Share

Talak

“Kamu terkena gonore. Infeksi bakteri menular seksual yang biasanya ditularkan melalui kegiatan seksual.”

Almira kaget tentunya. Selama ini dia tak pernah melakukan hal buruk bahkan menyimpang seperti yang Suaka katakan.

“Ba-gaimana mungkin? Aku setia selama ini. Bahkan tak sedikitpun terpikir melakukan dengan selain suamiku sendiri,” lirih Almira tak percaya.

“Kalau misal kamu tak merasa melakukannya, itu berarti suami kamu yang membawa penyakit itu ke dalam tubuhmu. Kalau misal tidak segera ditangani, maka bisa menyebabkan infertilitas,” terang Suaka. “Meski kadang gonore ini tanpa gejala, alangkah lebih baiknya suamimu ajak ke sini untuk diperiksa juga. Aku yakin, semuanya akan lebih jelas siapa yang sudah membawa penyakit itu.”

“Apa tak bisa disembuhkan?”

“Bisa. Beruntung ini terdeteksi dini, jika tidak? Aku tak bisa menjamin nyawa kamu bisa baik-baik saja.”

Almira pasrah. Inilah sebabnya kenapa suaminya sering mengeluhkan bau. Bahkan setiap malam, suaminya telat pulang. Almira pikir jika Zidan pulang malam karena lembur bekerja. Namun, jika benar adanya hal ini karena yang dilakukan Zidan makan ia harus mendapatkan penjelasan.

Almira menghubungi Meysila bahwa akan menjemput Nadine setelah urusannya selesai. Beruntung sahabatnya itu sangat baik hingga berkenan dititipi anaknya untuk beberapa saat.

“Apa aku tanyakan langsung ke kantornya saja?” batin Almira.

Perasaan bingung bercampur lara, Almira bertekad menyampaikannya. Almira menaiki ojek dan bergegas menuju kantor Zidan.

“Bisa bertemu dengan Pak Zidan Zinaid?” tanya Almira pada petugas HRD.

“Kebetulan Pak Zidan sedang berada di luar. Mungkin satu jam lagi baru akan kembali, Bu,” jawabnya.

“Bisakah Anda teleponkan beliau? Bilang istrinya menunggu di kantor dan cepatlah pulang.”

“Maaf, kalau sedang di luar kami tak bisa menghubungi. Baiknya Ibu telepon langsung saja melalui ponsel Ibu,” ucap karyawan HRD.

Zidan adalah karyawan yang jabatannya sudah sedikit naik di perusahan jasa itu. Awalnya yang hanya karyawan biasa, merangkak Zidan bisa menduduki jabatan manager accounting di perusahaan itu. Tentu saja, semua ini berkat dukungan Almira yang rela resign demi Zidan agar tetap bisa bekerja di kantor yang sejak dulu ditempatinya untuk bekerja. Almira yang memutuskan menikah dengan teman satu kantor itu, rela mengalah dan mundur demi kebijakan kantor yang tidak membolehkan sesama karyawan bekerja dalam satu kantor jika menikah dengan satu rekan kerja.

“Mas,” panggil Almira saat mendapati Zidan kembali dua jam di ruangan suaminya.

“Kenapa kamu di sini?” tanya Zidan kaget.

“Mas, aku ingin bicara sesuatu.”

Zidan duduk di kursinya. “Apa yang hendak kamu katakan?” tanya Zidan.

Almira memberikan surat check up kesehatannya yang ia dapatkan pada Zidan. “Bacalah!”

Zidan membukanya dan melihat sesuatu yang membuatnya terkejut.

“Kamu harus di check up juga. Karena aku tak pernah melakukan hal menjijikan selain denganmu. Jadi, katakan padaku. Siapa saja wanita yang sudah kamu tiduri?”

Kali ini Almira tak bisa membendung amarahnya. Jika hanya masalah ringan, ia tak memikirkan dalam-dalam. Namun, jika sudah menyangkut noda pernikahan, ia tak dapat menerimanya.

“Apakah kamu sudah hilang kewarasan! Di sini kamu yang bermasalah dan berpenyakitan. Kenapa justru menuduhku, hah?! Kamu pikir aku semurahan itu?” bentak Zidan tak terima. Pembelaan diri yang memang fakta ia lakukan, tidak boleh Almira ketahui.

“Lalu, datang dari mana penyakit itu? Jika bukan kamu, siapa? Suami tetangga? Kamu sudah salah, ngeyel. Mari kita buktikan dengan tes di rumah sakit. Jika kamu tidak mau, maka ….”

“Maka apa? Kamu minta cerai? Oke. Aku ceraikan kamu sekarang juga. Tanpa harus kamu susah-susah mencari kesalahanku. Kamu bebas tidur dengan lelaki model apapun. Sekarang, kamu keluar dari ruanganku. Keluar!”

“Mas?!” pekik Almira.

“Bukankah ini yang kamu inginkan dari awal? Sengaja mencari-cari kesalahanku padahal kamu sendiri yang tak becus jadi istri!”

Almira tak kuasa menahan laju air matanya. Perkataan Zidan tak bisa lagi ia terima.

“Baiklah! Meski bukan ini yang aku inginkan. Aku akan keluar dan pergi dari hidupmu, Mas! Tapi jangan harap kamu bisa bertemu dengan Nadine. Ayah be*nsek kayak kamu nggak layak sebagai sosok Ayah! Kamu lihat saja! Di sini, kamu yang salah dan bukan aku.Jadi, perceraian ini kamu yang akan menyesalinya,” jawab Almira dengan nada emosi lalu beranjak pergi meninggalkan Zidan.

Almira menaiki ojek onlinenya menuju taman kota. Menikmati segelas kopi yang menjadi obat penghilang stresnya selama ini.

“Boleh saya duduk?” Almira menengok pada sosok yang bersuara di sampingnya.

Almira bergeser tanpa menjawab. Tetap tatapannya melihat lurus ke depan dan menyesap segelas kopi yang masih mengeluarkan asap itu.

“Kopi tak bagus untuk kesehatan. Lebih baik Anda minum air mineral atau jus.”

Almira kembali menengok pada lelaki itu. “Uruslah masalahmu sendiri, Tuan. Jangan urusi masalahku,” ucap Almira tak suka.

“Saya tidak sedang mencampuri urusanmu. Saya hanya mengingatkan! Dasar cewek keras kepala,” umpatnya lalu beranjak pergi.

Almira yang tadi sempat marah pada Zidan, kini bertambah kesal dengan perbuatan lelaki yang tak dikenalnya itu. Lelaki misterius dengan badan tegap dan kacamata hitam yang bertengger di wajahnya.

Almira beranjak setelah dua jam di taman kota melepas sedihnya. Ia tak ingin sahabatnya tahu, jika ia sedang tak baik-baik saja.

“Mama ….” Nadin berlari ke arahnya yang baru sampai di rumah Meysila. “Mama lama banget,” adu Nadin.

“Maafin Mama ya?”

“Anakku rewel ya, Mey?” tanya Almira pada Meysila.

“Enggak. Cuma mungkin keinget kamu yang belum pulang. Eh, kamu kenapa? Mukanya sembab gitu?” tanya Meysila yang sepertinya tahu akan kondisi Almira.

“Aku nggak apa. Mey, boleh malam ini aku menginap di rumahmu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status