Share

Bab 6 Sekaleng Soda Dingin

"Abadi lepas! Tangan gue sakit."

Abadi pun yang tanpa sadar mencengkram pergelangan Kasih begitu kuat setelah mendengar teriakan Kasih ia segera melepaskan cengkramannya. Namun karena terburu-buru ia justru melemparnya dengan kasar.

"Aauu." Rintih Kasih.

Abadi pun hanya melirik sekilas pergelangan Kasih yang terlihat sedikit lebam. Abadi tahu semua itu kesalahannya. Apa perlu gue kompres tangannya Kasih? Ih tapi nanti dia GR.

"Bad, lu mau ngapain sih ngajak gue ke lapangan basket panas panas gini? Kalo mau berjemur jangan ajak-ajak gue."

Abadi pun melihat sekeliling dan benar saja ia berada tepat di tengah lapangan basket. Lah ngapain juga gue bawa Kasih ke lapangan basket.

"Woi Abadi." Teriak Kasih tepat disamping telinga Abadi.

"Kasih itu mulut apa toa sih?"

"Lu ngapain nyeret gue kesini?"

"Iseng doang."

"Tanggung jawab lu. Bentar lagi udah mau masuk. Perut gue masih kosong."

"Makan lah."

"Yaelah kalo sekarang gue jalan ke kantin pun udah ke buru masuk Bad."

Abadi pun merogoh kantong celananya dan menemukan permen mint di sana. Tanpa berpikir panjang Abadi memberikan permen tersebut pada Kasih.

"Nih. Buat ganjel perut."

"Lu kasih permen sebungkus juga gue nggak bakal kenyang Abadi."

"Kalo nggak mau yaudah." Kata Abadi sambil beranjak pergi. Belum sempat melangkah Kasih segera menghentikan Abadi.

"Mana." 

Setelah memberikan permen, bel masuk berbunyi Abadi pun kembali ke kelasnya.

***

"Kasih, si Abadi ngajak lu kemana sih? Makan siang." Tanya Sedia.

"Ya kali makan siang, orang Kasih diseret udah kayak karung beras gitu." Kata Senja.

"Senja lu kalo ngomong suka ngeselin ya." Jawab Kasih.

"Yang penting kan bener."

"Sekarang lu jelasin kemana aja lu tadi?."

Kasih pun tersenyum malu.

"Lah malah senyum-senyum nggak jelas." Kata Sedia.

"Jangan jangan Abadi nembak elu ya?."

"Suka aja kagak apalagi nembak."

"Senjaaa." Rengekan Kasih.

"Lu kalo ngomong emang suka bener ya." Kata Sedia yang disambut dengan tawa Senja.

"Stoop! Tadi itu si Abadi nyeret gue ke tengah lapangan basket."

"Ngapain? Hormat bendera?" Tanya Senja.

"Iseng doang katanya."

"Terus makan siang lu gimana?"

"Ya gue nggak sempat makan siang."

"Dan yang bikin lu senyum senyum nggak jelas tadi kenapa? Lu diseret ke lapangan basket dengan alasan cuma iseng doang dan nggak sempat makan siang pula. Senengnya itu dimananya Kas?"

"Gue dikasih permen sama Abadi."

Sedia dan Senja yang mendengar alasan konyol Kasih pun hanya bisa terdiam.

"Freak lu." Kata Sedia yang melanjutkan kegiatannya menyalin tugas milik Senja. Senja pun melanjutkan kegiatan membaca buku-bukunya yang membosankan. Dan Kasih? Tentu saja masih tersenyum manis entah apa yang memenuhi pikirannya.

 Setelah berjam-jam di kelas Kasih mulai mengantuk. Apalagi saat jam istirahat tadi ia tidak sempat makan siang. Lengkap sudah penderitaannya kali ini. Perlahan mata Kasih mulai menutup. 

 "Kasiiih." Teriak Sedia tepat di samping telinga Kasih.

 "Apaan sih. Diem napa! Tar ketahuan Bu Susi."

 "Bu Susi pala lu! Lu lihat nih udah pada pulang semua."

 "Lah kenapa? Ada rapat guru?"

 "Kasih oon lu kebangetan ya. Lu udah tidur satu setengah jam penuh selama pelajaran Bu Susi. Dan gue sama Sedia udah bangunin lu selama 10 menit dan lu nggak bangun-bangun."

 "Lu tidur apa pingsan sih?"

 "Fix kayaknya gue pingsan deh soalnya gue nggak inget tuh kapan gue tidur."

 "Namanya bukan pingsan tapi ketiduran Kasih.'

 "Serah deh, gue mau balik."

Kasih pun segera membereskan mejanya dan pergi meninggalkan Sedia dan Senja.

 "Lah malah ninggalin." Kata Sedia.

 "Udah biarin. Balik yuk."

 "Kasih gimana?"

 "Kasih nggak bakal lupa jalan pulang ke rumahnya Di."

 "Iya juga sih hehe."

Sedia dan Senja pun memutuskan untuk pulang bersama karena mereka berencana untuk mengerjakan tugas kelompok di rumah Sedia.

 Dilain sisi Kasih dengan terburu-buru berlari pulang dan belum sempat memakai tasnya, ia justru merasakan sakit di pergelangan tangannya sampai tasnya terjatuh.

Kok pergelangan tangan gue sakit banget ya. Oh iya ini kan gara-gara si Abadi. Lagian itu tangan apa rindu sih berat banget. Eh kok rindu hahaha wah udah eror nih otak gue. Maksud gue itu tangan apa besi panas, udah kayak melepuh aja tangan gue. Saat Kasih sedang asyik dengan pikirannya sendiri, ia tidak sadar ada seseorang yang mendekat dan menempelkan benda yang terasa dingin di pipi Kasih

 Aaaaaa. Kasih yang terkejut pun berteriak sangat kencang.

Seseorang tersebut tidak tinggal diam, ia langsung membekap mulut Kasih dengan tangannya. Kasih yang diperlakukan secara tiba-tiba menggigit tangan seseorang itu dan hendak lari. Namun saat Kasih mengambil tasnya ia merasa mengenali wajah seseorang yang membekapnya tadi.

 "Abadi. Lu ngapain di sini? Mau culik gue ya."

 "Nggak ada untungnya gue culik elu."

 "Lah terus ngapain pake bekap mulut gue segala?"

 "Lu teriaknya kekencangan nanti dikira gue ngapain-ngapain lu lagi."

 "Sorry gue kirain tadi hantu."

 "Nggak ada hantu yang seganteng gue."

 "Dih pede banget lu."

 "Ikut gue yuk." Ajak Abadi.

 "Kemana?"

 "Bentaran doang."

 "Jangan diseret kayak tadi, lu kira gue karung beras."

 "Mirip sih." Jawab Abadi sambil berjalan terlebih dahulu.

Kasih pun yang mendengar respon Abadi hanya bisa cemberut dan mengikuti langkah Abadi dari belakang. Setelah berjalan sebentar sampailah mereka di bangku samping parkiran motor.

 "Duduk!" perintah Abadi.

 "Yah udah nggak dingin lagi kan. Bentar lu tunggu di sini, awas jangan kemana-mana." Lanjut Abadi.

Lah ini si Abadi kenapa sih? Jadi banyak ngomong gitu. Itu bocah kan biasanya kalo sama gue judes banget. Kenapa hari ini aneh banget ya.

Abadi pun kembali dengan membawa sekaleng soda di tangannya.

 "Tangan lu mana?" Kasih pun mengulurkan tangan kanannya.

 "Bukan yang ini. Yang lebam tadi." Kasih pun segera mengulurkan tangan kirinya.

 "Mau lu apain?"

 "Dikompres biar nggak bengkak."

Abadi pun menempelkan sekaleng soda dingin yang ia beli tadi ke tangan Kasih yang sedikit memerah karena perbuatannya tadi. Ini si Abadi kesambet apaan sih? Kok jadi baik gini?

"Lu jangan kepedean gue kompresin karena gue mau elu bahas masalah tanggung jawab. Gue nggak mau ya besok lu cerewet bilang gue nggak bertanggung jawab cuma gara-gara nggak gue obatin."

 "Yaelah gue nggak sepicik itu kali Bad."

 "Faktanya gitu kan. Meskipun cuma sekali lu pasti kepikiran buat ngomong kayak gitu."

Kasih pun yang mendengar Abadi berkata seperti itu hanya bisa terdiam. Ya faktanya Kasih memang sempat berpikir seperti itu tadi. 

 "Nih minum!" kata Abadi sambil memberikan soda yang membuat Kasih menggigit tangannya tadi.

 "Ini soda yang lu tempelin ke pipi gue tadi kan?"

 "Iya."

Kasih pun membuka soda dan menikmati soda yang sudah tidak terasa sedingin tadi. Kemudian Kasih teringat bahwa ia sempat menggigit tangan Abadi.

 "Bad tangan lu yang gue gigit tadi mana?"

Abadi pun mengulurkan tangannya pada Kasih. Tanpa terduga Kasih mulai mengkompres tangan Abadi. Dan disaat itu juga Abadi terkejut. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Ia sendiri bingung dengan apa yang ia rasakan.

Ini kenapa jantung gue detaknya makin cepet ya? Padahal gue lagi duduk nggak lagi lari. Apa gue perlu kedokter. Atau apa karena Kasih?

 "Bad pipi lu kenapa merah gitu?"

"Demam?" tanya Kasih sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi Abadi. Abadi yang tidak siap dengan perlakuan Kasih pun segera berdiri.

 "Nggak usah sok peduli lu. Gue balik dulu. Lu bisa pulang sendiri kan?"

Kasih pun hanya bisa mengangguk dalam diam. Kirain bakal dianterin pulang toh rumah gue sama dia searah. Aduh Kasih sadar dong yang lu harapin itu Abadi, nggak mungkin lah dia mau anterin gue pulang.

 Malam harinya seperti biasa Kasih membuka jendela kamarnya dan duduk didekatnya sambil memandang indahnya langit malam. Kemudian ia mengambil buku diary-nya dan tersepu malu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status