Share

Yogi dan Ratna

"Ngapain kamu di sini?" tanya mas Yogi yang masih kaget melihatku.

"Aku kerja. Kamu sendiri ngapain?" tanyaku balik.

Mas Yogi tidak menjawab pertanyaanku. Mukanya memerah seperti ketakutan.

"Kenapa? Kamu juga ketemu klien di sini?" tanyaku yang membuatnya semakin  gugup.

Sebelum mas Yogi sempat menjawab pertanyaanku, seorang wanita datang menghampiri kami.

"Ada apa, Yang?" terdengar suuara wanita yang membuatku segera menoleh.

"Ratna???!!" ucapku terkejut saat melihat ternyata Ratna yang berbicara.

"Yang? Maksutnya apa ini?" tanyaku yang membuat kedua orang itu gelagapan.

"Oh, itu_itu_" kata Ratna terbata-bata.

"Jelasin apa maksut ini semua, Mas!!!" kataku dengan nada keras membuat pak Rendi melihat ke arahku.

"Sebenarnya_sebenarnya Ratna adalah," ucap mas Yogi gugup.

"Sebenarnya aku adalah pacarnya!" sahut Ratna tanpa rasa bersalah.

"Hah??? Kenapa harus dia Mas?! Kenapa? Bukannya kamu tau aku sama Ratna itu berteman!!!!!" seruku yang membuat semua pengunjung kafe menoleh ke arahku. Aku bahkan tidak peduli akan hal itu.

"Dan kamu!!!!!!! Kamu penghianat!!!! Tega-teganya kamu melakukan ini pada temanmu sendiri!!!! Apa kamu masih belum laku juga sampai harus mengganggu keluarga orang lain, hah??!!!!"

"Diam kamu!!!!!" hardik mas Yogi dengan keras yang membuat pak Rendi segera menghampiri kami.

"Maaf, jangan bicara keras pada wanita!" kata pak Rendy yang segera menyeretku mundur ke belakangnya.

"Siapa kamu? Oh jadi kamu pacar barunya perempuan ini ya?!" kata mas Yogi kemudian tertawa kecil.

"Jangan asal bicara kamu, Mas!" kataku yang merasa tidak enak dengan pak Rendi.

"Iya. Saya pacar barunya, kenapa?" ucap pak Rendi yang membuatku kaget.

Pak Rendi? Apa yang Bapak katakan? 

"Oh, bagus ya! Baru juga kutinggal sebentar sudah langsung cari yang baru, sepertinya orang kaya juga," kata mas Yogi yang sangat ingin ku tampar sebenarnya.

"Sekarang tidak usah ganggu Reina lagi!!! Jika kamu ingin, ceraikan dia!!" Pak Rendi meneruskan perkataannya kemudian membawaku kembali ke meja nomer sembilan.

"Ayo, Re," ucap Pak Rendi seraya menggandeng tanganku.

"Dasar perempuan murahan!!!!!" bentak mas Yogi yang membuat pak Rendi tidak bisa menahan emosinya. Dia melepas tanganku kemudian berbalik arah dan  menghampiri mas Yogi kembali.

'Buuuuuukkkkkk' , tiba-tiba tangan lembut pak Rendi memukul wajah Yogi. Mas Yogi yang tidak terima dengan perlakuan pak Rendi pun segera memukul balik Pak Rendi. Aku yang melihat mereka langsung berusaha melerainya.

"Sudah, Pak! Sudah! jangan diteruskan. Nggak usah ladenin orang kaya dia, nggak ada gunanya."

"Jaga omonganmu ya!!!!" kata pak Rendi kemudian mengajakku pergi meninggalkan mas Yogi.

"Ketemu kliennya dibatalkan saja, Re. Kita atur jadwal ulang saja. Mood saya sudah tidak baik," kata Pak Rendi dengan wajah sedikir memar.

"Tapi, Pak? Apa nggak masalah?" kataku sedikit takut. Aku takut karena masalah ini pak Rendi harus membatalkan bertemu kliennya.

"Iya nggak papa, Re. Kita pulang saja. Aku nggak mau kamu di sini dan melihat mereka berduaan seperti itu. Pasti kamu akan merasa sakit hati," ucapnya sembari berdiri dari tempat duduknya.

"Saya tidak papa, Pak. Nggak usah pedulikan perasaan saya."

"Tidak. Ayo kita kembali ke kantor saja sekarang," katanya kemudian berjalan keluar. Aku hanya mengikutinya di belakang.

Hatiku masih sakit karena perkataan mas Yogi tempo hari. Sekarang luka itu kembali dan semakin bertambah ketika mengetahui bahwa ternyata selingkuhan mas Yogi adalah temanku sendiri. Ratna bagaikan duri dalam daging.

Ratna adalah temanku. Dia juga satu pekerjaan dengan mas Yogi. Aku ingat betul waktu itu. Dia memohon padaku untuk mencarikannya pekerjaan.

"Tolong bantu aku dong, Re. Sampai sekarang aku belum mendapatkan pekerjaan juga. Padahal aku harus membiayai biaya rumah sakit Ibu," katanya memohon dengan muka memelas.

Karena kasian melihatnya, akhirnya aku meminta suamiku untuk memberi informasi jika ada lowongan pekerjaan  di perusahaannya. 

Tak lama setelah itu Ratna pun dimasukkan kedalam perusahaan oleh suamiku. Mulai saat itu dia jadi sering datang ke rumah. Tapi entah kenapa dia tiba-tiba seperti menjauh dan tak pernah datang lagi. 

"Kenapa Ratna gak pernah datang ke sini lagi, Mas? Dia masih kerja di perusahaanmu kan?" tanyaku pada Mas Yogi.

"Dia baik-baik saja kok. Dia juga masih kerja di tempatku," jawabnya singkat.

Karena masih merasa repot dengan Reza saat itu yang masih kecil, aku jadi tidak begitu memerhatikan Ratna. Mungkin dia sudah punya kehidupan sendiri atau mungkin dia sibuk, pikirku saat itu. 

Dimulai dari hari itu, aku tidak pernah mendengar kabar tentangnya lagi. Dan yang ku tahu dia masih bekerja ditempat yang sama dengan suamiku.

"Kamu kenal dengan perempuan itu?" tanya pak Rendi yang membuatku sedikit terperanjat.

"Iya, Pak. Dia temanku."

Pak Rendi hanya menggelengkan kepalanya.

"Teman jama sekarang seperti itu ya, Re. Mungkin dia berpikir apa yang kamu miliki begitu berharga sampai dia harus merebutnya darimu."

"Entahlah, Pak," jawabku lirih. Aku malas untuk membahasnya, itu hanya akan membuatku tambah sakit hati.

"Sekarang kita langsung ke kantor saja ya. Apa mungkin kamu mau pulang saja?"

"Tidak, Pak. Masih banyak yang harus saya kerjakan," jawabku dengan tetap memandang lurus ke depan.

"Baiklah kalau begitu," jawab pak Rendi.

Mobil melaju dengan cepat menuju kantor kami.

________________

"Dasar, laki-laki brengsek!!!! Perempuannya juga sama!" gerutuku dengan kesal.

Aku segera berjalan menuju ruang kerjaku, kulihat Fida sudah berada di sana.

"Dari mana kamu, Re? Aku sudah kesini beberapa kali kamu kok nggak ada terus."

"Aku dari kafe," jawabku jutek.

"Kafe? Ngapain?"

"Bertemu klien, nemenin pak Rendi," jawabku.

"Wooowwwwww," kata Fida dengan wajah terkejut.

Dia menatapku, wajahnya semakin mendekat membuatku merasa risi dan menjauh darinya.

"Apa sih??"

"Dia benaran naksir kamu, Re. Tidak biasanya dia mengajak karyawannya kecuali sekretarisnya untuk pergi," lanjut Fida kemudian bertepuk tangan.

"Jangan salah sangka . Aku hanya menggantikan sekretarisnya yang tidak datang hari ini," jawabku masih sedikit kesal.

"Oh, kirain sengaja. Ngomong-ngomong kamu kenapa? Bukannya seneng diajak pak Rendi malah bete gitu?" lanjutnya.

Fida belum tau semua tentang masalahku. Sepertinya sekarang aku ingin menceritakannya. Biarpun kututupi aib ini, akhirnya dia pasti akan tahu. 

"Kamu tau Ratna nggak, Da?"

"Ratna?? Sebentar," katanya kemudian. Raut wajahnya seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.

"Oh, Ratna. Iya aku ingat. Aku pernah bertemu dengannya kan ya. Dia teman SMA mu itu bukan?"

"Iya benar." 

"Kenapa dengan Ratna?"

"Dia selingkuh dengan suamiku."

"Whaaatttttt?????? Kamu serius????!!!"

Aku mengangguk. Fida masih belum percaya sepenuhnya. 

"Mas Yogi selingkuh, Re? Serius??"

Kepalaku hanya mengangguk. Aku malas mengucapkan namanya lagi.

"Dasar brengsek!!! Bukannya kamu pernah menolong Ratna Ratna itu waktu dia butuh pekerjaan?!"

Lagi-lagi aku hanya menganggukkan kepalaku.

"Kenapa kamu baru bilang sekarang, Re? Ayo kita samperin dia. Kita labrak perempuan itu. Benar-benar geram aku!!!"

"Nggak usah, Da. Lagian mas Yogi juya audah pergi dari rumah."

"Pergi??? Kapan??"

"Dua hari yang lalu. Saat kamu datang ke rumah waktu itu."

"Oh pantesan rumah terlihat sepi. Lalu Reza bagaimana?" tanya Fida kemudian.

Aku menceritakan semuanya pada Fida. Perempuan itu merasa geregetan sekali. Dia marah-marah tidak jelas, padahal ini bukan masalahnya. Mungkin karena aku adalah sahabatnya dia juga merasakan sakit yang kurasakan.

"Dasar dua orang itu!!!!! Kalau aku jadi kamu, tadi sudah ku cakar-cakar muka perempuan itu, Re!" ujar Fida gemas.

"Biarkan saja, Da. Aku juga sudah tidak mengharap mas Yogi kembali. Aku malah ingin dia segera menceraikanku."

"Bagus. Itu baru namanya sahabatku!!! Jangan mau diremehkan sama laki-laki, Re. Aku dukung kamu jika keputusanmu begitu!!!" katanya kemudian memelukku.

"Terima kasih, Da."

"Oh ya, Re. Terus pak Rendi gimana saat kamu bertemu dengan suamimu itu?"

"Dia udah tau semuanya, Da. Aku udah ceritakan semuanya. Tadi dia sempat memukul mas Yogi juga," kataku yang membuat Fida membuka matanya lebar.

"Serius??? Pak Rendi?? Berantem???"

"Iya."

"Nggak salah lagi, Re. Dia pasti ada rasa sama kamu." 

Aku tidak mempedulikan perkataan Fida kali ini. Lagian saat ini aku tidak ingin membahas masalah seperti itu. Yang aku ingin sekarang adalah aku bisa sukses. Itu akan menjadi senjataku untuk menjatuhkan mas Yogi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status