Share

Tuan Muda Yang Lemah

        

“Kalau aku Tuan muda mu berikan uang itu padaku, biar aku selesaikan sendiri,” minta Alex mulai yakin bahwa Bryan dari keluarga Madagaskar.

            “Baik Tuan muda, saya ambil uangnya.” Tubuhnya melesat begitu cepat ke arah kiri. Terdengar bunyi brak, Alex segera melihatnya. Bryan si pengawal itu menunggang mobil butut karatan.

            “Maaf Tuan muda, saya hanya diperbolehkan naik mobil busuk seperti ini. Ini demi keselamatan Tuan muda.” Bryan mengambil dua koper berisi uang dari bawah bangku kemudi.

Alex masih tidak bisa percaya penuh kepada lelaki misterius yang mengaku sebagai pengawal keluarga Madagaskar. Yang penting, sekarang ia bisa mendapat uang enam milyar dan dia bakal buktikan kepada jahanam sialan itu, Yuda.

            “Boleh aku pinjam mobil butut mu?” minta Alex, tanpa meminta pun Bryan akan mengiyakan.

            “Tuan muda, temui saya lagi di bangunan lama jalan Rantih,” pesan Bryan sebelum Alex hilang dari pandangan matanya.

Koper penuh pakain itu duduk di bangku sebelahnya. Alex kembali ke bar dengan wajah agak benjol dan beberapa bercak darah.

            “Dasar tidak punya malu!” decak Yuda kepada Alex.

            “Kamu punya uang sebanyak ini Tuan muda Sanjaya?” Sorot mata Alex memandang Tasha.

Alex menepuk-nepuk brangkas uang sambil tersenyum. Seluruh pengunjung bar menoleh ke arah Alex. Lantaran kagum dengan ketampanan dan lekukan tubuhnya. Bruk… Alex meletakkan brangkas uang di atas meja.

            “Apa ini daun, hahaha,” ejek Yuda tiada hentinya.

            “Mana mungkin orang seperti dia punya uang, ya nggak gengs,” tambah wanita tunangan Yuda, Natasha Yovanka.

            “Ya, iyalah hahaha.” Beberapa wanita yang berdiri di dekat tunangan Yuda si sialan itu tertawa menghina.

Namun, ada satu wanita yang memilih diam dan bersedekap tanpa ekspresi. Seperti terhipnotis dengan paras rupawan Alex. Tasha menyenggol sikut rekannya itu. Wanita itu berkedip dan tertawa tanpa sebab.

            “Gayanya kayak orang banyak duit,” tambah Vania, wanita yang terhipnotis dengan ketampanan Alex.

            “Setelah di usir tinggal di mana?” pertanyaan Yuda memancing emosi Alex. Yuda tertawa puas, “Hahaha, lihat, mobil busukmu di derek petugas keamanan.”

            “Aku berani pastikan, hidupmu akan banyak masalah!” Alex merancang kata-kata dalam batinya. Alex terlalu takut menyakiti hati orang lain. Jadi ia memilih diam dan tidak banyak bicara.

            “Yuda, awas kamu!” Sayang sekali, Alex hanya mengucapkan itu saja. Alex mengancam sambil mengangkat kerah baju Yuda. Tiba-tiba Alex berani melayangkan tinjunya ke wajah Yuda.

Serentak pengunjung bar bersorak ramai. Tanpa Alex sadari, Bryan ada di dekatnya. Bryan juga muak mendengar ejekan Yuda dan Tasha. Dia berdiri di lantai dua dengan jaket yang menutupi kepalanya.

            “Bagus Tuan muda, kamu harus lawan.” Bryan ikut merasa geram.

Namun, apa daya dia tidak boleh membela. Menginggat banyaknya musuh yang ingin menghancurkan keluarga Madagaskar. Teriakkan pengunjung bar semakin riuh.

            “Uuuhh… Maaf Tuan muda. Kamu harus merasakan pukulan itu,” batin Bryan terus memantau putra pertama keturunan Madagaskar.

Tasha membuka brangkas uang dengan mata terbelalak. Ini uang sungguhan bukan daun. Yuda menutupnya kembali.

            “Hei, darimana kamu mendapatkan uang sebanyak ini! Kredit bank? Bobol bank? Atau… kamu dalang di balik lenyapnya saham Orbit Company?” tuduh Yuda tiada habisnya. Ia selalu ada cara untuk menjelek-jelekan Alex. Alex hanya diam sambil meratapi rasa malu dan perih menjalar di bibirnya.

            “Kamu bicara apa? Bagaimana kalau kamu sedang membicarakan kebusukan hatimu sendiri?” Alex memberanikan diri membalas untaian Yuda meskipun tubuhnya banyak bergetar.

Bryan mulai merasakan ada yang beda dengan diri Alex. Dahulu kala Alex seorang pemberani, omongannya selalu menyakiti hati orang lain, dan dia jago berkelahi. Alex yang dulu, juga suka menyombongkan harta kekayaan keluarganya.

            “Apa yang terjadi selama 15 tahun ini Tuan muda?” tanya Bryan pada dirinya sendiri. Ia terus mengamati Alex dari kejauhan. “Tapi, benarkan kamu Tuan muda Madagaskar? Atau hanya kebetulan namanya sama?”

            “Aku harus menemui Tuan Besar.” Malam ini juga Bryan pergi ke negaranya. Ia melupakan janji dengan Alex, bertemu di gedung lama jalan Rantih.

Alex menepati janji Bryan. Namun, kosong tidak ada segelintir orang pun. Ada satu ruangan yang begitu rapi dengan lampu putih sebagai penerang. Ruangan ini cukup bersih, juga ada beberapa tumpukan baju compang-camping.

            “Bryan…” panggil Alex duduk di kasur empuk ruangan itu.

            “Mana ada pengawal lupa dengan janjinya bersama Tuan muda,” gumam Alex menarik napas panjang. Keraguan pada diri Alex semakin kental. “Benar, Tuan muda itu hanya ada di cerita fiksi. Syukurlah, aku menemukan tempat layak seperti ini.”

Ternyata ini hanya sebuah cara agar Tuan Besar dapat melihat langsung wajah Alex melalui kamera tersembunyi. Bryan masih mencoba meyakinkan Tuan Besar untuk percaya bahwa Alex putra keturunan pertama Madagaskar.

            Klek…

            “Tuan muda, maaf membuatmu menunggu lama,” ucap Bryan menundukkan kepala.

            “Apa yang perlu kamu jelaskan.” Alex menurunkan kaki dari kasur empuk itu.

            “Begini Tuan muda, sudah berapa lama Tuan menyimpan nama ini?” Bryan menyimpan namanya yang ditulis Alex sebagai bukti kepada Tuan Besar. Semalam ia mencocokan dengan tulisan Alex 15 tahun lalu. Dan itu sama persis.

            “Cukup lama, sekitar 15 tahun lalu. Aku ditolong oleh nenek tua, yang sekarang nenek itu ikut dengan cucunya dan aku ditelantarkan,” jelas Alex merasa sedih dan dadanya sesak menahan air mata.

Benar 15 tahun lalu, putra pertama keluarga Madagaskar hilang di telan ombak laut. Kemudian membawanya sampai ke negara Granada. Saat itu juga tujuh pengawal ikut hilang tanpa bekas. Bryan membiarkan bocah kecil ini terlantar, membiarkan dia hidup sendiri, lalu bagaimana caranya bocah kecil ini belajar bahasa orang lain.

            “Ayah…” lontar Bryan menyeka air matanya.

            “Kenapa? Ada apa dengan diriku? Kenapa kamu memanggilku Ayah?” Mengerakkan kepala, lalu memeluk koper. “Aku bukan ayahmu?”

            “Ya, aku sering dipanggil Ayah oleh Tuan muda.” Bryan menegapkan badannya. Ia belum berhasil memeluk Alex.

            “Aku butuh waktu untuk mengingatmu Bryan.” Alex hendak pergi, namun dicegat Bryan. “Aku harus pergi ke kantor.”

Bryan mengambil koper Alex, menyiapkan baju kerjanya. Lelaki yang diakui sebagai Tuan muda itu sedang membersihkan tubuhnya. Pengawal keluarga Madagaskar pergi ke rumah sakit. Mencari tahu riwayat penyakit Alex.

            “Ayah… aku memanggilnya Ayah, heh,” decak Alex dalam sekali guyur. “Kepalaku sakit sekali.”

            Byurr…

            “Ayah…” ulang Alex memejamkan matanya.

Bayangan pengawal bernama Bryan semakain nyata. Bocah kecil itu berlari memanggil Ayah sambil mengenggam es krim. Bryan mengelus kepalanya dengan kasih sayang.

            “Dia pengawalku…” Alex menampar pipinya sendiri. “Alex, itu hanya hayalanmu.”

            “Kamu menyiapkan ini untukku?” Alex mengambil kemeja merah maron dari kasur.

            “Benar Tuan muda.” Bryan mengambil handuk yang melekat di tubuh Alex. Baginya Alex masih bocah kecil berumur 10 tahun.

Alex pergi ke Orbit Company naik mobil karatan milik Bryan. Terpaksa Alex harus naik mobil lebih jelek lagi, warna cokelat bercampur karat, membuat mobilnya tampak lebih usang.  Kebetulan sekali mobilnya bersebelahan dengan mobil mewah Davin.

            “Kenapa ada mobil rongsok di sini?!” Davin menendang tubuh mobil usang Alex. Besi karatan itu rontok sedikit demi sedikit.

            “Singkirkan barang rongsokmu!” perintah Davin teriak kepada Alex yang berdiri agak jauh.

            “Maaf, pagi-pagi begini membuatmu marah Pak,” balas Alex menenteng dua brangkas berisi uang.

Davin mengeram panjang, sebelum pergi ia menyempatkan menendang mobil rongsok itu. Alex hanya bergidik takut. Kemudian mengikuti bos menjengkelkan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status