Share

Bab 5 Luluh

Aaauu. Teriak seseorang saat Kasih sedang pemanasan untuk jogging di lapangan basket dekat rumahnya. Kasih pun mencari sumber suara, betapa terkejutnya Kasih melihat Abadi yang sedang memegang pergelangan kakinya yang sedikit memerah. Kasih pun berlari kearah Abadi dan memecah keramaian yang mengelilingi Abadi.

"Abadi? Lu nggak apa apa?" Tanya Kasih cemas.

Abadi pun hanya menatapnya bingung. Kasih pun tak menanggapi tatapan Abadi dan berusaha membopong Abadi dengan tubuh mungilnya.

"Bantuin kali. Napa pada diem semua sih." Teriak Kasih kepada teman Abadi yang hanya melihatnya kesusahan membopong tubuh Abadi. Akhirnya Kasih pun mendapatkan bantuan. Sesampainya di pinggir lapangan Kasih memegang kaki Abadi yang terluka.

"Sakit?" Tanya Kasih.

"Iyalah memar gini masak nggak sakit."

"Ih kok nyolot sih."

"Iya maaf. Oh iya lu cewek yang pernah ngejar ngejar gue kan?"

"Dih sok keren banget sih."

"Yee lu yang ngejar gue. Sampe sekarang ni gue nggak inget pernah ngasih duit atau minjemin duit ke elu. Kenal juga kagak."

"Lah kan udah kenalan, sombong banget sih. Ni ya gue itu pernah numpahin kopi lu di parkiran, pas kopinya jatuh lu bilang sepuluh ribu gue. Ya gue kira harganya sepuluh ribu, yaudah dari pada ribet beli kopi pagi pagi mending gue balikin pake duit aja."

"Mana nggak lu balikin kan? Akhir akhir ini lu juga nggak pernah ngejar ngejar gue."

"Capek kali ngejar mulu, gue sebagai cewek punya harga diri dong. Dan gue juga udah balikin kopi lu."

"Lah kapan? Gue nggak merasa nerima kopi dari elu."

"Dih kalo mau kopi gratisan jangan sama gue Bad. Udah gue balikin kali hari kamis pas di parkiran."

"Masak sih? Kok gue lupa ya."

"Lu pinter tapi pikun yak."

"Itu di samping lu apaan?" Tanya Abadi mengalihkan pembicaraan.

"Kopi. Mau lu?"

"Boleh."

Kasih pun memberikan kopi yang ia bawa kepada Abadi.

"Ih kemanisan nih. Gue kan nggak suka latte."

"Lu plin plan banget sih. Pas gue ngasih kopi di parkiran lu bilangnya suka latte."

"Sejak kapan gue suka latte?"

"Tanya sama diri lu sendiri, aneh banget sih lu. Jangan jangan lu punya kembaran ya? Yang gue Kasih kopi waktu itu kembaran elu? Iya kan?"

"Gue nggak punya kembaran."

"Atau bagian dari diri lu yang lain?"

Abadi pun kaget mendengar ucapan Kasih dan tanpa sengaja menyemburkan kopi yang sedang ia minum.

"Jorok banget sih lu." Kata Kasih sambil memberikan selembar tissue untuk Abadi.

"Sorry."

"Btw kaki lu masih sakit?"

"Masih lah, kan nggak diobatin. Lu nya ngomong mulu."

"Gini deh lu ikut ke rumah gue ya."

"Lah ngapain?"

"Mau diobatin nggak? Lu lihat sendiri kan di sekitar sini nggak ada warung. Mau beli es batu kemana gue."

"Es batu buat apaan?"

"Lah buat kompres kaki lu. Napa gue jadi nggak percaya kalo lu siswa paling pinter di kelas tiga ya."

"Bawel lu. Jadi mau ke rumah lu naik apa?"

"Taksi online aja."

Kasih pun membopong Abadi dan membantunya masuk ke mobil setelah taksi online pesenannya datang.

***

Sesampainya di rumah, Kasih membantu Abadi untuk duduk di sofa ruang tamunya dan meninggalkan Abadi.

"Mau kemana lu?" Tanya Abadi sambil menahan pergelangan tangan Kasih. Hal itu pun membuat Kasih semakin gugup dan jantungnya terus berdetak lebih kencang. Sebenarnya hal tersebut sudah dirasakan oleh Kasih sejak ia membopong Abadi.

"Ambil air es buat kompres luka lu."

Abadi pun mengerti dan melepaskan genggamannya. Setelah Kasih pergi maya mamanya Kasih menghampiri Abadi. Abadi pun terlihat gugup, baru kali ini ia berkunjung ke rumah cewek. Entah apa yang membuatnya menuruti perkataan Kasih tadi. Di dalam hati kecilnya ia merasa sedikit kesal dengan dirinya yang mau menuruti perkataan Kasih.

"Temannya Kasih ya?" Tanya Maya. 

Oh namanya Kasih. Nama yang lumayan bagus. Kata Abadi dalam hati.

"Iya tante, saya Abadi." Kata Abadi memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.

Oh ini yang namanya Abadi. Kata Maya didalam hatinya.

"Maya, mamanya Kasih." Jawab maya yang memperkenalkan dirinya juga.

"Kaki kamu kenapa Abadi?" Lanjut Maya.

"Keseleo tante, pas main basket tadi."

"Wah udah dikompres? Makanya lain kali kalo main basket hati hati."

"Belum dikompres tante. Iya lain kali Abadi akan hati hati."

"Kamu santai aja sama tante, nggak perlu pake bahasa seformal itu Abadi."

"Iya tan."

"Oh iya belum dikompres ya. Tante ambilin air dingin ya."

"Udah diambilin Kasih kok tante."

"Oh gitu, kamu tadi udah sarapan?"

"Belum tante."

"Yaudah kamu tunggu di sini ya biar tante siapin sarapan sama sekalian panggil Kasih."

"Waduh nggak usah repot repot tante."

"Santai aja Abadi. Anggap kayak rumah kamu sendiri."

Ini adalah suasan rumah yang selama ini Abadi inginkan Tante. Kata Abadi dalam hati.

"Kasih lama banget sih? Udah ditungguin Abadi tuh."

"Ih mama kok tahu?"

"Iya dong. Apa sih yang nggak mama tahu."

"Kasih ke depan dulu ya ma."

Maya pun hanya menanggapi Kasih dengan anggukan dan senyuman lembutnya.

"Maaf Bad rada lama tadi. Nih diminum dulu."

"Lu emang bisa ngasih tamu air putih Kas?"

"Ya nggaklah. Lu itu baru selesai olahraga Abadi, nggak baik buat kesehatan kalo langsung minum es. Yaudah sih tinggal minum aja."

"Iya iya bawel banget sih."

Kasih pun duduk di samping Abadi sambil mengompres kaki Abadi dengan air dingin.

"Oh iya kok lu main manggil gue Abadi sih? Kan gue senior lu."

"Masih jaman gitu senior junior. Harusnya lu itu suka gue panggil Abadi. Kan serasa seumuran, lumayan kan hemat setahun umur lu."

"Serah lu deh."

Sesaat setelah pertengkaran kecil itu pun Abadi terdiam dan Kasih fokus mengompres kaki Abadi.

"Kasih, Abadi sarapan dulu yuk."

"Eh nggak usah tante, Abadi ngerepotin lagi."

"Udah nggak apa apa santai aja kalo sama tante."

"Udah yuk sarapan, kalo lu yang pingsan gue yang repot."

Abadi pun mengikuti Kasih dan maya menuju ruang makan. Mereka pun makan sambil berbincang.

"Abadi nanti tante anterin sekalian ya."

"Waduh nggak usah tante. Abadi udah banyak ngerepotin tante hari ini."

"Nggak apa apa kok Abadi, tante sama Kasih sekalian mau jalan jalan."

Abadi pun menuruti permintaan Maya dan pulang diantar Maya.

***

Kasih, nama yang nggak pernah terbayangkan bakal hadir dalam hidupku. Bawel, satu kata yang melekat pada dirinya. Orang pertama yang memperhatikanku lebih dari mama. Orang yang selalu mengejarku selama beberapa hari terakhir ini. Dan saat dia berhenti, tanpa sadar aku kehilangan kehadirannya. Baik, cantik, senyumnya manis, perfect banget.

"Ini kenapa gue jadi mikirin Kasih ya. Dan kenapa senyum tu bocah manis banget. Abadi apa apaan sih lu. Ni otak berhenti bentar bisa nggak sih. Capek mikir gue."

Abadi pun terus bergulung dengan selimutnya. Iya semakin sebal karena Kasih telah memenuhi pikirannya.

"Ini kenapa jantung gue jedug jedug kagak jelas ya. Kayak habis lari maraton."

Setelah satu jam bertengkar dengan pikirannya, Abadi pun tertidur pulas.

*****

Dudududu...dududududu...

Senandung Kasih saat berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya. Ia bersenandung sambil loncat loncat kegirangan. Masa bodoh orang lain mau berkata apa. Yang terpenting, hari ini Kasih gembira. Dan tanpa disangka Kasih pun tersandung kaki kursi dan terjatuh tepat dihadapan seseorang yang sedang duduk di sana.

"Aaau." Rintih Kasih.

"Makanya jalan yang bener." Kata Abadi sambil melanjutkan membaca buku yang sempat tertunda karena Kasih.

"Ini kalo di drakor gue pasti udah ditangkap. Jadi nggak sakit gini."

"Ya elu ngebayanginnya drakor. Drakor sama real life beda kali."

"Nah panjang juga ngomongnya. Bantuin gue berdiri dong." Kata Kasih sambil menjulurkan tangannya ke Abadi. Dan tanpa diduga Abadi pun membantunya berdiri.

Mending gue bantu kali ya. Daripada nyinyir mulu tu bocah. Kata Abadi dalam hatinya.

Wah kesambet apa tu bocah. Bisa baik juga ternyata. Atau udah mulai luluh sama gue ya. Kata Kasih dalam hati.

"Woy, bengong mulu lu. Gih sono pergi."

"Eh gue lagi mikir aja sejak kapan seorang Abadi dirgantara baik ke gue."

"Jangan lebay deh. Anggep aja kita impas. Kan kemarin lu udah tolongin gue."

"Serah lu deh."

Tiba tiba ada seseorang yang menepuk pundak Kasih.

"Ngapain lu di sini?" Tanya Kala.

"Eh Kala, habis jatuh gue." Jawab Kasih.

"Makanya jalan jangan sambil loncat loncat."

"Dih kok lu tau?"

"Apa sih yang nggak gue tahu."

Kasih pun membalas dengan senyuman manisnya yang membuat Abadi semakin kepanasan.

Itu anak siapa sih. Main nyerobot aja, Kasih kan punya gue. Eh bentar kok kayak ada yang salah sama otak gue ya.

"Bocah lu anak kelas satu kan? Nggak ada sopannya ya manggil Kasih langsung sebut nama. Kasih embel embel kek."

"Eh kakak kelas galak. Kasih embel embel apa nih? Kasih sayang gitu boleh ya." Jawab Kala yang langsung dihadiahi jitakan di kepalanya oleh Kasih.

"Lu kalo ngomong pake rem napa."

"Kakak kek, mbak, teteh, cece gitu."

"Udah santai aja Bad, gue aja santai kok."

"Tu si Kasih aja panggil lu langsung nama. Nggak ada embel embelnya kakak kek, mas, aa, coco gitu."

Abadi pun terkejut dengan perkataan Kala. Hatinya semakin panas melihat kedekatan Kasih. Kasih yang melihat amarah Abadi mulai memuncak pun menyeret kala pergi.

"Abadi, gue ke kelas dulu ya."

Itu bocah kok bisa deket banget sih sama Kasih. Gila kenapa gue yang marah. Please bad sadar, jangan kepancing emosi. Kendalikan diri lu sendiri.

*****

Teng...teng...teng bel istirahat pun berbunyi.

"Guys, gue mau cerita."

"Males gue dengar lu cerita ngejar ngejar Abadi." Jawab Sedia.

"Iya lu yang ngejar gue yang capek." Sambung Senja.

"Ih ini itu bagai gayung bersambut."

"Apasih lu jangan sok pinter deh. Bawa bawa gayung pula." Kata Sedia.

"To the point napa." Kata Senja.

"Jadi kemarin itu gue pergi joging ke taman deket perumahan gue, eh nggak sengaja ketemu si Abadi yang kakinya keseleo. Gue bantu deh gue ajak ke rumah. Nah pas di rumah ada mama dong, diajak sekalian makan sama mama terus dianterin pulang."

"Eh lu bawa pulang lu Kasih makan lu kira si Abadi kucing? Kagak lu obatin?" Tanya Sedia.

"Gila aja lu, ya gue obatin lah."

"Oh gitu doang. Kantin yuk laper gue." Kata Senja sambil melangkah pergi dan diikuti oleh Senja.

"Dih nyebelin banget sih." Teriak Kasih sambil mengikuti mereka.

Sesampainya di kantin Kasih dkk disuguhkan dengan pemandangan kantin yang penuh.

"Gara gara elu ni Kas. Cerita mulu." Kata Senja.

"Ya elu sendiri yang mau dengerin."

"Kalau nggak didengerin, lu yang ngambek anjir." Kata Sedia.

"Duduk dimana nih?" Tanya Senja.

Kasih pun yang berusaha melihat dari kejauhan menemukan 2 meja kosong yang ditempati kala dan Abadi. Tentu saja Abadi tidak sendirian, Magenta duduk di sampingnya. Setelah berpikir lama Kasih pun memutuskan untuk pergi ke meja Kala. Untuk masalah makan. Gue mau makan dengan tenang. Tar kalau sama Abadi ribut mulu. Kasian lambung gue nggak bisa mencerna makanan dengan baik. Tanpa Kasih sadari sedari tadi Abadi memandanginya. Di dalam hati kecil Abadi, ia berharap Kasih duduk dihadapannya. Makan bersama dia, namun pada kenyataannya ia melihat Kasih pergi kearah kala. Baru saja Kasih duduk, bahkan ia belum sempat memesan makanan. Abadi tiba tiba saja berada dibelakangnya dan menyeretnya keluar dari kantin yang penuh itu.

"Ikut gue!" Perintah Abadi dengan nada dingin yang tak terbantahkan.

"Eh mau kemana?" Tanya Kasih yang tidak dijawab Abadi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status