Share

Part 5. Sementara, Tak Apa Sederhana

‘Lumayan juga,’ batinku kala memandang ruangan yang berukuran tak seberapa itu.

Setelah mendapatkan kunci dan diberikan rentetan wejangan dari Bu Soimah, istri Pak Juki, terkait jam kunci gerbang dan sebagainya, aku telah tiba di kamarku yang berada di lantai dua. Ruangan kecil dengan satu tempat tidur dan lemari itu memang sederhana, tapi paling tidak cukup untuk diriku seorang.

Baru saja kurebahkan tubuh setelah berbenah dan membersihkan diri, aku pun langsung terlelap tanpa sadar. Detik berikutnya kubuka mata, cahaya terang telah menembus jendela. Saking lelahnya kemarin, aku pun tak sadar hari baru sudah menyapa. Ternyata seperti ini rasanya tertidur pulas bahkan tak kenal waktu saat terjaga.

‘Kalau di rumah dulu, mana bisa?’ ujarku dalam hati sembari tertawa pahit.

Aku melihat jam di layar ponsel menunjukkan waktu pukul delapan pagi. Namun, pandanganku malah terpaku pada foto Devina yang kujadikan wallpaper di layar ponsel.

"Devina, Ibu rindu," gumamku seraya menyusuri foto putri kecilku dengan jari. Mengingat bagaimana pria itu merebutnya secara paksa dariku, kukepalkan tangan seraya membatin, "Lihat saja, Mas. Kamu dan keluargamu akan menerima balasan yang lebih pedih dari yang kalian lakukan padaku."

Karena waktu tak lagi pagi, aku pun bangkit dari duduk untuk mengisi perut yang kosong. Baru saja berjalan melewati beberapa gang kecil, ada sesuatu yang membuatku mengerutkan kening. Sosok seorang lelaki yang familiar terlihat berjalan berangkulan dengan seorang wanita seksi, lalu belok ke sebuah rumah di ujung gang.

“Itu bukannya … Pak Juki?” batinku. “Tapi, wanita itu siapa?” Aku yakin wanita yang dia rangkul bukan Bu Soimah, bentuk tubuhnya jauh berbeda. “Jangan-jangan mereka ….” Kutepis pikiran buruk yang singgah sembari menggelengkan kepala.

Kala aku mencapai jalanan depan gang, aku melihat segerombolan ibu-ibu berkumpul mengelilingi sesuatu, seperti sebuah gerobak pedagang kaki lima. Ketika mendekat, samar-samar kudengar pembicaraan mereka.

“Iya, aku yakin dia sudah janda, makanya ngekos di sini sendiri.” Suara Bu Soimah terdengar renyah kala melanjutkan gosip, “Kucel sih, lakinya mana betah, ya?”

Ucapan Bu Soimah membuat para ibu-ibu itu menganggukkan kepala. Hal tersebut juga membuatku menurunkan pandangan, menatap daster lusuh yang membalut tubuhku.

Apa mereka sedang membicarakan diriku?

"Iya, zaman sekarang kalau nggak mau ditinggal suami, perlu dijaga dikit penampilannya. Lelaki itu ‘kan matanya lebih suka lihat yang segar, bersih, dan wangi," tutur ibu lainnya, belum sadar aku telah berada di belakang mereka.

“Seru banget, Bu,” ujarku, membuat mereka terkejut. “Lagi ngomongin apa?”

Melihat diriku tiba di sana, beberapa ibu-ibu terlihat tidak enak. Akan tetapi, Bu Soimah masih mengangkat tinggi dagunya seraya mendengus, “Ngomongin perempuan kalau nggak mau ditinggal suami tuh harus jaga penampilan.”

Mulutku membentuk huruf ‘o’, masih tersenyum walau tahu ucapan itu untuk diriku. Kuajukan pesananku pada pedagang, mengabaikan para ibu-ibu itu. Bukannya berhenti, mereka malah semakin menjadi-jadi menghinaku.

"Saya padahal udah bilangin ke dia kemarin soal penampilan. Eh, malah kayak nggak terima gitu," ujar Bu Soimah dengan terbuka sembari mendelik ke arahku, mungkin tidak suka aku mengabaikannya begitu saja. "Jangan mudah tersinggung kalau dikasih tau yang baik. Saya juga lebih jauh pengalamannya soal urusan rumah tangga," lanjutnya panjang-lebar.

Mendadak, aku mengingat sesuatu. "Oh ya, Bu, Pak Juki di rumah?" tanyaku.

Mendengar pertanyaanku itu, Bu Soimah memasang wajah marah dan membalas dengan suara tinggi, "Ngapain kamu tanya-tanya suami saya di mana?!"

Dengan sebuah senyuman tak berdaya, aku menjawab, "Bukan kenapa-kenapa sih, Bu. Cuma mau mastiin aja, soalnya tadi saya lihat ada orang mirip Pak Juki sedang bersama wanita, masuk ke rumah yang ada di ujung gang sana,” ucapku seraya menunjuk arah rumah yang kumaksud.

Bu Soimah menudingkan jari telunjuknya ke arahku. "Eh, Ratna. Kamu jangan bikin masalah, ya. Kamu nanya atau nuduh suami saya, hah? Rumah tanggamu hancur, ya, hancur aja sendiri. Jangan balik ngancurin rumah tangga orang lain," sanggahnya, tidak terima dengan apa yang aku katakan.

Di sisi lain, para ibu lainnya pun turut menyikut satu sama lain.

"Rumah di gang ujung bukannya tempat tinggalnya si Janda Gemes?"

"Yang seksi itu, ‘kan?” sahut ibu lain dengan wajah terkejut.

Karena dipanas-panasi, Bu Soimah terlihat menjadi semakin panik. Aku pun berkata, "Bukan bermaksud nuduh, Bu. Cuma sesama wanita harus saling mendukung ‘kan, Bu? Saya nggak tega kalau Bu Soimah merasakan apa yang saya rasakan aja, jadi saya tanya." Kutundukkan kepalaku dan memasang wajah bersalah. "Maaf ya Bu kalau menyinggung. Bukan maksud saya," ujarku. "Saya permisi."

Tidak ingin berlama-lama di sana, aku pun berbalik pergi meninggalkan tempat tersebut. Namun, kala mencapai ruang kosku, bisa kudengar makian nyaring dari lantai bawah, “Suami sialan!”

Mendengar hal tersebut, aku yang sedang menikmati sarapanku pun membatin, 'Ternyata, selain penampilan, mulut juga harus dijaga, biar nggak karma.'

Tak lama berselang, suara dering dari ponsel membuatku tersentak kaget. Kuraih benda pipih itu dan menekan tombol hijau setelah melihat nomor tak dikenal yang menghubungi.

Terdengar suara bariton dari seberang, "Selamat siang, apa benar ini dengan Ibu Ratna?"

"Ya, saya sendiri," jawabku formal.

"Perkenalkan saya perwakilan Pengadilan Negeri X. Saya ingin mengabarkan jika sidang kedua perceraian Ibu Ratna dengan Bapak Bram akan dilaksanakan minggu depan," tutur seorang pria dari ujung telepon yang lain. "Ibu diwajibkan untuk hadir tanpa wali ya, Bu."

Pernyataan pria tersebut membuatku terdiam sejenak. Kukepalkan tangan membayangkan bahwa pernikahan yang telah kupertahankan selama delapan tahun ini akan berakhir dalam waktu satu minggu lagi.

Sebelumnya kami telah menjalani sidang pertama untuk melakukan proses perdamaian dan mediasi. Namun, tentu saja hasilnya nihil. Aku takkan mau rujuk dengannya.

Akhirnya, dengan satu tarikan napas, aku pun berkata, "Saya mengerti, Pak. Saya pasti hadir."

Dwi Nella Mustika

Jadwal sidang yang paling ditunggu Ratna, mana mungkin dia absen....

| 2
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ayu Dea Yuud
Bu soimah kena karma...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status