"Abadi lepas! Tangan gue sakit."
Abadi pun yang tanpa sadar mencengkram pergelangan Kasih begitu kuat setelah mendengar teriakan Kasih ia segera melepaskan cengkramannya. Namun karena terburu-buru ia justru melemparnya dengan kasar."Aauu." Rintih Kasih.Abadi pun hanya melirik sekilas pergelangan Kasih yang terlihat sedikit lebam. Abadi tahu semua itu kesalahannya. Apa perlu gue kompres tangannya Kasih? Ih tapi nanti dia GR."Bad, lu mau ngapain sih ngajak gue ke lapangan basket panas panas gini? Kalo mau berjemur jangan ajak-ajak gue."Abadi pun melihat sekeliling dan benar saja ia berada tepat di tengah lapangan basket. Lah ngapain juga gue bawa Kasih ke lapangan basket."Woi Abadi." Teriak Kasih tepat disamping telinga Abadi."Kasih itu mulut apa toa sih?""Lu ngapain nyeret gue kesini?""Iseng doang.""Tanggung jawab lu. Bentar lagi udah mau masuk. Perut gue masih kosong.""Makan lah.""Yaelah kalo sekarang gue jalan ke kantin pun udah ke buru masuk Bad."Abadi pun merogoh kantong celananya dan menemukan permen mint di sana. Tanpa berpikir panjang Abadi memberikan permen tersebut pada Kasih."Nih. Buat ganjel perut.""Lu kasih permen sebungkus juga gue nggak bakal kenyang Abadi.""Kalo nggak mau yaudah." Kata Abadi sambil beranjak pergi. Belum sempat melangkah Kasih segera menghentikan Abadi."Mana." Setelah memberikan permen, bel masuk berbunyi Abadi pun kembali ke kelasnya.***"Kasih, si Abadi ngajak lu kemana sih? Makan siang." Tanya Sedia.
"Ya kali makan siang, orang Kasih diseret udah kayak karung beras gitu." Kata Senja."Senja lu kalo ngomong suka ngeselin ya." Jawab Kasih."Yang penting kan bener.""Sekarang lu jelasin kemana aja lu tadi?."Kasih pun tersenyum malu."Lah malah senyum-senyum nggak jelas." Kata Sedia."Jangan jangan Abadi nembak elu ya?.""Suka aja kagak apalagi nembak.""Senjaaa." Rengekan Kasih."Lu kalo ngomong emang suka bener ya." Kata Sedia yang disambut dengan tawa Senja."Stoop! Tadi itu si Abadi nyeret gue ke tengah lapangan basket.""Ngapain? Hormat bendera?" Tanya Senja."Iseng doang katanya.""Terus makan siang lu gimana?""Ya gue nggak sempat makan siang.""Dan yang bikin lu senyum senyum nggak jelas tadi kenapa? Lu diseret ke lapangan basket dengan alasan cuma iseng doang dan nggak sempat makan siang pula. Senengnya itu dimananya Kas?""Gue dikasih permen sama Abadi."Sedia dan Senja yang mendengar alasan konyol Kasih pun hanya bisa terdiam."Freak lu." Kata Sedia yang melanjutkan kegiatannya menyalin tugas milik Senja. Senja pun melanjutkan kegiatan membaca buku-bukunya yang membosankan. Dan Kasih? Tentu saja masih tersenyum manis entah apa yang memenuhi pikirannya. Setelah berjam-jam di kelas Kasih mulai mengantuk. Apalagi saat jam istirahat tadi ia tidak sempat makan siang. Lengkap sudah penderitaannya kali ini. Perlahan mata Kasih mulai menutup. "Kasiiih." Teriak Sedia tepat di samping telinga Kasih. "Apaan sih. Diem napa! Tar ketahuan Bu Susi." "Bu Susi pala lu! Lu lihat nih udah pada pulang semua." "Lah kenapa? Ada rapat guru?" "Kasih oon lu kebangetan ya. Lu udah tidur satu setengah jam penuh selama pelajaran Bu Susi. Dan gue sama Sedia udah bangunin lu selama 10 menit dan lu nggak bangun-bangun." "Lu tidur apa pingsan sih?" "Fix kayaknya gue pingsan deh soalnya gue nggak inget tuh kapan gue tidur." "Namanya bukan pingsan tapi ketiduran Kasih.' "Serah deh, gue mau balik."Kasih pun segera membereskan mejanya dan pergi meninggalkan Sedia dan Senja. "Lah malah ninggalin." Kata Sedia. "Udah biarin. Balik yuk." "Kasih gimana?" "Kasih nggak bakal lupa jalan pulang ke rumahnya Di." "Iya juga sih hehe."Sedia dan Senja pun memutuskan untuk pulang bersama karena mereka berencana untuk mengerjakan tugas kelompok di rumah Sedia. Dilain sisi Kasih dengan terburu-buru berlari pulang dan belum sempat memakai tasnya, ia justru merasakan sakit di pergelangan tangannya sampai tasnya terjatuh.Kok pergelangan tangan gue sakit banget ya. Oh iya ini kan gara-gara si Abadi. Lagian itu tangan apa rindu sih berat banget. Eh kok rindu hahaha wah udah eror nih otak gue. Maksud gue itu tangan apa besi panas, udah kayak melepuh aja tangan gue. Saat Kasih sedang asyik dengan pikirannya sendiri, ia tidak sadar ada seseorang yang mendekat dan menempelkan benda yang terasa dingin di pipi Kasih Aaaaaa. Kasih yang terkejut pun berteriak sangat kencang.Seseorang tersebut tidak tinggal diam, ia langsung membekap mulut Kasih dengan tangannya. Kasih yang diperlakukan secara tiba-tiba menggigit tangan seseorang itu dan hendak lari. Namun saat Kasih mengambil tasnya ia merasa mengenali wajah seseorang yang membekapnya tadi. "Abadi. Lu ngapain di sini? Mau culik gue ya." "Nggak ada untungnya gue culik elu." "Lah terus ngapain pake bekap mulut gue segala?" "Lu teriaknya kekencangan nanti dikira gue ngapain-ngapain lu lagi." "Sorry gue kirain tadi hantu." "Nggak ada hantu yang seganteng gue." "Dih pede banget lu." "Ikut gue yuk." Ajak Abadi. "Kemana?" "Bentaran doang." "Jangan diseret kayak tadi, lu kira gue karung beras." "Mirip sih." Jawab Abadi sambil berjalan terlebih dahulu.Kasih pun yang mendengar respon Abadi hanya bisa cemberut dan mengikuti langkah Abadi dari belakang. Setelah berjalan sebentar sampailah mereka di bangku samping parkiran motor. "Duduk!" perintah Abadi. "Yah udah nggak dingin lagi kan. Bentar lu tunggu di sini, awas jangan kemana-mana." Lanjut Abadi.Lah ini si Abadi kenapa sih? Jadi banyak ngomong gitu. Itu bocah kan biasanya kalo sama gue judes banget. Kenapa hari ini aneh banget ya.
Abadi pun kembali dengan membawa sekaleng soda di tangannya.
"Tangan lu mana?" Kasih pun mengulurkan tangan kanannya. "Bukan yang ini. Yang lebam tadi." Kasih pun segera mengulurkan tangan kirinya. "Mau lu apain?" "Dikompres biar nggak bengkak."Abadi pun menempelkan sekaleng soda dingin yang ia beli tadi ke tangan Kasih yang sedikit memerah karena perbuatannya tadi. Ini si Abadi kesambet apaan sih? Kok jadi baik gini?"Lu jangan kepedean gue kompresin karena gue mau elu bahas masalah tanggung jawab. Gue nggak mau ya besok lu cerewet bilang gue nggak bertanggung jawab cuma gara-gara nggak gue obatin." "Yaelah gue nggak sepicik itu kali Bad." "Faktanya gitu kan. Meskipun cuma sekali lu pasti kepikiran buat ngomong kayak gitu."Kasih pun yang mendengar Abadi berkata seperti itu hanya bisa terdiam. Ya faktanya Kasih memang sempat berpikir seperti itu tadi. "Nih minum!" kata Abadi sambil memberikan soda yang membuat Kasih menggigit tangannya tadi. "Ini soda yang lu tempelin ke pipi gue tadi kan?" "Iya."Kasih pun membuka soda dan menikmati soda yang sudah tidak terasa sedingin tadi. Kemudian Kasih teringat bahwa ia sempat menggigit tangan Abadi. "Bad tangan lu yang gue gigit tadi mana?"Abadi pun mengulurkan tangannya pada Kasih. Tanpa terduga Kasih mulai mengkompres tangan Abadi. Dan disaat itu juga Abadi terkejut. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Ia sendiri bingung dengan apa yang ia rasakan.Ini kenapa jantung gue detaknya makin cepet ya? Padahal gue lagi duduk nggak lagi lari. Apa gue perlu kedokter. Atau apa karena Kasih?
"Bad pipi lu kenapa merah gitu?""Demam?" tanya Kasih sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi Abadi. Abadi yang tidak siap dengan perlakuan Kasih pun segera berdiri.
"Nggak usah sok peduli lu. Gue balik dulu. Lu bisa pulang sendiri kan?"Kasih pun hanya bisa mengangguk dalam diam. Kirain bakal dianterin pulang toh rumah gue sama dia searah. Aduh Kasih sadar dong yang lu harapin itu Abadi, nggak mungkin lah dia mau anterin gue pulang. Malam harinya seperti biasa Kasih membuka jendela kamarnya dan duduk didekatnya sambil memandang indahnya langit malam. Kemudian ia mengambil buku diary-nya dan tersepu malu.Malam harinya seperti biasa Kasih membuka jendela kamarnya dan duduk didekatnya sambil memandang indahnya langit malam. Kemudian ia mengambil buku diary-nya dan tersepu malu. Kemudian Kasih beranjak dari tempat ternyamanya untuk mengambil tas sekolahnya dan duduk kembali ke tempat awal. Kasih pun mengambil bungkus permen mint bertuliskan “I miss you” Kasih kembali tersenyum malu-malu. Ia masih tidak habis pikir bagaimana seorang Abadi yang batu bisa berbuat seromantis ini. Gila ini kepala Abadi kebentur apaan yak kok bisa se sweet tadi. Ya meskipun rada cuek gitu tapi dia kan udah bantuin ngompres pergelangan tangan gue. Please Kasih lu jangan sampe kegeeren dulu, takutnya besok Abadi nya berubah. Kasih pun membuka buku diary miliknya dan menempelkan bungkus permen mint yang diberikan Abadi. Bodo amat di bilang lebay yang penting gue suka, kata mama kan gue harus mengikuti apa kata hati gue. Jadi mulai sekarang gue memutuskan untuk melakukan apapun yang gue suka selagi nggak merugik
Saat bel istirahat berbunyi Kasih segera keluar kelas dan tanpa diduga di depan kelas sudah ada yang menunggunya. Bukan Abadi tapi Kala.“Hai Kasih.”“Kala ngapain lu di sini?”“Gue mau tanya sesuatu sama lu.”Tanpa Kala dan Kasih sadari ada dua pasang mata yang menemukan keberadaan mereka. Mungkin saja dua pasang mata tersebutmulai mencurigainya.“Senjaa.” Bisik Sedia sambil menarik lengan Senja.“Kenapa sih Di?”“Makanya itu buku simpen dulu.”“Yee terserah gue lah.”“Woi modelan kayak gini mau dapetin abang gue?”“Gini-gini gue pinter kali.”“Otak pinter tapi nggak bisa ngomong depan abang gue. Ditikung tahu rasa lu.”“Apa gunanya gue punya temen adiknya Kak Magenta.”“Ssst.”“Lu kenapa sih? Ini kenapa kita ngumpet. Udah kayak maling aja.”“Emang mau nyolong.”“Dosa woi.” Kata Senja sambil memukul belakang kepala Sedia.“Sakit anjir. Mau nyolong info maksudnya. Tuh lihat ada Kala sama Kasih.”“Lah terus? Samperin lah.”“Sen
Di parkiran café semesta, Magenta merasa ada yang aneh dengan Abadi. Apa mungkin?“Dave?” panggil Magenta dan Abadi menoleh kearahnya.Abadi yang menoleh kearah Magenta menatap Magenta dengan penuh kecurigaan. Namun Magenta langsung saja menyapa seseorang di belakang Abadi.“Apa kabar Dave?”“Magenta? Lu nongkrong di sini juga?”“Yoi ini mau balik. Gue duluan ya. Yuk Bad.”Abadi pun mengikuti Magenta di belakang.***Setelah Abadi dan Magenta pulang, Kala juga berpamitan pulang.“Gue balik dulu ya.”“Hati-hati.” Kata Kasih.Kini perhatian Kasih dan Sedia tertuju pada Senja yang wajahnya kembali normalsetelah Magenta pulang. Bahkan sekarang ia bisa tersenyum manis mengingat perkataan Magenta sebelum pulang.“Hahahaha.” Terdengar tawa Kasih yang sangat keras.“Lu kenapa Kas?” Tanya Sedia heran.“Gila udah pengen ketawa aja gue dari tadi lihat tampangnya si Senja.”“Wkwkwkwk sama anjir. Ngakak banget gue h
Apa yang terjadi sama diri gue? Kenapa gue tiba-tiba muncul saat Dave menguasai tubuh gue? Biasanya gue selalu muncul pas bangun tidur. Gimana bisa tadi gue tiba-tiba muncul? Dan gue muncul tepat disaat Kasih bareng Kala.Kemudian Abadi teringat saat Kasih dan Kala menunggu busway tadi, Abadi sangat bingung bagaimana bisa ia berada di sana. Yang terakhir ia ingat ia sedang menginap di rumah Magenta karena pertengkaran dengan mamanya. Dan betapa terkejutnya Abadi dengan apa yang terjadi pada dirinya. Kondisinya saat ini ia sedang bersembunyi dibalik pohon lebih tepatnya ia sedang mengintip kebersamaan Kasih dan Kala. Abadi menyadari betapa menyedihkannya dia.Goblok ngapain juga gue di sini? Apa lagi yang dilakuin Dave? Kasih ngapain sama Kala? kok bisa deket gitu? Apaan sih kan bukan urusan gue. Ini kenapa tangan gue lengket banget ya. Abadi pun melihat tangannya sudah penuh dengan tumpahan Americano coffee. Abadi yang melihat Kasih dan Kala pergi menaiki busway, A
Jam dinding di kamar Kasih menunjukkan pukul 05.45 WIB. Kasih yang sudah selesai rapi dengan seragam dan tas sekolah dipundaknya, beranjak turun untuk sarapan. Namun baru saja Kasih membuka pintu ia teringat bahwa ia lupa membuka jendela kamarnya. Kasih kembali ke kamar dan membuka jendala. Betapa terkejutnya Kasih ketika ia mengedarkan pandangan di sekeliling halaman rumah dan mendapati Abadi di depan gerbang rumhanya sambil duduk di jok motornya. Merasakan ada seseorang yang mengawasinya, Abadi menengadahkan kepalanya dan melihat Kasih tengah memperhatikannya. Abadi yang menyadari hal tersebut segera melambaikan tangannya kearah Kasih sambil memberikan senyum terbaiknya. Kasih masih terkejut hingga lupa membalas lambaian tangan Abadi, ia justru berlari keluar menuju halaman depan tempat Abadi berada.“Kasih jangan lari-lari.” Teriak Maya khawatir melihat Kasih yang berlarian menuruni anak tangga. Dan Maya lebih terkejut lagi ketika Kasih melewatinya begitu s
Bel masuk sudah berbunyi. Semua murid masuk ke kelas. Sebagian besar murid kelas 3 memiliki raut wajah tegang. Mereka tidak menyangka tiba saatnya mereka dsibukkan oleh try out tak terkecuali hari ini. Dan lagi-lagi konsentrasi Magenta untuk ujian teralihkan oleh tingkah laku Abadi. Bagaimana tidak seorang Abadi yang bahkan tidak peduli jika alat tulisnya rusak atau hilang sekarang justru sedang mengeluarkan tempat pensil dari tasnya dan menata setiap alat tulis dan keperluan di mejanya dengan sangat rapi.“Lu ngapain lihat gue kayak lihat hantu gitu?” tanya Abadi pada Magenta.“Hah? Emang iya?”“Ya lu lihatin gue sampai nggak kedip gitu.”Guru pun memasuki kelas dan memaksa Abadi dan Magenta menyudahi obrolannya. Tentu saja pikiran Magenta masih tidak bisa lepas dari tingkah aneh Abadi.Kenapa semakin gue perhatiin Abadi semakin gue merasa kalau ada yang janggal dengan perilaku Abadi. Atau gue aja yang terlalu cuek sama lingkungan sekitar gue. Tapi kalau dipiki
Sudah genap seminggu Dave menguasai tubuh Abadi. Ia juga masih berusaha untuk meluluhkan hati Kasih. Yang ia pikirkan saat ini jika Kasih bisa membuat Abadi melenyapkan karakternya maka dengan ia mendekati Kasih akan membuat ia semakin bisa mengontrol Abadi dan menguasai tubuh Abadi. Sejujurnya ia tidak menyukai Kasih entah apa yang dilihat Abadi dari Kasih. Kasih adalah wanita biasa tidak terlalu pintar juga, ya kalau cantik memang iya. Namun Dave menginginkan pasangan yang bisa mengimbangi kecerdasannya dan tentu saja bukan Kasih orangnya. Saat ini Dave sedang berada di kamar Abadi sambil melihat foto-foto momen kebersamaannya bersama Kasih satu minggu terakhir ini. Ia juga menempel dan menuliskan beberepa kata di dalam buku diarynya. Ia berharap Abadi akan membaca dan menyadari bahwa Kasih sudah mulai menerima kehadiran Dave. Hal itu lah tujuan Dave agar karakternya tidak hilang karena saat ini ia telah memiliki semua orang yang berharga bagi Abadi termasuk Rena dan Kasih.&
Di rumah mewah namun sepi ini terlihat Rena sedang melihat foto-foto masa kecil Abadi. Rena sudah tidak bisa lagi membendung tangisanya. Air matanya mengalir deras hingga terdengar isakan pelan dari mulutnya. Entah apa penyebab keadaan Rena yang biasanya terlihat tegas kini rapuh tak berdaya.“Maafin Mama Adi.”Rena teringat kejadian 6 tahun lalu, yang merenggut nyawa Rendy, suaminya.6 tahun lalu...Suatu hari Rendy tanpa sengaja bertemu dengan Raman, teman lamanya yang sudah hilang kontak dengannya. Rendy dan Raman terlihat sangat senang mereka menanyakan kabar satu sama lain dan berbagi cerita selama mereka hilang kontak. Mereka juga mengenang kebersamaan mereka ketika mendaki gunung. Salah satu alasan mereka berteman baik adalah mendaki.“Lu udah berapa lama nggak mendaki?” tanya Raman.“Gue terakhir juga sama lu.” Jawab Rendy.“Gue sempat ke Gunung Rinjani. Seperti planning kita