Gue gagal bikin pernikahan yang