Namaku Anna dan lelaki yang kini membukakan pintu mobil untukku bernama Arya, suamiku. Siapa sih yang tidak bahagia dilamar cinta pertamanya? Aku langsung menobatkan Arya menjadi pemilik hati sejak melihatnya. Arya yang tampan dan supel tentu mudah menarik hati lawan jenis, berbeda denganku seorang kutu buku. Namun, jika Tuhan sudah menakdirkan bersatu siapa yang bisa mencegah. Sayangnya, Mama mertua tak pernah mau menerimaku. Banyak cara dia lakukan agar rumah tanggaku berantakan. Puncaknya, suatu sore yang bergerimis, Arya membawa pulang seorang wanita yang mengaku hamil anaknya. Apa aku marah? Ya, dadaku remuk mengetahui pengkhianatan Mas Arya. Aku tidak mengira di balik sikapnya yang perhatian tersimpan bangk4i menjij1kkan.
"Sayang, maafin Mama, ya, beliau tidak bermaksud meny4kiti hatimu." Suara Arya membuatku menoleh padanya. Aku tersenyum tipis lalu melabuhkan pandangan ke jalan raya. "Mama memang tidak bermaksud, tapi niat banget bikin aku s4kit hati." "Maaf, Mama hanya ingin yang terbaik." Suara Arya terdengar berat seperti bergumam, tetapi masih bisa kudengar. "Terbaik buat siapa, Mas? Kamu? Mungkin iya, tapi buatku tidak." Nada suaraku terdengar ketus. Arya harus tahu aku tidak suka dengan perlakuan Mamanya. Sejak menikah beliau tak pernah ramah padaku. Entah apa yang membuatnya selalu mencari gara-gara. Pernikahanku dengan Arya karena perjodohan orang tua. Meski begitu aku tak keberatan sama sekali, sebab aku sudah mengenalnya sejak kecil. Dulu sekali kami pernah menjadi tetangga, hingga ketika menginjak sekolah menengah atas almarhum Bunda mengajakku pindah ke kota lain. Kami dipertemukan saat sama-sama menimba ilmu di satu almamater. Arya yang tampan, humoris, dan sangat perhatian menarik hatiku. Tentu saja saat mendiang Bunda mengutarakan perjodohan dengannya aku langsung mengiyakan. Sayangnya, satu tahun setelah kami menikah, Bunda meninggal dunia. Selang lim bulan kemudian Ayah mertuaku yang berpulang. Aku seperti kehilangan sandaran, sedangkan Mamanya melihatku seperti musuh. Entah apa salahku? Tidak mungkin seseorang membenci tanpa ada sebab bukan? "Aku tahu kamu berat menerima pernikahanku dengan Lisa. Andai bisa menolak ...." "Tapi kamu tidak menolak kan? Kamu dengan sadar berselingkuh dengannya. Berbulan-bulan aku bertanya-tanya apa salahku, sikapmu dingin dan selalu sibuk, ternyata sibuk meniduri rekan kerjamu." Suaraku bergetar, sakit itu masih terasa menik4m dada. Aku sengaja mengingatkan perbuatan bu-suk Arya. Dia pikir aku akan memaafkan begitu saja setelah dia menggores luk4 begitu dalam? Sampai kiamat akan kuungkit terus. Setiap mengingat semua dustanya, luk4 hatiku kembali basah. Terdengar embusan napas berat. Aku melihat Arya menyisir rambutnya dengan kasar sementara tangan yang lain mengendalikan setir mobil, dia terlihat murung. "Saat itu aku panik. Lisa menganc4m bu-nuh dir1 kalau aku tidak menikahinya. Dia juga mengadu ke Mama sedang ham1l. Kamu tahu kan Mama sudah nggak sabar menggendong cucu." "Karena itu kamu memilih menyakiti hatiku, kan, Mas?!" selaku dengan nada suara meninggi. Susah payah meredam emosi akhirnya meledak juga. "Ana ...." Arya membuang napas kuat-kuat, dia terlihat frustrasi. "Ini hanya masalah waktu. Aku yakin nanti kamu akan terbiasa. Lagipula cintaku padamu tidak berubah, kau masih yang utama di hatiku." "Kalau aku yang utama di hatimu nggak mungkin kamu selingkuh sampai gund1kmu ham1l!" "Ana, udah aku bilang semua diluar kuasaku. Aku sama Lisa hanya tidur--" "Tapi sering ketemu kan?" Aku menyela kata-kata Mas Arya. "Nggak perlu kamu jelaskan apa pun. Aku nggak akan percaya lagi." "Anna, kumohon mengertilah. Lagipula dengan adanya Lisa, Mama nggak akan merepotkanmu. Kamu bisa lebih tenang." Aku tersenyum getir, mataku mulai berembun. Aku benci situasi yang pada akhirnya menyudutkanku. Aku tidak mau terlihat lemah di depan Arya, tetapi dia telah meny4kiti hatiku. Rasanya untuk memafkan sangat sulit. Harusnya aku pergi atau memilih berpisah bukan? Entah apa yang membuat langkahku berat, apakah cinta untuk Arya masih terlalu besar? "Turunkan saja di sini. Tidak usah masuk ke gerbang." Aku menunjuk ke depan. Berdebat sepanjang jalan membuat perjalanan kami terasa singkat. "Aku antar sampai depan lobi." "Tidak usah. Kamu ingat kan Mama bilang apa? Aku tidak mau dituduh monopoli kamu." "Anna, please ...." Aku senang melihat Arya merasa serba salah seperti sekarang. Dikira enak punya dua istri? Anna yang lembut dan penurut sudah hilang ditelan rasa kecewa. Kamu yang menjadikannya seperti itu, Mas. Sejak kamu memutuskan membagi tubvh, hati, juga cintamu aku belajar mematikan hati. Akan kunikmati sakit ini sampai cintaku habis tak bersisa. "Sudahlah, Mas. Aku tidak mau membahas apa pun tentang kamu, Mama, dan Lisa. Apa yang terjadi tidak bisa diubah kan? Sekarang pulang sana urusin istri mudamu." "Tapi ...." "Tanganku yang hendak membuka pintu mobil urung bergerak. "Apa lagi?" Aku menatap Mas Arya dengan sorot malas. "Aku pinjam u4ng, ya, untuk bayar dokter nanti. Aku tidak punya pegang sama sekali." Ingin tertawa dalam hati. Lagakmu punya istri dua, tapi financial cekak. Status Arya sebagai karyawan di salah satu perusahaan BUMN lumayan besar. Meski begitu aku tak pernah merecoki gajinya ke mana saja, sebab untuk menutupi kebutuhan sendiri aku masih sanggup, tetapi sejak menikah lagi Lisalah yang menguasai gajinya. "Nanti aku transfer. Udah, ya, aku telat." Tanpa menunggu lagi aku keluar dari mobil. Semua tak akan sama lagi mulai sekarang. Mungkin di mata Arya, Lisa, dan Mama mertua aku menerima begitu saja di duakan. Mereka salah karena aku tidak sebod0h dan sepolos yang mereka kira. Tunggu saja sampai kukeluarkan kartu 'As'Aku berbalik dan melihat dua wanita beda usia sedang menatap sinis ke arahku. Aku menghela napas, kenapa dunia sempit sekali? Apa tidak cukup bertemu Lisa dan Mama mertua di rumah saja?"Pantas aja berani ngelawan Mas Arya, ternyata udah punya selingkuhan di luar." Lagi suara cempreng Lisa membuat kupingku panas. "Sok suci padahal aslinya busuk."Aku gemas melihat raut songong Lisa. Dia pikir aku akan tinggal diam dipermalukan di depan publik. "Kamu lagi ngomongin diri sendiri?" Kumainkan alisku turun-naik seolah-olah mengejek Lisa."Aduh Mbak jangan bohong, udah keciduk tadi aku lihat Mbak sama laki-laki lain masih aja ngeles. Emang muka tembok." Lisa melirik ke arah Mama mertua yang ikut menatapku tajam. Pasti dia percaya ucapan menantu barunya."Benar-benar nggak tahu diri kamu. Sudah untung Arya tidak menceraikan kamu. Sudahlah mandul, selingkuh lagi."Perkataan Mama mertua seakan melubangi dadaku. Tega sekali melontarkan perkataan keji seperti itu. Meski bukan sekali ini dia meng
Aku membuka pintu mobil dengan geram. "Mas, kamu bisa urusin istri baru kamu?" tatapanku menajam ke Mas Arya."An, ngalah sedikit, ya, sama Lisa. Nggak mungkin aku bawa dia ke dokter pake sepeda motor."Heleh! Aku tertawa sinis mendengar permintaan Mas Arya. Bisa-bisanya dia minta aku mengalah. No way!"Aku ngalah demi dia? Nggak salah?!" Aku menuding Lisa yang merasa di atas angin."Mbak, kamu itu masih untung dibolehin bawa mobil. Mulai sekarang kamu naik sepeda motor aja. Aku nggak bisa kalau kena panas atau hujan. Kalau ada apa-apa sama kandunganku kamu mau tanggung jawab?"Melihat Lisa bergelayut di lengan Mas Arya membuatku semakin muak. Bukan karena cemburu, tapi sikapnya yang seolah seperti ratu. Aku menatap lagi Mas Arya yang terlihat bingung."Mas, sekali lagi aku ngomong, kamu bisa urus gundikmu ini? Kalau nggak--""Eh, iya, jangan marah, ya." Mas Arya mengusap lenganku, tapi cepat kutepis. Tak sudi disentuh dia lagi. "Mas, kamu kenapa sih, kayak takut banget sama dia."
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun. Biasanya setelah salat subuh aku gegas berjibaku di dapur menyiapkan sarapan dan menu makan siang Arya, tapi sejak dia menikah lagi, aku hanya keluar setelah rapi. Tidak kupedulikan dapur yang kotor, rumah berantakan. Aku benar-benar super masa bod0h. Mau rumah bau kandang kambing, piring jamuran di wastafel, tidak peduli. Setelah merapikan kamar, aku bersiap-siap ke kantor. Pagi ini celana palazo putih dan kemeja slimfit berwarna hitam menjadi pilihanku. Pekerjaan sebagai desain interior membuatku lebih memperhatikan penampilan agar bisa membuat kesan baik saat bertemu klien."Nah, ini dia ratu baru bangun. Sana siapin sarapan!"Baru saja keluar kamar sindiran Mama mertua menyambutku. Alih-alih peduli, aku mengunci pintu kamar lalu berjalan ke pintu keluar."Heh, kamu dengar gak Mama ngomong apa?" Aku menoleh dengan raut polos. "Oh, Mama ngomong sama aku? Bilang dong, di sini kan ada aku sama Lisa juga."Wajah Mama mertua memerah. "Kamu lama-lama
"Hei, ngelamun aja. Kemarin ayam tetanggaku ngelamun pagi-pagi besoknya langsung ngidam Topoki."Aku melengos melihat Syam berdiri di depan meja kerjaku sambil nyengir. "Sejak kapan ayam doyan makanan korea, garing!""Ish, ish, ish! Galaknya Kak Ros kita ni. Aku tebak, pasti lo bad mood gara-gara suamimu yang sok kecakepan itu?"Aku tersenyum, lelucon Syam mampu menghalau mendung di wajahku. Sejak dulu dia selalu ada untukku. Bahkan kami sempat dinobatkan sebagai pasangan serasi di kampus. Saat aku menikah dengan Arya banyak teman-temanku yang heran, menurut mereka aku dan Syam lebih cocok."Aku nggak mau ngomongin Arya, bikin rusak mood aja," balasku sembari menghidupkan komputer.Syam berdecak, dia menarik kursi lalu duduk di depanku. "Kenapa kamu nggak cerai aja sih? Udah jelas-jelas musang itu selingkuh sampai bikin anak orang tekdung. Kamu masih mau bekasnya?"Aku tertawa mendengar Syam menyebut Arya, musang, Sejak dulu dia memang tidak suka kedekatan aku dan Arya. Bahkan, saat t
"Sudah aku pergi dulu," ucap Anna lalu menutup pintu mobil.Aku masih memperhatikan Anna yang berjalan masuk ke gerbang perusahaan tempat dia bekerja. Aku mengembuskan napas keras. Tak pernah terlintas sedikit pun menduakannya. Namun, desakan Mama dan pertanyaan dari saudara tentang an4k membuatku risih. Ditambah taruhan dari rekan kerjaku. Mereka mengatakan akulah yang bermasalah. Tentu saja aku tak terima dengan tudingan tersebut. Memang, Anna pernah mengajak kami memeriksakan diri dan dia mengatakan kami sehat. Tentu saja, hubungan suami-istri kami juga normal, jadi aku berpikir ini tentang waktu saja.Akan tetapi, semakin hari tudingan itu makin gencar diarahkan padaku. Aku ingat percakapan di kantin beberapa bulan lalu dengan beberapa orang rekan kerjaku."Arya, kalau lo memang nggak ada masalah, berani nggak buktiin ke cewek lain?"Aku tersedak minuman, menatap lawan bicaraku. "Maksud lo nyuruh gue selingkuh?""Halah, nggak usah kaget gitu. Punya selingkuhan zaman sekarang lumr
Namaku Anna dan lelaki yang kini membukakan pintu mobil untukku bernama Arya, suamiku. Siapa sih yang tidak bahagia dilamar cinta pertamanya? Aku langsung menobatkan Arya menjadi pemilik hati sejak melihatnya. Arya yang tampan dan supel tentu mudah menarik hati lawan jenis, berbeda denganku seorang kutu buku. Namun, jika Tuhan sudah menakdirkan bersatu siapa yang bisa mencegah. Sayangnya, Mama mertua tak pernah mau menerimaku. Banyak cara dia lakukan agar rumah tanggaku berantakan. Puncaknya, suatu sore yang bergerimis, Arya membawa pulang seorang wanita yang mengaku hamil anaknya. Apa aku marah? Ya, dadaku remuk mengetahui pengkhianatan Mas Arya. Aku tidak mengira di balik sikapnya yang perhatian tersimpan bangk4i menjij1kkan."Sayang, maafin Mama, ya, beliau tidak bermaksud meny4kiti hatimu."Suara Arya membuatku menoleh padanya. Aku tersenyum tipis lalu melabuhkan pandangan ke jalan raya. "Mama memang tidak bermaksud, tapi niat banget bikin aku s4kit hati.""Maaf, Mama hanya ingin